Jam sudah menunjukkan pukul 00:00. Di keheningan malam dan dalam cahaya yang temaram, Leora mendengar sesuatu. Sontak kedua matanya terbuka. Wanita itu mulai waspada. Samar-samar Leora mendengar pintu kamarnya terbuka. Spontan, Leora segera memejamkan kedua mata. Seseorang ada di dalam kamarnya. Leora pun merutuki kecerobohannya yang tidak mengunci pintu kamar.
"Ya Allah, aku tidak pernah mengunci pintu kamarku karena takut Ben dan Bella terbangun sewaktu-waktu. Kenapa bisa jadi begini? Aku takut orang yang ada di dalam kamarku adalah orang yang jahat. Ya Allah, tolong lindungi hamba." Leora berdo'a dalam hati.
Tiba-tiba ada yang membekap mulutnya. Membuat Leora membuka kedua mata. Seorang wanita yang cantik dengan beberapa luka di wajahnya, memberikan isyarat untuk Leora tidak bersuara. Setelah kedua mata Leora menelusuri tubuh wanita itu, kedua mata itu semakin melebar. Tak hanya wajah yang terluka, tubuhnya pun juga terluka.
"To-long." Satu patah kata yang dilontarkan wanita itu membuat Leora terkesiap, "to-long aku." Lagi, Leora semakin paham jika wanita itu sedang meminta pertolongan.
Wanita itu pingsan. Membuat Leora bisa kembali bergerak bebas. Leora menghela napas. Sesaat Leora menatap ragu ke arah wanita asing tersebut. Takut jika ia malah dituduh mencoba melukai wanita asing itu. Leora gelisah, mencoba berperang dengan logika dan hati nurani.
"Ah, masa bodohlah! Awas saja, jika dia berniat jahat padaku. Astaga! Lebih baik aku segera membantunya," keluh Leora.
Gadis itu memilih membantu wanita asing. Mengambil kotak obat dan segera membersihkan luka-lukanya. Satu jam kemudian, Leora telah selesai membersihkan luka-luka di tubuh wanita asing itu. Leora terjaga. Harap-harap cemas dengan keadaan wanita itu. Saat Leora melirik jam di dinding, terlihat jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi. Leora menyugar rambutnya. Kedua matanya sudah mulai mengantuk.
"Terima kasih sudah menolongku." Sebuah suara yang samar terdengar di telinga Leora saat kedua mata gadis itu terasa berat.
Seketika kedua mata Leora melebar. "Anda sudah bangun? Mau minum?" tawar Leora.
Wanita itu mengangguk. Leora lalu memberinya minum. Wanita itu meminum segelas air putih hingga tandas. Leora mengamati wajah wanita itu. Cukup cantik, bahkan tanpa polesan make up sekalipun. Saat Leora menatapnya lekat, wanita itu tersenyum.
"Terima kasih. Sudah mau repot merawatku, bahkan tak pernah tahu siapa aku. Kau tidak takut padaku?" tanya wanita asing itu.
Leora mengendikkan bahu. "Takut. Tapi hati nurani bertolak, ingin membantumu. Siapa namamu? Mengapa kau terluka?" tanya Leora.
"Aku? Namaku Maria. Aku akan jujur padamu. Sekalipun kau membawaku ke polisi, aku akan menerimanya. Aku seorang pembunuh. Tadi, aku telah membunuh mantan suamiku yang sedang memadu kasih bersama istri barunya. Begitu pula dengan istrinya, juga telah meninggal di saat yang sama. Ah, tidak. Bukan istri barunya. Tapi, seorang pelakor yang tega mencuri suami dan ayah dari kedua anakku yang telah meninggal. Aku sudah menepati janjiku membunuh ayah mereka. Supaya ayahnya menemani kedua putraku di alam baka!" Maria menggebu.
Leora membeku di tempatnya. Kesalahan di masa lalu kini berkelebatan di dalam ingatannya. Di mana ia memberikan mahkota berharganya untuk sang kekasih. Sedangkan Maria, yang sudah memberikan dua putra untuk seorang pria saja dikhianati begitu kejam. Padahal mereka telah mengarungi bahtera rumah tangga. Leora sedikit tersentil dengan penuturan dari Maria.
"Kenapa anakmu bisa meninggal?" tanya Leora.
"Karena mereka sakit. Aku harus bekerja sembari menggendong mereka. Aku keluar dari rumah suamiku tanpa membawa apapun. Bagaimana bisa aku memberikan mereka makan sekaligus obat? Sedangkan aku terusir begitu saja tanpa sepeserpun uang. Pelakor itu justru memamerkan suami dan semua yang kumiliki ke media sosial. Bagaimana aku tidak pilu? Perlahan, anakku sakit-sakitan. Aku meminta sedikit uang kepada ayah mereka, ayahnya justru berkata jika semua uang yang ia miliki dibawa oleh mama baru! Siapa yang tidak sakit hati?" Maria mulai terisak.
"Sakit hati? Jika dipikir, aku juga merasakannya. Terlebih, saat Ben dan Bella menanyakan keberadaan ayahnya. Rasa sesak itu terus hadir. Aliando, ingin sekali aku menginjak harga dirinya. Hati ini juga menuntut balas dendam. Tapi, aku dan Aliando bagai langit dan bumi. Aku juga baru saja bangkit dalam keterpurukanku." Leora membatin.
Setelah kejadian malam itu, kini telah dua bulan berlalu. Sejak saat itu, Leora akan menjalani perannya sebagai ibu ketika siang hari. Kemudian sebagai mawar hitam, ketika wanita itu tengah bertugas di malam hari.
"Tiga ratus juta. Apa itu sudah cukup untuk satu misi yang berhasil kau bereskan?" tanya seorang pria berusia paruh baya.
"Terima kasih. Aku akan mencairkannya sejauh mungkin. Lalu mengambil jarak satu minggu setelah kejadian ini. Ternyata Anda menambahkan 5 juta? Terima kasih." Seorang wanita berpakaian serba hitam segera menyimpan cek tersebut ke tempat yang aman.
"Sama-sama. Aku suka kinerjamu. Begitu rapi. Kau akan pergi, dengan tali itu? Nona Black Rose, ini adalah lantai tujuh!" Pria itu mengingatkan. Sedikit terpana dengan siluet tubuh Black Rose.
Wanita itu menarik ring di ujung yang lain. Di mana ring tersebut terdapat tali climbing yang panjang. Tak hanya itu, ring besi ujung lain ia tambatkan di sebuah tiang yang Black Rose perkirakan mampu menopang beban berat. Mendengar pria itu mengingatkan di mana ia berada, Rose mengulum senyuman menawan.
"Selamat tinggal," ucap Rose sebelum akhirnya terjun ke bawah dengan begitu mudah. Sesampainya di bawah, wanita itu masih sempat tersenyum sebelum akhirnya menghilang di kegelapan.
Rose segera mengendarai mobil yang sebelumnya ia parkir di suatu tempat. Wanita itu dengan cepat berlalu dari sana. Mengemudikan lamborghini dengan kecepatan tinggi. Harus segera menghilang dari sana. Setelah Rose rasa jauh dari lokasi sebelumnya, Rose menghentikan mobil. Di dalam mobil, ia mulai melepaskan topeng wajahnya.
"Saatnya menjadi Leora." Leora kembali menginjak pedal gas. Mengemudikannya sejauh mungkin.
Ceklek.
Maria, wanita paruh baya itu tersenyum saat melihat Leora telah kembali dari misi. "Mau aku bikinkan kopi?" tawar Maria.
"Tidak perlu. Bagaimana Ben dan Bella? Apa mereka rewel saat kutinggal?" tanya Leora.
Semenjak kejadian kala itu. Leora dan Maria hidup bersama. Maria mengambil alih peran Leora saat Leora menjalankan misi. Leora mengamati dengan seksama ekspresi wajah Maria.
"Kenapa?" Leora kembali melontarkan pertanyaan.
"Ben dan Bella tidak rewel," sahut Maria kemudian.
"Bukan. Bukan itu yang aku tanyakan. Kenapa dengan wajahmu?" Leora keras kepala.
"Bagaimana keadaanmu? Aku menyesal telah membiarkanmu terseret arus. Harusnya aku bisa mencegahmu. Kenapa kamu malah bersusah payah berlatih semua hal tentang kekerasan bahkan memainkan senjata api," sesal Maria.
Leora tersenyum. "Keadaanku baik-baik saja. Selagi aku tidak ada, tolong jaga Ben dan Bella untukku," pinta Leora.
Maria menggelengkan kepala perlahan. "Tanpa kamu minta sekalipun, aku akan menjaga Ben dan Bella seperti anakku sendiri. Tapi kamu, Ra. Aku menyesal dan menyadari dosaku. Kenapa kamu malah mengikuti jalan kegelapanku?" tanya Maria dengan wajah yang sendu.
"Bu, seperti yang pernah kamu katakan. Seorang penjahat, pasti terlahir dari orang yang terluka. Leora tidur dulu. Hentikan topik pembicaraan ini. Leora tahu resikonya," tukas Leora.
"Aku sudah memilih jalan kegelapan ini untuk mengejar kesetaraan dengan si brengsek itu. Setelah aku memiliki kemampuan, aku akan menginjak pria itu dengan perlahan." Kata Leora dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Imma Juhamzah
bingung dgn jalan ceritanya, awalnya sbg penulis dan kerja dibutik, tapi cuma dlm waktu 2 bln bisa jadi superhero gitu..hhh..
2023-10-20
0