Kanaya menoleh ke belakang saat dengan mudahnya membuka pintu dapur, "ngapain? Ngga akan ada maling masuk, disini ngga ada barang berharga selain harga diri yang udah dipandang sebelah," senyumnya miring lalu tertawa sumbang.
Andro masuk terlebih dahulu ke arah toilet untuk bersih-bersih, ia tersenyum melihat perwujudan gayung yang kaya korban kecelakaan abis operasi.
Andro bahkan harus menunduk saat melewati gawang dapur rumah, mirip pintu rumah hobbit! Takutnya jika ia tak menunduk, keningnya akan menabrak gawang pintu dan ambruk.
"Tunggu sebentar ya pak, saya ke dalem dulu!" pinta Naya. Sementara Upa menemani Andro di dapur, gadis itu menggoyangkan kakinya yang menggantung saat duduk di kursi seraya nyemil kersen.
"Nanti sore kamu sama ceceu, ke rumah pak Akbar...kita beli barbie sama martabak sesuai janji om," Andro mengusap pucuk kepala Upa, ada rasa sayang yang tiba-tiba saat melihat wajah lugu Puspa, tak tau kenapa seperti kasihan, iba atau semacamnya. Hanya satu yang jadi pertanyaan Andro, apakah keluarga ini ada turunan Arab? Pasalnya wajah Kanaya dan Puspa begitu jauh berbeda.
Kanaya sudah kembali dengan baju rumahannya, celana selutut dan kaos dengan leher membleh, rambutnya pun sudah dikepang satu.
Aduh, Ndro! Baru liat begituan aja langsung oleng! Andro melihat ke arah lain. Padahal ia biasa melihat gadis-gadis sexy dengan make up bak supermodel tapi tak sampai bikin jakunnya naik turun. Ini cuma gadis desa, yang pake kaos! Fix, ia kebelet nikah!
Dan apa selanjutnya, gadis itu langsung berhadapan dengan kompor seolah sudah biasa tanpa kesulitan.
Tangan-tangan lihainya menumbuk bawang putih dan garam lalu menyampurkannya dengan ikan, sat--set!
Ia merogoh saku celana, "beli terigu seperempat," pintanya pada Upa. Gadis kecil itu menyambar lembaran uang dan bergegas pergi.
Bukan karena kebolehannya telah memenangkan piala olimpiade ataupun pemenang ajang bergengsi lainnya, tapi sosok Kanaya mampu membuat Andro spechless, di usia 19 tahun Kanaya sudah memiliki kriteria seorang istri. Bukan ia yang dengan segudang jabatan atau harta melimpah, namun semua syarat menjadi seorang istri idaman versi Andro ada pada Naya.
Melihat keterdiaman Andro, Naya buka suara, "pasti bapak dari tadi mikir, kenapa upa beda wajahnya ya kan?" Kanaya tersenyum miring seraya mengaduk-aduk ikan.
"Puspa, anak teh Marni, turunan pria Arab...tapi siapa ayahnya...cuma teteh yang tau," ada raut wajah dan nada kesedihan di muka Naya. Andro mengangguk singkat, tanpa harus Kanaya menjelaskan ia paham siapa Puspa.
"Kamu masih niat kuliah di kota?" tanya Andro.
Naya menatap Andro, mencari sorot mata mencibir seperti yang biasa orang sekampung lemparkan untuknya, namun ia tak menemukannya, Andro terlihat serius kali ini.
Kemudian Kanaya kembali menunduk menatap baskom berisi ikan, "ngga tau. Niat saya udah tinggal setengah lagi, sekarang yang jadi pikiran saya gimana caranya kerja buat bantu ibu,"
"Kamu bisa kerja sambil kuliah," balas Andro.
"Tapi biaya kuliah mahal pak, lagian udah hampir 2 tahun saya keluar dari SMA, apa masih bisa?"
"Why not?" Andro balik bertanya. Ia ingin tau seberapa kuat mentalnya, apakah setelah melalui semua ini ia masih cukup tangguh untuk memperjuangkan mimpinya? Andro melipat kedua tangan di dadha.
"Cari kerja sekarang susah pak,"
"Terus, dulu...apa yang bikin kamu yakin bisa kuliah di kota?" tanya Andro. Kanaya tersenyum miring, obrolan ini seolah membuka luka kemarin sore.
