Mendadak kampung ini menjadi kampung tersibuk, mengalahkan sibuknya Las Vegas kala malam. Dari ujung ke ujung kayanya orang-orang lagi heboh sama #kawinan anak kades. Mulai dari makanan kecil sampe besar, mulai dari beras sampai daging mendadak di borong dari pasar dan jagal untuk perhelatan pesta rakyat pernikahan Salman. Wayang, jaipong, dangdut, sampe odong-odong, segala macam hiburan nantinya akan meramaikan kemeriahan pesta Salman, dengan mendatangkan artis ibukota sampai ibu kita kartini 😆 saking nih pernikahan mewahnya ngalahin royal weddingnya buckingham. Tenda biru dibentangkan di halaman belakang rumah sebagai dapur umum, kali aja birunya bisa ngalahin markas angkatan laut.
Memang tidak semua kaum perempuan terlibat ke dalam pasukan punggawa dapurnya resepsi Salman, karena beberapanya tetap harus bekerja di pabrik. Toh halaman belakang juga tak terlalu luas buat nampung kaum ibu sekampung, karena bukan lapangan upacara.
Ia meloloskan nafas lelah setelah pinggang dan punggungnya hampir encok gara-gara mengepel lantai rumah yang masih bergaya panggung. Mau dipel sebersih apapun tetap tak akan mengubah papan kayu jadi marmer.
Tangannya menyambar handuk dari gantungan yang terbuat dari tali tambang.
Tak ada bathtub apalagi shower, hanya gayung yang gagangnya sempat patah dan di betulkan, karena dulu pernah dilempar Arif untuk mengusir ayam yang tiba-tiba nyelonong nyosor pan tatnya waktu lagi nyuci tangan sambil jongkok. Tak ada sabun mahal yang kalo mandi tuh semua kumbang di seluruh penjuru desa pada nyamperin karena wanginya ngalahin serbuk bunga, hanya sabun batang caplox lavender yang menjadi pengharum dan pembersih alami, aroma badan Naya. Begitupun saat selesai mandi, tak ada make up atau skin care tertentu yang ia pakai. Hanya bedak tabur cap nona kuning.
Gadis ini mengepang rambut sepunggungnya mirip elsa, gaya rambut andalannya.
Naya memilih berjalan-jalan demi menghirup udara segar setelah beres-beres rumah. Tak ada outfit khusus macam anak pengusaha ternama, baginya semua baju tak ada yang istimewa kecuali baju lebaran, itupun entah tahun mana. Ia sampai lupa, kapan membeli baju untuk yang terakhir kalinya karena kebanyakan baju yang ia pakai adalah hasil turunan milik teh Marni. Kemeja lengan pendek berwarna pink baby dan rok rempel selutut berbahan licin nan ringan, kena tiupan angin auto nari-nari India.
Naya mengunci pintu rumah, tak peduli jika nanti bapak pulang lebih awal, yang jelas ia hanya ingin keluar nyari angin siapa tau diajakin terbang, padahal sihh...tak dikunci pun tak akan ada maling yang mau masuk ke dalam rumahnya, bukan karena terlalu sombong, tapi memang tak ada barang berharga di dalamnya, selain tv tabung yang sudah usang dan radio butut yang antenanya saja sudah dikaretin, banteran kalo dijual ke tukang rongsok pun cuma dapet permen men tos seplastik.
Kakinya meraba-raba mencari sandal tanpa harus melirik lagi ke bawah, ia tarik setengah diangkat pagar kayu dan mencantelkan tali pengikat ke dalam leher bambu yang menjadi kunci darurat pagar.
Entah kemana angin akan membawa langkahnya yang sudah gontai tanpa arah tujuan kaya layangan. Disaat orang lain sibuk dalam euforia persiapan pesta, ia hanya bisa memandangi langit kampung yang kini sudah tak sebersih dulu dengan alis mengernyit menghalau sinar mentari. Banyak cerobong asap pabrik yang mengepulkan asap hitam proses produksi menghiasi langit Desa Giri Mekar.
Semakin tahun, lahan pesawahan dan kebun di desanya semakin tergeser dengan keberadaan pabrik milik investor dalam negri maupun asing. Komoditas utama desa sedikit-sedikit mulai berkurang, entah berapa tahun lagi mereka akan mulai absen memasok beras dan tanaman sayuran ke pasar. Karena kini mayoritas warganya sudah beralih jadi karyawan pabrik, menjadi buruh pekerja di tanah sendiri. Mengubah kebiasaan mandiri, dan produsen menjadi kacung. Ia memungut sebuah kerikil dan melemparnya sembarang, "kalo Naya kuliah mah! Bakalan Naya ubah desa ini balik lagi ke semula!"
"Pagi-pagi udah pada pergi ke sawah, ladang...bukannya cetrak-cetrek mencetin tombol mesin, buang limbah ke sungai!"
"Naya bakalan majuin desa, jadi desa agrowisata!" ia menghembuskan nafasnya lelah, menendang-nendang udara seolah itu adalah sebuah bola sepak. Diantara cuaca yang mulai panas, Naya berjalan ke arah pesawahan dimana sebuah saung kecil nan kotor masih tegap berdiri meski tak terlalu layak.
Sekedar berteduh karena sinar UV sudah teramat menyengat kulit, Naya menyipitkan matanya ke arah jalanan di sebelah kanan, sebuah sepeda motor terlihat mendekat ke arahnya.
