"Masih jauh?" tanya Andro berjalan di belakang Naya dan Upa, kedua gadis beda generasi itu berjalan dengan riang kaya nobita sama doraemon mau ketemu sizuka.
Naya menoleh, "maunya sih masih jauh! Biar pak Andro pingsan duluan sebelum sampe, terus nanti saya tinggal deh geletakan di jalan kaya bang kee kucing!" wajahnya nyinyir kaya minta di sun, bukannya sakit hati...Andro malah tertawa renyah.
Sejak tadi Andro memang tak pernah lepas tersenyum tipis melihat gadis itu menggandeng upa karena biasanya jika di rumah ia yang menggandeng anak-anak Gale tanpa pendamping, Naya juga pintar mengubah suasana hatinya seperti luka dan beban yang tadi ia tunjukkan hilang entah kemana. Benar, sepertinya gadis itu kembaran kakak dan momynya yang hilang entah tertukar!
Suara gemericik air terdengar beradu dengan sayup-sayup rendah suara dangdutan di tempat acara resepsi Salman.
"Ceu! Liat itu, banyak impunnya! Enak kalo di goreng kering sama nasi anget!" tunjuk Upa, jika tak ada lauk di rumah, maka Kanaya akan mengajak keponakannya itu untuk menangkap ikan-ikan kecil sebagai lauk makan. Makanya gadis kecil itu begitu khatam dengan menu favorit keduanya, bukan pizza apalagi fried chicken.
Lain reaksi gadis lain, lain pula dengan Naya. Baginya hal ini sudah biasa dan tak perlu ia terkejut sampai pingsan, apalagi merasa jijik dan tak mampu.
Bukan sulap bukan sihir, gadis cantik ini menanggalkan sepatu flatshoes'nya, dan rela nyeker (tanpa alas kaki) menginjak tanah berbatu.
"Pa, jagain sepatu ceceu ya?!" Gadis itu berjongkok demi melihat pijakan kaki dan kondisi---situasi terkini saluran irigasi itu.
"Oke!" gadis kecil itu hanya menunggu di atas, Naya tak mengijinkannya untuk turun bersama sepatu yang barusan Naya lepaskan. Naya dengan tak sungkan turun tanpa kesulitan berarti, kaki-kaki putihnya menginjak bebatuan dan kerikil di saluran yang cukup menusuk dan memijat-mijat telapak kaki. Bukannya manyun penuh rasa tak ikhlas, Naya justru tertawa saat merasakan kesegaran air. Ia bahkan tak ketakutan jika dress batik yang dipakainya basah kuyup.
"Lempar saringannya, Upa!"
Andro segera menyerahkan saringan yang sempat mereka bawa dari rumah oleh Naya tadi. Melihat Andro yang sigap namun enggan turun, Naya menyeringai.
Bukan saringan yang ia raih, melainkan tangan besar Andro dan dalam sekali gerakan ia menarik Andro hingga lelaki itu masuk terjatuh ke dalam se lokan irigasi dengan air yang bening itu.
Byurrrr!
Setengah pakaian Andro basah kuyup karena ia tak sempat menahan tarikan Naya, ia tak berpikir jika Naya akan usil sampai menariknya.
"Hahaha!" Upa tergelak begitupun Naya.
"Kanaya! Ini baju saya basah!" seru Andro menegur, tapi gadis itu malah tertawa, "bapak kepeleset kali---atau sengaja ya! Pengen ikut masuk? Bilang atuh, bapak yang mau nangkep impun gituh! Jadi kan saya ngga usah repot-repot turun!" balasnya mencipratkan air pada Andro, sontak ia menghindar mirip ngehindarin dosa terindah.
Tatapan Andro menajam pada gadis di depannya yang kini sudah mulai sibuk mencari jenis ikan-ikan kecil itu seraya masih tertawa-tawa sendiri.
Awas kamu, Nay !
