"Loh, bu..mau kemana? Pagi-pagi sudah rapi?" tanya Andro berbasa-basi biar ngga dikata tamu ngga tau diri.
"Itu mas, pak kades kan mau adain hajat gede-gedean, anak lelakinya menikah, jadi hari ini ada pengajian sama acara siraman, ya otomatis warga pada dateng ke rumahnya, yang ngaji nanti abis dzuhur terus siapin prasmanan buat hari H juga dari pagi..." jawab bu Dewi, ia mengikatkan kedua ujung kerudung segi tiganya di depan dada, hingga membuat simpul.
"Kalo gitu saya pamit dulu mas Andro, nanti ada bapak yang temani," pamitnya membawa serta bocah yang paling kecil, Dena.
"Iya bu," Andro jadi mengingat dengan gadis dan pemuda yang ia temui kemarin, mau nikah saja pestanya udah dari kapan hari, berapa tuh biaya yang dikeluarin? Sampe ngikutsertakan orang sekampung.
Mobil berplat Jakarta kini terparkir satu lagi di halaman rumah pak Akbar. Sudah sejak pagi tadi Enzi, Yuda dan Andrew sampai disini. Tak ingin berlama-lama menunda untuk segera membangun cabang dari angkringan.
"Sekarang aja apa gimana?!" tanya Yuda tak ingin menunda-nunda padahal Enzi dan Andrew sudah rebutan buat eksplore dulu wilayah desa, kebetulan sekali letak rumah pak Akbar aga sedikit tinggi, jadi pemandangan seluruh desa bisa terlihat, meskipun indahnya sawah, beberapa aliran sungai dan kebun harus di minusi oleh pabrik.
"Bentar dulu!" Enzi kembali mengarahkan lensa kameranya ke arah landscape di belakang yang dilatarbelakangi oleh gunung, pesawahan dan aliran irigasi, macam di gambar-gambar anak SD.
Pak Akbar keluar dari rumah seraya membetulkan peci hitam macam Soekarno'nya, siap untuk memandu para owner ini untuk melihat lahan pilihan Andro.
"Jalan sekarang mas?" suara itu memecah fokus lensa kamera yang sedang menangkap gambar si empunya.
"Yok, ayokkk--waktunya kerja wankawan---" Yuda berseru.
Keempatnya ditambah pak Akbar masuk ke dalam mobil.
"Ayo bapak Andro, monggo duluan !"seru Andrew.
Mobil mulai bergerak menuju lokasi tanah milik Pak Jamal yang sebelumnya sudah Andro lihat.
"Naya!" teriak bapak dengan membawa 5 kambing yang cungkring-cungkring, mirip si gembalanya.
Diiikatkannya tali yang melingkar di leher para kambing di pagar belakang rumah, sedikit rusuh...mungkin karena para kambing yang pecicilan dan tak bisa kalem, berharap menemukan sesuatu untuk dimakan di belakang sana.
"Pada diem dulu disini! Tunggu!" sarkasnya dijawab lengkingan suara mbek, ya iyalah ngga mungkin kan tuh kambing jawabnya *Ashiappp*!
Bapak masuk ke dalam rumah, mencari keberadaan anak keduanya, "ceceu!"
Kembang desa yang tengah duduk di lantai kamarnya itu sedang khusyuk merapikan dan mengabsen persyaratan untuk melamar kerja, lantas menghentikkan sejenak kegiatannya demi menjawab panggilan semesta.
"Apa?!" balasnya tak kalah menjerit, pagi-pagi sudah pada teriak-teriak padahal ibu tuh masak tumis buncis bukan tumis toa.
"Tolong gembalain kambing-kambing punya nya pak Entis ke kebun pak Jamal sebentar, bapak ngga kuat kepingin *nyetor* dulu ke toilet!" ucapnya meringis seraya tangannya menahan perut.
Apakah hidupnya tidak bisa lebih emejing lagi? Udah cantik, malah disuruh ngangon embek nyari rumput ! Ngga bisa gitu lebih si al lagi, disaat Salman lagi siraman, ia malah harus dapet siraman kalbu, plus nemenin embek.
"Cepet! Bapak udah *di ujung*, tuh kambing udah pada lapar!" ia sudah melangkah ke belakang rumah bahkan tanpa mau mendengar jawaban dari putrinya itu, seketika Naya menjedot-jedotkan keningnya di gawang pintu kamar, kayanya ia harus mempertebal lagi keberanian buat loncat di bibir tebing, "*uripku gusti*! Apa mesti diruwat ya?!"
