Naya lantas tertawa-tawa saat pak Akbar sampai jumpalitan nangkep kambing yang aktifnya mirip anak 4 tahun, emang ngga ada akhlak gadis ini, udah minta bantuan malah ngetawain orangtua bukannya nolongin.
Tawa renyahnya sontak mendapatkan omelan pak Akbar.
"Lebih cape ngejar kambing apa ngejar Dena, pak?!" tanya nya menyamakan kambing dengan anak bungsu pak Akbar.
"Sembarangan!" galak pak Akbar menyerahkan tali si kambing pada Naya dengan nafas yang sudah terengah-engah. Ia melepas peci dan menyeka keringatnya.
"Hatur nuhun pak Akbar yang paling ganteng!" ucapnya terkekeh menerima tali si kambing kemudian ia memarahi para kambing yang sudah sama capeknya dengan pak Akbar dan Naya, "kamu, nyosor-nyosor aja sama yang cantik mah, mbek!" omelnya mengacak bulu kepala si kambing tanpa rasa jijik, geli apalagi takut.
Mbekkkk!
Enzi, Andrew, dan Yudha meledakan tawa. Andro menggelengkan kepalanya, persis si Gale-Gale pong yang suka ngobrol sama kambing.
Lalu Naya tersenyum pada Yudha, "makasih juga buat aa kota yang kece badai udah bantuin Naya," ucapnya manis, membuat Yudha tertawa kecil, "lucu si neng...sama-sama."
Tapi tatapan hangat dan senyum manis itu berubah saat pandangannya beralih pada Andro yang sejak tadi memperhatikannya dan para kambing secara meneliti layaknya liatin ancaman. Naya langsung mendelik sinis saat netranya jatuh pada pria yang sejak tadi memasukkan tangan ke saku celana chino-nya itu, punya apa sih di dalem sana, sampe-sampe tuh tangan masuk terus?! Lagi main kelereng kayanya! Deliknya.
"Kamu kenapa masih disini, ngga bantuin ibu-ibu di rumah pak Kades?" tanya pak Akbar usil, siapa yang tak tau kisah cinta beda kasta Naya-Salman.
Naya menggidikan bahunya acuh, terlihat jelas raut wajahnya berubah drastis saat pak Akbar membahas Salman, pak Akbar langsung meledakan tawanya, "bercanda, Nay. Ya sudah saya lagi punya tamu...kamu jangan ngangon kambing disini, ada yang mau beli tanah pak Jamal ini!" ucapnya menunjuk Andro sopan. Seketika Naya beroh singkat seraya menatap penuh dengki pada Andro.
Ia menghentak-hentakkan kakinya di tanah sana, "semoga banyak setannya!!! Semoga banyak setannya !!!" sumpah serapah Naya menjejak tanah.
"Astagfirullah, Naya!"
Andrew dan Enzi sudah tertawa-tawa melihatnya.
"Ampun, nih bocah gila apa gimana?" bisik Yudha pada Andro, "kayanya," dengus Andro.
Tanpa diduga ia menghampiri Andro dengan congkak, tatapannya tajam membuat Andro tak bisa untuk tak mengerutkan dahi, setelah drama dukun santet barusan apa lagi yang akan gadis ini lakukan sekarang? Padahal ukuran tingginya jauh di bawah Andro sehingga membuatnya harus mendongak saat menatap netra hitam Andro tapi keberaniannya patut diacungi parang, "saya mah heran. Kalian teh lebih milih jadi kacoengnya tuh orang-orang sipit! Dikasih apa sampe rela ngerusak tanah sendiri?!" Definisi udah pendek sombong tuh ya si Kanaya ini.
"Naya!" pak Akbar langsung menarik Naya dari depan Andro, hingga ia sedikit bergeser dari tempatnya, namun Naya menepis seiring dengan tangan Andro yang memberikan kode agar pak Akbar menuruti apa maunya Naya.
Andro tersenyum miring, lalu sedikit membungkuk agar sejajar dengan Kanaya, "Kalo kamu udah tau, mau ngapain?" seringainya membuat Naya memundurkan langkah agar wajah Andro tak semakin dekat dan ia tak dapat menjamin untuk tak tersihir dengan si pemilik wajah tampan namun punya tatapan dan senyum menyeramkan itu.
Andro cukup paham, ia bisa menangkap maksud dari pertanyaan Naya, sepertinya yang gadis ini maksud adalah pabrik-pabrikan Jepang yang dibangun merusak indahnya kampung Giri Mekar dan Naya benci itu, menarik ! Gadis peduli lingkungan.
"Idih, kenapa nih bocah?!" gumam Enzi diangguki Andrew.
"Naya!" pak Akbar sudah geram dibuatnya.
"Tenang aja pak, Naya juga udah mau pulang, ngga usah dipanggil-panggil kaya antrian obat....bapak jangan nyesel kalo suatu hari nanti, Giri Mekar tandus, udah bukan desa yang indah lagi, karena banyaknya pabrik Jepang yang dibangun disini! Permisi, assalamu'alaikum!" Naya menggusur kambing-kambingnya kasar macam Pol PP gusur PKL untuk segera pergi dari sana dengan tatapan terakhir yang mendelik pada Andromeda.
"Anak kecil ngga akan ngerti Nay, pulang sana. Lagipula ini bukan buat pab-----" pak Akbar mele nguh panjang saat gadis itu sudah pergi, "Wa'alaikumsalam."
"Wa'alaikumsalam," gumam mereka.
"Dihhh---dia kenapa sih pak?" Enzi menyemburkan pertanyaan yang sejak tadi ditahannya dengan nada sewot.