Andro terpaksa membuka setiap kancing batik yang dipakainya hingga menyisakan t shirt hitam yang juga ikut basah mencetak badan bagusnya, ia menaruh kemeja batik basah itu di samping Upa.
Kanaya membungkuk dan mulai menyaring ikan-ikan kecil dengan senyuman puas, lalu berbalik menoleh, "Upa, mana embernya pa!"
Tapi saat netranya jatuh pada Andro, matanya mendadak membulat bening, "WOW!"
"Bapak-bapak hot!" gumamnya mengedip sekali, bikin sawan! Lelaki itu terlihat tertarik untuk melakukan hal yang sama dengan Kanaya.
Tapi sayangnya Andro tak mahir seperti dirinya dalam hal menyaring impun, buktinya sejak tadi lelaki itu tak mendapatkan satu pun ikan berukuran sebesar satu buku kelingkingnya itu.
"Argghhh! Susah!" decaknya pelan menggeleng kepala, baru kali ini Andro merasa frustasi, seorang pengusaha angkringan dan cofeeshop turun derajat jadi tukang ngubek-ngubek saluran irigasi. Juga, ia tak dapat satu pun ikan, seolah-olah ikan-ikan disini kebal akan pesona Andro.
Sejak tadi Upa dan Kanaya menertawakan Andro sampai tergelak karena ketidakmampuannya.
"Yaahhhh! Pada kabur!"
"Mereka takut kali sama pak Andro, mukanya serem-serem nyebelin!" tawa Kanaya yang langsung mendapat hadiah tatapan mendelik tajam dari Andro, "saya nyeremin kalo lagi sama gadis kaya kamu!"
Andro menyugar rambutnya, kenapa ikan-ikan kecil ini lincah sekali, tak ada yang mau mendekat padanya.
"Ceu! Ceceu! Itu yuyu ceu! Tangkep!" seru Upa menunjuk ke arah belakang Kanaya.
Sementara Kanaya, dengan lihainya bahkan menangkap kepiting kecil disana, dan mengangkatnya, "yeee! Upa mau bikin mini crab tepung ceu!" ujar bocah itu.
"Oke, ceceu bikinin mini crab nanti di rumah!" balas Naya. Tak peduli kulitnya yang sudah keriput, ataupun rasa dingin dan basah yang menyerang...Kanaya terlihat begitu bahagia, bahagia itu sederhana untuk seorang Kanaya, hanya dengan melihat orang sekitarnya bisa makan saja cukup membuat Naya bahagia.
"Kan, apa saya bilang! Bapak tuh ngga akan bisa bantu, udah naik! Malah dapet dinginnya doang, nanti masuk angin, yuk! Udah pada keriput nih kulit...ikannya udah cukup kok! Katanya mau ambil kersen?! Nanti saya masakin goreng ikan impun, enak sama nasi anget," ujar Naya yang melongokkan kepala ke arah isi ember hitam kecil.
"Kamu bisa masak?" tanya Andro. Menarik! Andro menatap Naya setengah menyelidik, seolah sedang mengumpulkan data base seorang Kanaya, bagaimana sikap gadis ini, seperti apa karakternya, yang terpenting adalah kenapa ia mulai tertarik pada Kanaya, dan kenapa sejak mengenal Kanaya beberapa hari kemarin, otaknya seolah memikirkan untuk mulai mencari pendamping hidup yang bisa menghibur, mengerti dan bisa mengurus dirinya.
"Bisa lah! Masa iya perempuan ngga bisa masak. Saya emang punya cita-cita kepengen kuliah di kota, pak. Tapi tetap saja, se-sukses-suksesnya perempuan akan berakhir di dapur, karena kodratnya perempuan itu dapur, sumur....dikubur! Hahahaha!" tawa Kanaya, membuat Andro menaikkan alisnya sebelah, dasar gadis gila!