"Karena ada orang lain yang mendukung, awalnya! Di saat orang lain bilang saya ngga bisa ngukur kemampuan, dia yang support, kita punya visi hidup yang sama, kepengen bikin Giri Mekar balik kaya dulu, jadi desa agrowisata. Menurut Naya, gender ngga bisa dipake buat tolak ukur seseorang untuk meraih pendidikan. Perempuan pun berhak punya pendidikan tinggi, ngerubah nasib, ngga gitu-gitu terus, ngga meneruskan budaya nikah muda dan buta pendidikan, jadinya gampang di be go-be goin, gampang diinjek, ngga sedikit juga Naya nemuin temen yang ngalamin kdrt terus di bentak-bentak dengan kalimat yang sama, udah untung kamu dinikahin! Kamu cuma perempuan bo do, sekolah aja cuma sampe sd-smp! Miris kan, pak?!" tatapnya, mungkin ini adalah kali keduanya saling menatap dalam menyelami pikiran masing-masing.
"Ceu, ini terigunya! Aduhh, capek, panas!" keluhnya, upa langsung menjatuhkan diri di kursi, menghentikan obrolan dan tatapan serius antara Kanaya dan Andromeda.
Andro terkekeh melihat ekspresi Upa dan mengusap pucuk kepala bocah perempuan yang duduk di sampingnya.
"Emang di warung pak Engkos ngga ada, pa?" tanya Naya mulai membuka bungkus terigu dan menumpahkannya di piring plastik.
Upa menggeleng, "ngga ada. Makanya harus ke warung haji Imron!" jawab upa.
"Good girl! Nanti ceceu kasih upah 2 ribu!" senyum Naya, caranya memperlakukan Upa semakin membuat Andro yakin. Kanaya menyalakan kompor dan menumpahkan minyak ke dalam wajan, setelah dirasa panas ia memasukan ikan-ikan itu, menggorengnya hingga warnanya kecoklatan.
"Kanaya, nanti sore kamu sama Upa ke rumah pak Akbar. Saya punya janji sama Upa buat beliin dia barbie sama martabak!" ujar Andro mencomot impun goreng bersama Upa.
Hm, enak!
"Iya." Jawab Naya singkat tanpa mendebat.
Kanaya sudah kembali dari kamar mandi, "pake baju mana ya?" mendadak rasa gugup melanda hati, kalo cuma pake kaos dan celana selutut takut dibilang kampungan, atau ditertawakan Andro.
Loh! Kenapa ia harus segugup itu? Biasanya juga cuek bebek?!
Kanaya lantas menarik baju dress selutut lainnya bermotif bunga dari lipatan pakaian dalam lemari.
Ia melihat dan meneliti, "kaya mau kondangan ngga sih?" alisnya berkerut.
"Ceceu! Cepet! Nanti om Andro keburu pergi!" teriak Upa dari luar kamar mengetuk-ngetuk kamarnya, ia sudah tak sabar untuk segera memegang boneka barbie baru.
"Iya ih! Bentar!" jerit Naya.
Terdengar pula Arif menimpali, "mau kemana sih?! Pada heboh banget, siapa om Andro, pa?" tanya nya penasaran.
"Pacar baru ceceu!" tawa Upa usil.
"Bukaannnn ih !!" teriak Naya dari kamar.
"Pacar? Wah! Wah, yang mana nih?! Gantengan mana sama a Salman?!" tanya Arif lagi, sementara ibu hanya senyam-senyum sendiri dari belakang.
"Salman---Salman--Salman mah ke laut aja!" sarkas Naya.
"Mas Andro mau ngajak jalan, ceu?" tanya ibu ikut nimbrung. Ceceu keluar dari kamarnya, merapikan sisa-sisa lipatan dress, "dia punya janji sama Upa, mau beliin boneka barbie sama martabak tadi siang, bu." Muka Naya memerah.
"Anjayyyyy! Ceceu, tumben make dress gini! Geulis lah! Udah siap dikawinin," goda Arif menaik turunkan alisnya, membuat Kanaya mencebik kesal, "Ck, biar rapi! Ah udah ah! Hayu, pa!" ajaknya.
"Bu, ceceu sama Upa pergi dulu. Assalamu'alaikum!" segera ia meraih tangan ibu dan salim takzim.