Dengan mulut yang misuh-misuh, Naya berjalan seraya menghentak-hentak lantai rumah sampai barang-barang disana ikut bergetar dibuatnya.
Bibirnya sudah komat-kamit mengumpat tanpa suara mendapatkan perintah itu.
"Ini gara-gara kalian juga nih! Cari makan sendiri sana! Makan aja mesti ditemenin cewek, manja !!" geramnya menyentak kambing, tentu saja mereka tak akan mengerti apa yang Naya katakan, gadis itu saja yang bo doh.
Meski hati sedikit tak ikhlas, akhirnya Naya membawa dan menggiring para kambing menuju kebun pak Jamal, dimana rumput segar masih ada disana.
"Buru! Naya sembelih juga nih satu-satu!" tangan-tangan kecilnya menarik-narik tali kambing yang mengekori Naya, berlarian dengan tapak kaki kecilnya.
"Disana akang, teteh..." tunjuk pak Akbar ke arah tanah kosong dengan hamparan rumput tak beraturan, beberapa pohon pisang dan sebuah pohon jambu.
Enzi sudah mencondongkan kepalanya ke depan demi melihat jelas, sementara Andrew membuka kaca jendela dan langsung disuguhi sorot matahari juga udara yang membawa serta rasa hangat.
"Parkir aja disini Yud," pinta Andro.
"Siap!" ujarnya mulai memutar kemudi untuk kemudian melirik kaca spion sementara Andrew melongokkan kepalanya keluar demi melihat kondisi jalan dan laju ban, takut kejeblos lubang atau menemukan jalan berbatu.
"Terus---terus---terus, kanan dikit, ya!" imbuhnya.
Enzi menarik setengah menjambak rambut Andrew, "dikira mau parkirin truk gandeng gitu sampe segitunya liat jalan! Buat apa ada spion kalo kepala lo nyembul-nyembul kaya ingus!" Yudha tertawa begitupun pak Akbar, tapi tidak dengan Andro.
Kelimanya turun dari mobil, dengan disusul cerita pak Akbar yang mengulang penjelasan kemarin pada ketiga orang kota ini. Sebetulnya tak perlu lagi pak Akbar mengulang, toh Andro sudah menceritakannya semalam, lagipula ketiganya percaya 100 persen pada Andro untuk urusan angkringan.
Andro mengedarkan pandangannya, meneliti kembali tanah yang akan dibeli, namun matanya berdiam lama saat mendapati seorang gadis bersama rombongan....kambing? Kalo umumnya gadis jaman kini akan main tok-tokan bareng teman sebaya atau biasa disebut genk. Gadis satu ini malah mainan sama satu geng kambing, Andro sampai mengerutkan alis demi memperjelas penglihatannya.
"Pak," panggilnya menyela penjelasan pak Akbar yang tak begitu disimak oleh Andrew dan Yudha, apalagi Enzi yang lebih setia dengan kamera ponsel dan sudah berjalan hendak mengitari tanah lapang ini, gadis itu bahkan malah bertanya yang lain-lain, "pak Akbar, disini tuh deket sama air terjun ngga sih?" tanya anak Priawan itu.
"Oh deket teh, letaknya tuh kalo dari sini------" jelas pak Akbar.
Andro melipat tangannya di dada, memperhatikan Naya, "disini sering ada yang gembalain kambing ya pak?" tanya Andro melanjutkan dengan tangan yang sudah menunjuk ke arah Naya berada, gadis itu macam si kabayannya versi perempuan, hanya bedanya ia tidak sedang tidur atau mainin suling namun melamun di DPR (dibawah pohon rindang)
Bukan cuma pak Akbar yang segera mendaratkan pandangan, namun Yudha dan Andrew juga melihatnya.
Sesosok gadis manis dengan rambut panjang dikucir kuda duduk sambil menatap lurus ke bawah, mungkin ia sedang sibuk merhatiin koloni semut yang lagi pada hajatan tapi terlihat jelas jika ia tengah melamun, bentar lagi kesambet deh tuh!
Tangannya memegang ranting kayu dan menggambar abstrak di tanah.Tak tau apa yang dilukiskannya di atas tanah berumput itu, apakah semacam planning untuk bunuh diri berikutnya? Atau justru, mungkin mantra-mantra nyantet penganten perempuan, biar berubah jadi ogre di kala malam? Yang jelas Naya tidak sedang menggambar lukisan bergaya Pablo Picasso.