Andro naik kembali ke atas lalu kini dengan refleks membantu Naya naik, kedua tangannya menarik kedua tangan-tangan lembut Naya dengan sekali gerakan. Naya yang memberikan hentakan untuk naik dan Andro yang menarik Naya dengan tenaga cukup besar membuat tarikan dan dorongan senada itu mendekatkan posisi keduanya.
Naya mendongak begitupun Andro menunduk, mendadak keduanya dilanda serangan gugup karena posisi tanpa berjarak begini.
Netra kelam Andro begitu sempurna dibingkai alis tebal dan wajah tegas, pahatan hidung bangir dan bibir khas lelaki macho sukses membuat Naya berdehem tak nyaman, tapi matanya tak dapat berbohong...ia terpesona dengan bapak-bapak hot ini.
Mata bulat mirip kucing begitu bening menyimpan kepolosan nan kelembutan yang tersimpan di dalamnya, alis Naya tak setebal dirinya, malah terbilanh tipis, hidung Naya pun tak sebesar milik Andro terbilang mancung mini menyesuaikan dengan raut wajah bulatnya. Wajah tulus yang senantiasa dibalut keabsurdan dan senyum tawa Naya menyembunyikan masalah hidup terbilang pelik.
"Ekhem." Andro berdehem membuyarkan tatapan keduanya.
"Kamu mau kuliah?" tanya nya tanpa melepaskan pegangannya di lengan Naya.
"Cita-cita yang ngga tau bisa kugantungkan setinggi langit lagi atau engga," jawabnya menundukan kepala dan menarik tangannya dari pegangan Andro, gadis itu meraih flatshoes lalu memakainya.
"Pa, kita pulang. Kita bikin mini crab tepung! Nanti Upa tolong beliin terigu ya," pinta Kanaya.
"Iya, ceu."
Kanaya sibuk dengan ember dan saringan, sementara Andro masih menatap lekat gadis itu, "kenapa? Apa kamu menyerah dengan cita-citamu?"
Kanaya melirik Andro, "emmm, terakhir kali sih orang lain bilang saya suruh ngaca, pak. Katanya mimpi saya ketinggian!" tawanya sumbang, menertawakan takdirnya.
"Nih bawa! Bapak laki-laki kan?" Kanaya menyodorkan ember berisi ikan.
Andro melinting celana basahnya sebatas lutut lalu menyampirkan kemeja batik di pundak kanan, dan meraih ember ikan.
"Yokk! Kita ngambil kersen!!!" seru Kanaya pada Upa, diserui gadis kecil itu, "yeee! Upa mau, ceu!"
Andro menatap punggung Kanaya yang mendadak selalu memunggunginya saat Andro bertanya tentang kuliah, seperti ia sedang menutupi kesedihan dan tak ingin orang lain tau. Andro bukan psikolog atau cenayang dan gesture languange, tapi ia cukup paham dengan reaksi yang ditunjukan gadis ini.
"Usia kamu berapa?" tanya Andro.
Kanaya menoleh, "kenapa emangnya? Jangan ngomongin umur pak, saya emang udah 19 tahun tapi menurut saya wajar usia segini belum nikah!" sewotnya.
"Nikah?" Andro mengernyit. Ketiganya berjalan menjauh dari saluran irigasi dengan Andro berjalan di belakang sambil menenteng ember.
"Iya. Rata-rata cewek disini, usia lulus smp atau usia yang harusnya sma udah dinikahin, yaa...daripada jadi beban ekonomi keluarga kan? Kalo engga sih udah kerja di pabrik, terus---ngga lama nikah deh!" jelas Kanaya.
Apa dia kata? 19 tahun wajar belum nikah, lalu apa kabar dirinya yang 28 bahkan hampir menginjak 29 tahun ini? Aki-aki?!
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Julia Juliawati
Aki Aki hot🤣🤣
2024-12-02
0
Land19
sat set sat set...
2024-10-15
0
yuning
suka sama bahasa author
2024-08-08
3