Proses penyelidikan menyeluruh telah dilakukan dan tidak ditemukan satupun indikasi kecurangan. Meskipun demikian, Fania masih belum merasa puas. Ia mengirimkan petisi yang menuntut Melva untuk dites ulang. Kali ini menggunakan cara manual, tanpa bantuan komputer.
Karena posisinya sebagai putri ketua perkumpulan wali murid, suara Fania tetap didengar meskipun jelas sumbang dan tidak masuk akal. Melva terpaksa mengulang ujiannya dengan cara manual, duduk sendiri di dalam ruangan tertutup dan diawasi oleh dua orang guru yang paling dipercaya.
Dan lagi-lagi Melva mendapatkan nilai sempurna dalam ujiannya dan kembali memecahkan rekor waktu pengerjaan tercepat. Fania masuk secara pribadi ke ruangan kepala sekolah.
"Ini ngga mungkin, Pak. Ngga masuk akal."
"Tapi Fan, semua orang tahu bahwa Melva memang pandai bahkan bisa dibilang Jenius. Soal seperti ini tentu bukan hal sulit untuk seorang Melva."
"Ngga bisa. Kita harus menyingkirkan dia dari kelas akselerasi."
"Fania!" Kepala sekolah sungguh tidak menyangka bahwa Fania akan bertindak sejauh itu hanya karena tidak ingin Melva sekelas dengannya di kelas aksel.
Gadis itu sudah pergi ke ruang guru untuk mengajak salah seorang guru masuk ke ruang yang tadi dipakai Melva ujian. "Kita harus memeriksa meja ujian Melva. Gue yakin dia pasti berbuat curang."
"Sejak kapan sih Fan, lo ngeraguin kemampuan seorang Melva?" tanya Jessy dengan santai.
"Sejak elo ngerebut Pak Evan dari gue." bisik Fania tepat di depan wajah Melva.
"Hah?!"
Fania sudah masuk bersama salah seorang guru dan memeriksa meja ujian Melva.
"Ini apa?!" Fania menemukan sebuah kertas berisi contekan materi ujian di meja yang tadi Melva gunakan.
*****
Melva mengambil kertas yang ada di genggaman tangan Fania.
"Tapi bagaimana mungkin?"
"Lo ngga bisa ngelak lagi sekarang. Lo harus didiskualifikasi dari ujian aksel."
"Ngga bisa! Gue ngga terima. Gue ngga tahu gimana kertas itu bisa ada disana. Ini bukan tulisan gue dan isinya ngga berkaitan dengan soal yang diujikan. Ini jelas bukan contekan gue. Dan kalau gue tadi sampai lolos gara-gara mencontek, maka dua guru penjaga ujian juga wajib dimintai pertanggung jawaban."
Para guru dan kepala sekolah kembali dibuat bingung dengan perseteruan Melva dan Fania. Keduanya punya alasan dan juga bukti yang bisa diterima. Mendiskualifikasi Melva sebenarnya bukan hal sulit, tapi sekarang kedua guru penjaga ujian ikut terseret dalam perseteruan mereka. Jadi kepala sekolah tidak bisa gegabah dalam mengambil keputusan.
Rapat dewan guru sore itu mengalami deadlock. Dan mereka semakin gelisah karena harus lembur tanpa dibayar hanya untuk membahas masalah itu.
"Pak Evan, saya lihat anda sangat santai sejak tadi. Apa anda tidak ingin menyampaikan sesuatu di rapat ini?" tanya Kepala sekolah
"Apa saya juga boleh bicara, Pak Fatir?"
"Bicara saja cepat!" Pak Fatir, si kepala sekolah malah jadi marah karena sikap santai Evan itu.
"Menurut saya caranya sangat mudah. Siapkan saja soal ujian tersulit yang bisa kalian buat untuk seleksi ini. Lalu ujikan secara lisan dan terbuka. Dengan begitu tidak akan lagi ada fitnah dan kecurigaan."
"Apa? Ujian lisan?"