"Wa'alaikumsalam," ibu mengulas senyuman tipis.
Kanaya memakai kembali flatshoes dan menggandeng Upa keluar rumah bersamaan dengan bapak kembali ke rumah, ia mengerutkan dahi melihat anak gadisnya itu pergi dengan pakaian yang biasa ia pakai untuk pergi kalo ada acara piknik atau kondangan.
"Bu! Ceceu sama Upa mau kemana?" tanya bapak.
"Ketemu pacar ceceu yang baru!" jawab Arif menjatuhkan diri di kursi.
"Apa, pacar?! Pemuda kampung mana lagi yang jadi pacar Naya? Kanaya itu dipingini pak Agung, bu! Pak Agung sampai mau kasih mahar gede!" sengitnya.
Ibu menatap suaminya dengan alis bertaut, "bapak mau jodohin ceceu sama pak Agung?! Yang benar saja pak, pak Agung itu duda, hampir seumur bapak!" ia tak terima jika Kanaya harus bersuamikan pak Agung.
"Tapi hidupnya bakal terjamin! Bapak kira awalnya juga pak Agung cuma mau bantu, tapi tadi dia ngga sengaja datang ke kondangan liat ceceu, terus pas bapak main ke rumahnya, dia bilang kesemsem sama anak kita, ada niatan baik mau lamar Kanaya," jawab bapak.
"Arif, mandi! Sudah sore!" tegas ibu pada anak lelakinya, Arif segera mengangguk dan beranjak, tau jika itu adalah kode untuknya dari ibu agar pergi.
"Emangnya bapak mau, anak kita sama duda? Tua?! Saya ngga setuju!" jawab ibu.
"Halah! Yang penting kan banyak uang! Naya juga kalo mau kerja, bisa gampang masuk pabrik!" balasnya melengos ke dapur.
"Buatkan kopi!" titahnya pada sang istri.
"Ceu, kita nanti naik apa?"
"Terus belinya ke toko mana?"
Sepanjang jalan Upa begitu antusias bertanya, saking tak sabarnya, ia sampai tak fokus pada jalanan dan sempat tersandung batu, namun anehnya yang merasakan dingin di area tangan adalah Kanaya.
Duh, kenapa jadi gini sih! Gumamnya, apakah karena udara sore yang mulai mendingin?
Rumah pak Akbar sudah terlihat di pelupuk mata, bersama dengan sebuah mobil yang terparkir bersama motor pak Akbar.
"Assalamu'alaikum! Om Andro!" seru Upa melepaskan tangannya dari pegangan Kanaya dan berlari menyerbu pintu rumah pak Akbar.
"A Rezki, Devi, Dena!" panggil Upa menyeru.
Pintu terbuka menampakkan Devi, "eh ada Upa!"
Andro yang memang sudah bersiap dengan kaos berlapis kemeja kotak-kotak hitam putihnya.
"Itu Puspa kan?" bu Dewi mengernyit.
"Iya bu, saya ada janji sama Upa dan Kanaya," jawab Andro, seketika jawaban Andro membuat bu Dewi tersenyum geli menatap pak Akbar.
"Kanaya? Naya, mas?" tanya pak Akbar memastikan.
"Iya, pak." angguknya mantap lalu kemudian Andro keluar rumah seraya ijin keluar, "pak, bu, saya keluar sebentar..."
"Iya mas," keduanya mengangguk.
"Om Andro!" sapa Upa sedikit kencang, Kanaya yang memilih berdiri menatap desanya dari halaman rumah pak Akbar menoleh.
DEG !
Bapak-bapak hot itu terlihat berbeda, yang Naya lihat saat ini adalah pria matang nan tampan khas Indonesia.
"Astagfirullah, kelilipan ini mah....kelilipan pesona!" gumam Naya.
"Mau sekarang?" tanya Andro.
"Sekarang mau ngapain?" Kanaya mendadak blank.
Andro tertawa membuat jakunnya naik turun.
"Nikah!" tukas Andro.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
aas
gass Ndro 🤭🤭
2025-03-07
0
Julia Juliawati
hayuuuu 🤣🤣
2024-12-02
0
Land19
plis lah bapa e Naya .
jangan mentingin ego nya sendiri .
2024-10-15
0