Andro dan pak Akbar yang masih ada di antrean jauh hanya bisa mengerutkan dahi berlipat-lipat kaya lapis legit, "ini macet kenapa ya pak?" tanya Andro membeo, rasanya kok mirip datengin acara nikahan anak presiden saja harus berdiri sampai selama ini. Kakinya cukup pegal juga, ia celingukan ke arah depan demi melihat apa yang sedang terjadi, pasalnya posisi Andro cukup terjemur matahari, jatohnya mirip kerupuk jengkol.
Bukan hanya Andro dan pak Akbar saja ternyata yang kesal, beberapa tamu mengeluarkan decakannya juga.
"Ngga tau, coba liat Ki!" titahnya pada sang anak sulung.
"Iya pak." Bocah SD itu berlari kecil ke arah dalam yang rupanya di podium sudah dipenuhi oleh anak-anak Taruna RW 9 yang ingin mengambil posisi berfoto dengan pengantin.
"Wey, urang dimana oy!"
"Di para weh!" (di atap aja!)
Gelak tawa tercipta disana, awalnya Salman dan Desi ikut tertawa dengan ke-hectican anak Taruna, beda dengan dua pasang orangtua pengantin yang mulai menggidikan bahu dan pundak karena sampai tergusur anak-anak Taruna, mana banyak diantara mereka yang belum mandi, bau sobat daj jal bikin kepala kleyengan.
Fotografer sampai menggaruk kepalanya kebingungan mengatur gerombolan anak Taruna yang lebih mirip disebut gerombolan rayap, ngabisin frame kamera dan podium. Ia menginterupsi kaum lelaki turun, malah turun semua, kemudian interupsinya yang perempuan difoto duluan malah naik semua, sebenarnya mereka ngerti bahasa Indonesia ngga sih?!
"Awas pak Lurah kesenggol oy!" teriak Agus dengan hawa nafas bau kerak neraka di depan bu Lurah, ia bahkan sampai menutup hidungnya.
Telat! Pak Lurah dan istri sampai turun tahta tergantikan Otoy dan Atep disana. Tak peduli besoknya ia digeruduk Pol PP, sing penting difoto!
"Turun dulu bu, turun." Pinta ayah dari Desi pada sang istri seraya meringis khawatir dengan kesehatan hidung dan kakinya yang sejak tadi sampai terinjak-injak anak Taruna, bisa-bisa pulang ke rumah kaki udah gepeng kaya ayam geprek.
"Laki-laki di depan!" teriak Fitri. Naya sudah menahan lipatan bibirnya di pojokan, tak kuat menahan tawa. Lihatlah wajah Salman yang jadi pucat pasi berkeringat menahan kondisi di situasi begini, mana sebelahan sama Atep dan Ujang yang bau ketek.
"Hey wankawan!" teriak Naya memberikan interupsi di samping fotografer dan mengatur teman-teman Taruna lain.
Sementara di luar sana, Rezki kembali menghampiri bapaknya dan Andro sambil ketawa-tiwi.
Anak kecil saja tau, adegan di atas sana menggelikan. Pak Lurah dan besan sampai turun tahta, kalah sama pemuda se-RW.
"Itu pak, pak Lurah----hahaha!" ujar Rezki, belum ia mengatakan sudah keburu ketawa duluan.
"Apa?" tanya pak Akbar.
Rezki menarik tangan pak Akbar untuk masuk ke dalam nyempal-nyempil diantara deretan tamu. Andro yang kelewat penasaran ikut masuk, dan Voalah! Segerombol meerkat sedang ngelilingin penganten di atas sana.
"Sok ah siap ah! Siap ! Durasi oy, durasi!" teriak Ujang.
"Durasi---durasi co cot lu! Lu yang dari tadi kesana kemari ngga mau diem!" toyor Atep, sontak saja adegan barusan memicu keriuhan di atas podium karena pengaruh alkohol, awalnya Ujang membalas dorongan di bahu Atep karena tak terima di toyor, kemudian Atep kembali mendorong dengan lebih keras.
"Ai sia!"
"Naon ai maneh!"
Begitu seterusnya hinggga adegan dorong mendorong itu berubah menjadi gontok-gontokan.
"Wey! Wey!"
"Hansip!!!"
Bugh!
Atep melayangkan tinjuan ke arah Ujang, namun tanpa diduga malah meleset dan kena Salman.
"Astagfirullah! Kalahkah garelut!" (malah pada berantem!)
"Woy ah!" Salman langsung memegang rahangnya. Keduanya dipisah anak lain, "sabar lur! Sabar!"
"Woy! Woy! Woy!" Agus berada di depan Salman untuk memisahkan, pasalnya Salman ada diantara keduanya dan kena imbasnya. Sontak saja kejadian ini mengundang semua pasang mata untuk melihat, orang dapur saja sampai ikut keluar untuk melihatnya.
"Ada apa nyi?" tanya ibu memanjangkan kepala saat baru saja mengangkat nasi yang masih mengepulkan asap.
"Itu anak-anak Taruna ceu, Naya juga ada disana!" tunjuknya di celah tirai. Mendengar nama Naya disebut, ada rasa khawatir jika putri keduanya itu melakukan hal-hal di luar nalar, ibu segera melangkah ke arah tetangganya itu dan ikut melongokkan kepala kepo. Seulas senyuman tercetak, Naya memang putrinya yang nekat, absurd namun ia pintar, tak akan jatuh ke dalam lubang yang sama, dan tak akan mengulang kebo dohannya lagi, Naya justru berada di bawah, tanpa ikut rusuh dan terkesan mengamankan. Akhirnya putrinya bisa berdamai dengan hati dan takdir.
Semoga neng bisa bahagia nanti, semua cita-cita neng tercapai. Ibu kembali ke belakang untuk melihat upa dan pekerjaannya yang sempat ditinggalkan.
"Aa aduh ngga apa-apa?" Desi segera menangkup wajah sang suami.
"Jangan rusuh atuh!" Naya berteriak dari bawah, "Yang rusuh turun!" pekiknya galak membuat mereka terdiam.
"A Salman oke?!" tanya Naya berbasa-basi, tak mau terlihat pengecut Salman mengangguk, "oke! Agak dipercepat, kasian tamu ngantre!" jawabnya mengusap rahang dan menunjuk ke arah tamu.
"Siap!" Naya menjempoli. Mereka sudah bersiap di posisinya, dengan para pemuda di samping Salman, sudah berpose ala-ala foto suporter bola dan para gadis di samping Desi berpose kalem ala dayang-dayang kerajaan.
"Aduh, siah! Eta podiumnya ngga akan ambruk gitu ya ceu?" ujar bu Dewi, istri dari pak Akbar.
"Iya ih, takut jatoh! Dasar weh anak-anak mah ih!" imbuh lainnya, kalaupun semua itu terjadi, bukan Kanaya yang menjadi tersangkanya.
"Sok siap!" Naya memberi aba-aba dan ingin naik ke atas podium sana untuk bergabung.
"Buru Nay, buru!"
"Cepet atuh neng 'Nay sayang!"
Baru saja Kanaya menginjakan satu kakinya bertumpu di atas podium, hal yang di luar ekspektasi terjadi begitu cepat tak bisa dihindari.
"Sok siap!" Fotografer mengangkat jempol di udara sudah siap membidik dengan kamera di depan matanya, "bilang cisss kacang buncisss!" titahnya.
"Okeee!" jawab mereka.
"CISS KACANG BUNC---"
Krekekkkk!
Takkkk!
Brukkk!
"Inalillahi!"
"Astagfirullahhh!"
Refleks orang sekitar langsung berhamburan menolong.
Naya ikut oleng namun tak sampai tersungkur dan terjatuh, ia menarik kembali langkahnya dan menyaksikan podium ambruk seketika.
"Ya Allah!"
"Pangantena---pangantenaaa!" teriak mereka berlomba-lomba menyelamatkan pengantin. Sebagian ada yang terkejut kemudian khawatir, namun sebagian juga ada yang menahan tawanya. (pengantennya---pengantennyaa!)
Salman dan Desi jatuh bertindih-tindih dengan anak-anak Tarka diatas podium yang ambruk.
"Allahuakbar!"
Andro sempat menyemburkan tawanya singkat lalu menutup mulut dengan tangan, kamvrettt! Giliran moment yang seharusnya ia berempati mulutnya malah ingin tertawa. Gen kurang akhlak Shania nempel juga di Andromeda.
"Ya Allah, tolongin--tolongin pak!"
"Aduhhh!"
"Awww ih!"
"Penganten aman?!"
Desi meringis begitupun Salman, dalam hati Naya meminta maaf, jikalau nanti pernikahan Salman akan seviral macam pernikahan Raffi Ahmad, berita yang akan tersebar bukan karena begitu mewahnya atau betapa Salman dan Desi pasangan yang serasi, tapi karena podium ambruknya.
"Bangun euy, bangun dakss! Bisa bangun ngga?!" Agus bangun dengan memegang pinggang seraya membantu yang lain.
Pak Akbar bahkan sudah terkekeh puas di tempatnya, "haduhh ampun!"
"Neng, ngga apa-apa? Aduhhh siah mantu ibu!" bu Lurah membantu Desi.
Jika sudah begini, pak Lurah tak bisa menyalahkan siapa-siapa, masa mau nyalahin pemuda se-RW auto di demo! Atau nyalahin orang yang masang podium?
Andro lantas mengedarkan pandangannya, sejak tadi ia tertegun melihat seseorang yang ada disana, Kanaya...gadis itu senyam senyum geli sendiri mencurigakan, tapi alisnya berkerut saat motif pakaian yang dipakai Naya terasa tak asing, lalu berganti melirik pakaian yang dipakainya. Ia meloloskan nafas berat, "sama."
.
.
.
.
.
Note :
*urang : aku
*dakss asal kata barudak artinya anak-anak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
aas
wkwkwkw si Andro ada gesreknya juga 😂
2025-03-07
0
choky_chiko_r
uda naca ulang 4 x tetep ngakak
2025-02-15
0
🇵🇸Kᵝ⃟ᴸ
naya di sini keterlaluan mengacaukan hajat orang, walau pun itu mantannya, tetap tidak dibenarkan berbuat seperti itu.
2024-10-19
0