"Maaf teh, aa, mas...maaf sekali...itu tadi Kanaya, sebenernya dia gadis yang baik. Tapi ya begitulah, sedikit antipati sama..." Pak Akbar menunjuk ke arah langit, dimana cerobong-cerobong asap pabrik sedang mengepulkan asap hitamnya, "pabrik."
Yudha, Andrew dan Enzi berohria, "pantes aja tadi bilang suruhan orang sipit.." Enzi tertawa mengingat ucapan Naya barusan.
"Maksudnya Jepang, hahaha!" Andrew tergelak.
"Dia yang kemarin waktu siang itu kan pak?" tanya Andro sekilas mengingat nama Naya yang pernah disebutkan pak Akbar kemarin, saat drama cinta anak kades.
"Betul mas. Tapi ya sudahlah, kenapa kita jadi bahas Kanaya, mau dilanjut lagi? Mau langsung ketemu juragan Jamalnya?" tanya pak Akbar. Yudha, Andrew dan Enzi saling melempar tatapan seolah bertanya satu sama lain.
"Jadi." Jawab Andro mantap, "langsung saja pak, jadi kedatangan saya kesini ngga sia-sia. Kalo minta ijin pak Kades gimana pak?"
"Oh gampang itu mas, tapi mungkin harus menunggu beres hajatan, nanti saya kontak dulu sekertaris kadesnya, untuk menjadwalkan kapan bisa ketemu..." balas pak Akbar, seraya berjalan kembali ke arah mobil.
Andro melihat ke arah jalan dimana Naya menghilang tadi. Wajahnya terkesan bulat, namun terlihat jelas alisnya menukik nan tajam mempertegas karakter dalam tatapan netra bulat yang bening diantara raut polosnya.
Tanpa riasan berlebih, wajahnya tetap segar ala remaja pada umumnya. Jika sekarang kebanyakan remaja kampung pun sudah dikontaminasi dengan make up, mungkin Kanaya bisa dibilang remaja yang masih natural.
"Kacoeng orang sipit," Andro terkekeh tanpa suara lalu masuk ke dalam mobil.
Ia berjalan diantara jalanan yang berbatasan langsung dengan sawah warga sepaket kekesalan yang menumpuk, mana hari mulai panas, telinga aja sampe co ngean kayanya. Pendengarannya berdengung saking keras suara jedag-jedug musik jaipong dari tempat hajat bikin kotoran telinga pada lompat dari dalam, padahal kan akad dan resepsinya besok! Tambah kesal saja gadis ini dibuatnya.
Sebanyak apapun ia komat-kamit melafalkan kalimat istighfar tetap saja tak membuat setan yang bersarang di hatinya keluar, yang ada di otaknya adalah bagaimana caranya ia membalas sakit hatinya.
"Naya harus datang di pernikahan a Salman!" gumamnya.
"Nay!" sebuah motor berisik berjenis 2 tak semakin membuat Naya geram karena knalpot ngebulnya mirip petugas puskesmas lagi foging.
Ia menghentikkan langkahnya seraya mengernyit, ditatapnya pemuda kampung yang kini duduk di atas motor butut itu.
Ia tersenyum geli melihat Kanaya menggiring kambing, "masih jaman *ngangon* mbek? Udah, mendingan nikah aja sama saya, Nay!" tawanya menggoda. Dengan mata memerah dan masih berbalut seragam khas pabrik Kinoy's berwarna biru navy, Naya tau jika Agus baru saja pulang dari shift malam, meski sebenarnya sudah terlalu siang untuk ukuran pulang kerja jam segini. Naya tebak, pemuda kampung yang hitam, cungkring, hidup ini tak langsung pulang melainkan mabuk-mabukan bersama teman-teman lainnya mengingat ini adalah tanggal gajihan para karyawan pabrik.
"Heh Agus, kalo kamu bisa kasih Naya mas kawin Gunung Rinjani sama samudra Hindia baru Naya mau!" sengaknya galak.
Agus terkekeh, "dasar cewek gila, mana ada mas kawin gunung." ia menggeleng.
"Nah itu! Udah tau Naya gila. Masih mau sama orang gila?!" dadha Naya sampai naik turun dibuatnya, ia memang gila mau-maunya layanin pemuda mabok begini.
Agus turun dari motornya lalu mendekati Naya yang sama sekali tak takut dengannya dengan sedikit sempoyongan, "jangan so jual mahal kamu, Nay! Udaahhh ngga usah kebanyakan mimpi, udah miskin belagu....ada yang mau sama kamu aja udah sukur!" jawabnya semakin menyebalkan dengan tatapan mendamba dan mesum.
"Karena Naya miskin, ngga punya apa-apa, makanya harus banyak mimpi! Dan kamu, bukan termasuk ke dalam mimpi baik, tapi mimpi buruk," ocehnya. Tau apa yang akan Agus lakukan, Naya dengan gerakan kilat mendorong Agus hingga pemuda mabok itu terjengkang dan jatuh ke dalam saluran irigasi sawah, "bang keeee! Kanaya!!" teriaknya ngamuk.
"Nah sekarang siapa yang keliatannya kaya orang gila?!" Naya segera menarik kambing-kambingnya dan berlari kabur secepat mungkin mirip orang lagi lomba sprint sama kambing.
"Kanayaaaa!" Agus nyuksruk dengan badan yang sudah basah kuyup dan kotor, "Anjiirrrr, kepala saya benjol ini!"
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Land19
waduuwwww
2024-10-15
0
Lia Bagus
walah adik saya tuh 😅😅
2024-04-03
3
Lia Bagus
ciee mas Andro diam diam merhatiin naya
2024-04-03
1