Para guru kembali dibuat gelisah. Bagaimana tidak? Masing-masing dari mereka memiliki klien sendiri-sendiri. Mereka bertanggung jawab atas nilai anak-anak yang orang tuanya sudah membayar secara pribadi kepada mereka untuk mengawal putra-putri mereka secara istimewa. Lebih singkatnya seperti les privat dengan biaya yang sangat tinggi dan tuntutan yang sangat besar.
"Itu mustahil." jawab Pak Fatir yang sangat paham dengan situasinya.
"Iya benar. Mustahil kita melaksanakan ujian lisan seperti itu. Belum pernah ada dalam sejarah SMA kita." timpal salah seorang guru lainnya.
"Apa kita akan selalu mengikuti sejarah padahal sudah usang dan tidak kompatible lagi? Lalu apa bedanya kita dengan nenek moyang kita dulu?" tanya Evan lagi-lagi dengan sangat santai dan lugas.
"Pak Evan! Apa anda tahu kenapa saya sering melarang Anda ikut bicara dalam rapat?" tanya Fatir dengan serius.
Evan mengangkat kedua tangannya, "Kalau begitu saya permisi. Masih banyak pekerjaan lain yang lebih penting untuk saya kerjakan."
"Pak Evan!!"
*******
Keesokan harinya, para guru terpaksa mengikuti saran dari Evan karena tidak menemukan solusi lain yang lebih masuk akal dan tidak bisa diperdebatkan lagi keabsahannya.
Semua siswa sudah menduduki kursi yang telah disediakan di tengah aula menghadap ke meja besar yang diduduki oleh lima orang guru yang bertindak sebagai juri yang akan membacakan soal quis dan seorang guru yang bertugas mencatat skor para peserta.
[Ini gila!]
[Keren, guys! Pertama kalinya dalam sejarah sekolah kita pake sistem seleksi terbuka kaya gini]
[Ngga sabar gue, pengen tahu hasilnya.]
Para siswa yang menonton tidak kalah heboh dan tegang dengan peserta.
Ujian seleksi dimulai. Juri mulai membacakan soal demi soal dan para siswa berebutan menjawab. Karena siswa yang mempu menjawab sepuluh soal lebih dulu yang akan lolos seleksi. Jadi semua ingin menjadi siswa pertama yang mencapai skor sepuluh karena kursi yang tersedia hanya ada sepuluh di kelas akselerasi. Jadi mereka harus berjuang mati-matian hari itu.
Namun tidak demikian dengan Melva. Jessy memainkan peran Melva dengan baik. Ia tidak akan mengangkat tangan saat ada siswa lain yang mampu menjawab. Ia hanya akan menjawab ketika semua siswa sudah menyerah dengan soal yang dilontarkan para juri.
Makin lama level soal makin sulit dan Melva justru semakin cepat mendapat poin sehingga ia berhasil menjadi siswa pertama yang mengamankan bangkunya di kelas akselerasi tahun itu.
Dan tentu saja itu membuat Fania kian marah dan hilang konsentrasi. Ia tidak punya celah lagi untuk mendepat Melva dari kelas aksel dan sekarang justru kemampuannyalah yang dipertanyakan semua orang.
'Sialan tu anak. Sejak kembali dari maut dia jadi lebih berani sama gue. Lihat aja ntar! Gue bakalan buat lo nyesel berani ngelawan Fania kaya gini.' gumam Fania kesal.
Dan sudah barang pasti bahwa Evanlah orang yang pertama kali memberikan ucapan selamat kepada Melva, siswa yang berhasil mempertahankan poin tertingginya dalam seleksi aksel kali itu.
*****
Orang tua Fania marah besar menerima hasil tes hari itu. Ia benar-benar tidak terima putrinya menduduki peringkat paling akhir di kelas aksel. Padahal semalam guru privatnya sudah bergadang semalaman untuk mengajari Fania, tapi hasilnya masih saja mengecewakan. Sekarang ibu Fania tahu kenapa putrinya berusaha keras untuk mendepak Melva dari sekolahnya.
Ia menghubungi kepala sekolah meskipun waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Dan kepala sekolah tidak berani mengabaikan panggilan itu meski ia sedang teler, ngantuk berat karena obat penenang yang telah diminumnya sore tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments