Angin membawa langkah mereka ke sebuah tempat tak berpenghuni, itu artinya tak ada orang selain mereka bertiga kecuali mungkin serangga, ulat, dan semut. Letak pohonnya sedikit di pinggir jalanan setapak yang sering dilewati warga.
Anginnya cukup sejuk untuk ukuran cuaca hangat menuju sore hari, pohonnya tak terlalu tinggi, namun cukup berbuah lebat. Dengan daun-daun hijau berlebar kecil, buah-buahnya tersebar di beberapa tangkai, tidak banyak bergerombol tapi kebanyakan berwarna merah, itu artinya buah telah matang pohon.
Andro mendongak ke arah atas dimana buah-buah kersen mengedip minta dipetik, mungkin dengan ketinggiannya ia cukup bisa meraih beberapa buah di atas kepala.
Dan benar saja, Andro menaruh ember berisi ikan impun lalu mengangkat tangannya tinggi-tinggi, ia cukup paham jika buah berwarna merah itu artinya matang. Dipetik lalu di lahapnya.
Hm, manis....
Kembali ia mengambil untuknya sendiri, sementara kedua gadis beda generasi itu masih mencari cara untuk naik ke atas pohon.
"Upa diem, biar ceceu yang manjat!" ujar Naya, ia kembali menanggalkan flatshoesnya itu untuk naik ke atas pohon buah yang berasal dari benua Amerika wilayah tropis ini. Hidup di kampung tuh rugi kalo ngga bisa manjat, ngga bisa nyolong buah tetangga!
Melihat Kanaya bersiap memanjat, Andro menghentikannya, "stop! Stop! Kamu mau ngapain?"
"Manjat lah, masa mau rebahan?!"
"Manjat?" tunjuk Andro ke atas diangguki mantap Naya, "bapak awas! Jangan ngintip, nanti matanya buta!" ancamnya.
"Tunggu!" Andro sudah tak sungkan lagi menahan Kanaya, "kamu sama upa diem. Biar saya yang ambil!"
"Bisa?" tanya Naya meremehkan, Andro mendengus tak menggubris.
"Jangan lah nanti jatoh lagi, nanti bapak nyalahin saya, minta ganti rugi!" ujar Naya.
Ia tak terlalu paham, perempuan modelan apakah Kanaya ini, segalanya ia lakukan sendiri, sampai manjat pohon?
"Lagian saya udah biasa pak, manjat-manjat gini mah kecil lah!" ia menjentikkan jarinya enteng lalu memegang batang pohon bersiap untuk naik ke dahan kaya ulet keket, Andro berdecak kesal, ngeyel!
"Ck, bandel!" Dengan sekali hentakan Andro menarik tubuh Kanaya dan membawanya menjauhi pohon kersen.
"Eh, eh! Pak! Saya laporin bapak ya, udah gendong-gendong tanpa ijin," serunya sewot mencoba berontak, Upa hanya cengengesan melihat ceceu di gendong begitu layaknya hasil panen oleh bapak-bapak ini.
"Kamu tuh perempuan. Kalo kamu jatuh, atau celaka gimana?! Properti kamu tuh modal utama hidup!" ujar Andro, membuat Kanaya mengerutkan dahinya, "properti...properti, apa sih! Ngawur!"
"Bocahh---bocah, ck! Gue Kawinin juga nih!" gumam Andro menggerutu, terbayang jika ia memilih Kanaya menjadi kandidat calon istri, pasti stress---pasti bandel---pasti pusing---pasti dan pasti ia jadi penderita hipertensi di usia muda!
"Diem disini sama upa!" tegas Andro menatap Kanaya tajam, membuat Kanaya mengalah, baru kali ini ada seseorang lainnya yang dapat membuat Kanaya diam selain ibu, teteh, bapak karena yang terakhir itu Salman, sudah ia buang jauh-jauh dari hatinya.
"Galak! Udah dingin, cuek, galak pula! Saya tebak bapak suami-suami galak!" gerutu Naya.
"Saya belum nikah," balas Andro yang mulai memanjat pohon.
"Kalo gitu saya jamin nanti bapak bakalan jadi calon suami-suami menakutkan kaya di sinetron, galak, jutek, dingin, ah pokoknya ngga akan ada yang tahan!" omelnya dari bawah.
"Sembarangan, so tau! Kaya yang pernah coba aja!" balas Andro sudah berada di atas.
"Ngga usah dirasain juga udah bisa diliat pak! Siapapun bisa liat, mana ada yang mau sih sama laki-laki galak!" omel Kanaya.
"Mau nyoba?" seringai Andro.
"Engga, takut direbus!" jawab Naya, keduanya malah berdebat membuat Upa sedikit kebingungan, sebenarnya mereka tengah meributkan apa?!
"Ceu, suami apa sih?!" tanya Upa.
"Suami itu kaya abah, sama enin. Kalo abah itu suami---kalo enin itu istri, nah nanti tuh suami istri punya anak!" jawab Kanaya mendasar. Andro tertawa dari atas mendengar penjelasan Kanaya. Sontak saja Kanaya memicingkan matanya merasa dicibir oleh bapak-bapak hot satu ini.
"Bapak ngetawain saya?!" ia memungut bebatuan kecil dan melempar Andro dengan itu membuat Andro harus menghindari serbuan peluru bebatuan dari bawah, "wey ah! Kanaya!" kakinya melambai dan memberi isyarat menghindar. Ia bahkan membalas Kanaya dengan melempari gadis itu dengan kersen, yang otomatis dipunguti upa, "asikkk! Hujan kersen!!!" tawanya renyah lalu memakan buah itu bersama Naya.
"Kanaya! Awas kamu ya!" Andro masih mencoba menghindar dari Kanaya yang melemparinya dengan batu sambil tertawa. Pria itu memutuskan untuk turun.
Sreeekkk!
Andro mendadak diam, sementara Kanaya langsung menoleh ke arah sumber suara, sejurus kemudian ia menyemburkan tawanya sampai puas. Naas betul nasib Andro, karena langkah yang terlalu lebar dan terburu-buru, celana yang dipakainya robek di bagian belahan pan tat. Ia langsung melompat turun, bisa-bisanya nih celana ngga bisa diajak kerenan dikit!
"Haha! Apa saya bilang, kan jadi sobek celananya!" Naya masih tertawa, sementara si muka datar itu kalem saja, toh ia selalu melapisi bo xer di dalamnya.
"Sini coba saya liat!" pinta Naya, "gede tuh pak, sobeknya!" ia masih saja tertawa.
"Enak aja, nanti kamu liatnya kemana-mana!" Andro kini meraup beberapa buah yang barusan ia petik dan dikumpulkan Upa bersama Naya dalam sebuah daun yang dipincuk.
"Ih, pede amat!"
"Udah keliatan dari muka kamu, muka-muka orang mesum!" cibir Andro menghardik.
"Dijaitin aja sama ceceu, om! Kan ceceu bisa jahit, nanti di rumah ada jarum sama benangnya," ujar Upa.
"Ya ceu?!" kini ia menoleh pada Kanaya. Kanaya mengangkat kedua alisnya dan bergidik, "wani piro?!" kemudian ia terkekeh.
"Ceu, upa lapar..." ujarnya memelas menarik ujung dress Kanaya.
"Yuk pulang, kita goreng ikannya! Bapak mau ikut ke rumah, atau nanti saya anterin ikannya ke rumah pak Akbar?" tanya Kanaya.
"Saya mau ikut! Nanti kamu bohong lagi," balas Andro sengak.
"Ck, suudzon terus! Ya udah ayok, tapi jangan ngeluh kalo rumahnya ngga kaya rumah pak Akbar," jawab Naya beranjak. Justru itu, Andro penasaran dengan keseharian gadis bermata bening ini, ia ingin tau---terlalu ingin tau, seorang Kanaya mampu membuat dirinya penasaran.
Mungkin jika Kanaya adalah orang kota, anak kuliahan, atau bekerja di salah satu perusahaan lalu ngekost, atau anak dari keluarga terpandang dan berlingkungan sama sepertinya, Andro tak akan se-penasaran ini pada gadis yang sudah menertawakan celana robeknya itu. Mungkin juga jika Kanaya itu baik, mengaguminya terang-terangan sambil bawa hampers ke rumah juga Andro tidak akan melirik Kanaya karena itu terlalu biasa untuknya. Tapi Kanaya,.....
"Sampe!" seru Upa berlari duluan dari Kanaya lalu membuka pagar kayu sebagai gerbang rumah mereka, Andro menyapukan pandangan ke arah rumah Naya.
"Ini rumah kamu?" tanya Andro. Kanaya menggeleng, "rumah ibu sama bapak..."
"Masuk lewat belakang aja ya pak, biar lebih deket ke dapur," tambah Naya membuka pagar kayu lebih lebar agar Andro bisa masuk, Andro mengangguk.
"Om Andro, lewat sini!" ajak Upa.
"Pa, di rumah ada siapa? Abah? Mang Arif?" tanya Naya tapi bocah itu menggeleng, "ngga ada siapa-siapa!"
Kanaya mengangguk, "oh, pada belum pulang kayanya. Abah kemana ya pa? Tumben!"
Langkah kakinya membawa Andro menemukan halaman belakang dan langsung ke arag dapur dan kamar mandi, banyak pula ayam-ayam yang dilepasliarkan, membuat Andro berhati-hati dalam melangkah takut menginjak ranjau darat yang ditebar di sepanjang halaman rumah Kanaya.
Andro mengerutkan dahinya, "rumah kamu ngga dikunci?"
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Land19
ketawa jahad kamu nay...
2024-10-15
0
♥♥Inna Jirayu JJ♥♥
Pak Arka saja smp pasang ring jantung akibat kelakuan nyeleneh shania yg suka bkin jantung deg2an krn ulahnya.
2024-07-08
3
Lia Bagus
ya ampun 🤣🤣🤣🤣🤣
2024-04-03
1