"Dia tuh ngelamun apa lagi terlalu khusyuk? Kambing-kambingnya ngga takut kabur atau dicuri orang gitu? Di lepas liarin gitu?" tanya Yudha.
"Kayanya terlalu khusyuk ngelamun!"kekeh Andrew, putra dari Nino.
"Kanaya," gumam pak Akbar menghela nafasnya.
"Nay!" teriaknya memanggil Naya, membuyarkan angan-angan semu yang tengah gadis itu bayangkan. Gadis cantik itu mendongak dengan raut wajah terkejut, "pak Akbar?"
Kemudian ia berdiri dari duduknya, menepuk-nepuk rok dan berjalan ke arah pak Akbar, sementara Andro memperhatikan dengan seksama.
"Bapak disini lagi apa?" Naya melihat ke arah punggung pak Akbar, "bawa siap---"
Belum Naya menyelesaikan ucapannya dari arah kanan terdengar Enzi berteriak, "aaaa! Husshhh!"
"Ihhh! Takut gue!" Enzi bahkan sudah mengusir-usir dengan menendang-nendang udara dan melempar apapun yang ada di dekatnya kecuali ponsel milik sendiri.
"Guys! Tolongin gue, gue disosor kambing ih!" jeritnya berlarian ke arah Andro dan yang lain dengan ponsel di tangan.
"Waduhhh!" Naya bergumam terkejut.
Kehebohan Enzi memancing keriuhan kambing lainnya, membuat ke 5 kambing yang tengah digembalakan Naya kini berlarian kesana kemari tak karuan.
"Aduhh mati aku!" Naya menepuk jidatnya.
Mbekkk!
Mbekkk!
Mbekkk---mbekkk!
"Mbek! Sini!" Naya berlarian mengejar ingin menangkap si kambing yang sempat terlepas dari talinya.
"Ck, ck Naya....kebiasaan teledor,"
"Pak Akbar bantuin Naya dong, ini kambing-kambing punya pak Entis!" gadis itu sudah berlari kesana kemari seperti mengejar maling.
Pak Akbar menggelengkan kepalanya dan terkekeh, "makanya kalo disuruh jagain teh, jangan malah melamun! Nah kan sekarang gimana ini?!"
Namun tak urung ia membantu Naya menggiring dan mengejar para kambing, "maaf ya mas sebentar..." imbuh pak Akbar diangguki Andro.
Yudha sudah tertawa melihat Naya mengejar kambing, tak ada rasa takut di diri gadis itu, namun ia juga membantu pak Akbar dan Naya menangkap seekor kambing yang berlari ke arahnya.
"Cakep-cakep ngejar kambing. Yang dikejar tuh jodoh neng." Gumam Andrew, Andro ikut memperhatikan dan melipat bibirnya merasakan kedutan geli tanpa berniat membantu mengejar, "dia berani, lo berani ngga kaya dia ngejar kambing?" tanya Andro melirik Andrew.
"Kaya yang lo berani aja, Ndro." Decak Andrew, apakah ia lupa jika Arkala Mahesa pemilik sekolah alam, sudah pasti Andro sering bergu mul dengan hewan ternak.
"Ngga niat pada bantuin gitu kang?! Pada diem aja kaya candi?!" desis Naya galak ke arah Andro dan Andrew.
"Ngga bisa saya neng, takut." Jawab Andrew terkekeh. Sementara Andro sama sekali tak bergeming terkesan arogan membuat Naya tak respect padanya.
Naya tebak, mereka ini adalah orang kota yang mau bangun lagi pabrikan Jepang di kampung, Indonesia dijajah again sama Jepun dan lebih parahnya suruhannya orang-orang pribumi, ngga bisa dibiarkan! Dan ia tebak cowok yang paling diem, kalem, jutek itu adalah kaki tangan si mata sipit pemilik pabriknya, jutek-jutek pengen kekepin!
"Ih, takut gue mah!" gidik Enzi memeluk lengan Andrew.
Gadis yang sudah berhasil menangkap semua kambing itu memicingkan matanya menatap Andro tak suka, ganteng sih tapi sombong! Sayangnya dia juga bisu !
"Ganteng-ganteng Candi Cangkuang!"
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Land19
berawal dari kambing
2024-10-15
0
Lia Bagus
hati hati nay tar jodoh lo
2024-04-02
4
Lia Bagus
lah si nay 😛
2024-04-02
1