Betapa terkejutnya Naya, degupan jantungnya mulai tak normal. Sesosok lelaki rapi nan tampan mewangi itu memelankan laju sepeda motor bysonnya. Sepeda motor andalan yang bikin iri para pemuda seantero kampung.
"Assalamu'alaikum Naya," wajahnya menyiratkan rasa penyesalan dan sedih yang teramat.
"Naya permisi a," Naya terburu-buru hendak pergi dari sana namun lelaki itu menahannya. Ada beban berat yang menimpa dada.
"Tapi Nay," Salman sudah turun dari motornya dan mencekal pergelangan tangan Naya.
"Aa mau minta maaf sama Naya, aa terpaksa... aa sayangnya sama Naya....kalau Naya mau, kita bisa kawin lari," ucapnya. Naya menatap Salman jengah, "aa teh jangan becanda! Ngga liat orang sekampung lagi ngapain sekarang? Aa ngga tau gimana perasaan Naya! Kenapa aa ngga bilang gitu sama orangtua aa waktu pas sebelum dijodohin, kenapa baru sekarang dan bilangnya sama Naya?!"
"Aa terpaksa Nay, maaf. Ngga ada niatan buat khianatin Naya, tapi aa terpaksa...."
Ia menghembuskan nafasnya lelah, kemarin ia memang terpuruk, jatuh bahkan sampai berpikiran bo doh, tapi manusia itu pada dasarnya manusia berakal dan berilmu, tak mungkin jika ia akan terus meratapi nasib buruk.
"Meski berat, akhirnya Naya tau...kalo Naya memang harus sadar diri, hidup Naya masih harus tetap berlanjut, ngga stuck di a Salman...Naya ngga bilang ikhlas juga a, karena memang pelajaran ikhlas tuh susah lulusnya! InsyaAllah kalo aa mau nikah, Naya bakalan lepas aa..." gadis itu berusaha tegar meski sudah kembali menangis, ia bahkan mengusap kasar wajahnya dengan punggung tangan dan ujung kemeja tak mau terlihat lemah, ingat kata ibu...orang kecil itu pantang lemah, kalo lemah ya ngga makan!
"Semoga a Salman bahagia sama pilihan orangtua aa," Naya memilih pergi meninggalkan cinta pertamanya...dia yang lebih memilih diam di depan orang lain ketika Naya dicemooh karena mengharapkannya, dia yang lebih memilih setuju dan pasrah saja, dia yang lebih memilih mengajak menikah diam-diam dan lari dari kenyataan, tak sangka....dia seorang pengecut!
"Nay!"
"Naya! Aa teh sayang sama Naya!" teriak Salman, sementara Naya setengah berlari menjauhi Salman, kalaupun harus terjatuh-jatuh akan ia terima.
Pergilah kasih....
Aku ikhlas melepasmu....
Selamat tinggal cinta....
Dari kejauhan Andro dan pak Akbar sedang mengelilingi desa menggunakan motor pak Akbar, sudah sekitar 2 hari Andro berada disini, menurut pak Akbar jalanan di desa ini lebih enak dijelajahi dengan motor, katanya biar my trip my brummm brummm.
Drama cinta similikiti tersaji menjadi tontonan Andro, baru ia tau jika para muda-mudi desa ini juga bibit-bibit manusia alay dan calon pemain ftv, emang dasarnya manusia lempeng, Andro tak sedikit pun tersentuh apalagi sampai mewek gebukin punggung pak Akbar.
"A Salman," sapa pak Akbar membuyarkan pandangannya ke arah berjalannya Naya, gadis dengan kepangan itu semakin mengecil karena menjauh.
Tatapan Andro bergantian melihat Salman dan punggung Naya.
"Eh, pak Akbar...."
Alis ketiganya mengernyit karena panas.
"Mau kemana pak?" tanya Salman kemudian meneliti pria di samping pak Akbar, dari atas sampai bawah ia tampak....kota banget! Apakah di wajah Andro kini ada taksi onlinenya? Ataukah busway? Sampai bisa menyimpulkan jika Andro kota banget?
"Mau liat-liat desa a, oh iya! Ini kenalin, mas Andro dari Jakarta mau hunting tempat buat cafe..." pak Akbar mengenalkan Andro.
"Andromeda,"
"Salman," keduanya berjabat tangan.
"Mas Andro, ini a Salman...anak pak Kades, calon manten!" goda pak Akbar.
"Oh, calonnya yang barusan pergi a? Maaf ganggu, silahkan diterusin aja ngejarnya..." Andro merasa bersalah sudah mengganggu keduanya yang sedang terlihat bertengkar.
"Oh, bukan itu...." Salman bingung menjawabnya.
"Itu teh Naya, a?" tanya pak Akbar.
Salman mengangguk, "iya pak. Saya permisi dulu!" Salman lebih memilih pamit daripada nantinya pak Akbar akan bertanya yang lebih lagi tentang ia dan Naya. Padahal jelas-jelas 3 hari lagi ia akan menikah dengan anak camat kampung sebelah.
"Mangga,"
Andro memasukkan tangannya ke dalam saku celana seraya memandang kepergian Salman dengan motor bysonnya.
"Haduhhh, aneh-aneh aja!" keluh pak Akbar.
"Kenapa pak?"
"Biasalah anak muda, mas Andro. Sukanya sama siapa nikahnya sama siapa..."
Andro berohria tanpa suara, memang sungguh manusia lempeng.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Lia Bagus
ada semua 🤣🤣
2024-04-02
0
Lia Bagus
siapa nih
2024-04-02
0
Lia Bagus
aamiin
2024-04-02
0