BUTUH MAYRA

Heaven duduk disisi brankar dengan menghadap meja makan pasien. Tangan kanan yang cidera, membuatnya susah untuk makan. Dia memang tak terbiasa makan dengan tangan kiri meski dia bisa menulis menggunkaan tangan kiri.

Kalau biasanya memotong ayam adalah hal yang mudah, tapi kali ini, jangankan memotong ayam, menyendok nasi saja, susahnya minta ampun.

"Menyebalkan sekali." Gumamnya sambil melirik Mayra yang sedang cekikikan disofa sambil menatap gawainya.

Heaven melepaskan sendoknya, berniat akan makan langsung menggunakan tangan. Tapi saat ingat tangan kiri biasa digunakan untuk cebok, dia jadi mual.

"May." Dengan berat hati dia memanggil Mayra.

"Hem." Jawab Mayra tanpa menoleh.

"Bisa gak sih, lo itu berguna sedikit kalau disini. Bukankah disini buat ngejaga gue?"

"Astaga, jadi aku gak berguna dari tadi. Mending pulang aja deh kalau gitu." Mayra beranjak dari sofa dan mengambil tasnya yang ada dimeja.

"Ck, maksud gue, biar lo berguna, bantuin gue makan," sahut Heaven sebal. Kenapa mamanya harus gak ada disaat seperti ini. Kalau saja ada, dia tak butuh Mayra.

"Jadi intinya minta tolong nih?" Mayra menyeringai tipis.

"Hem."

"Bisa gak, kalau minta tolong bahasanya yang lebih bagus dikit, lebih sopan gitu? Lebih halus, lebih enak didengar, lebih_"

"Lebih baik lo diam dan bantuin gue makan." Potong Heaven dengan raut sebal.

"Astaga, sesusah itu minta tolong dengan kalimat yang baik dan benar?"

Heaven menghela nafas. Lebih baik dia mengalah daripada tak makan hingga nanti. Cacing diperutnya sudah teriak teriak minta dikasih makan. Saat ini, dia memang butuh Mayra.

"Mayra, tolong suapi aku."

Mayra tersenyum puas mendengar jatuhnya harga diri Heaven yang tinggi itu. Dia tahu jika suaminya itu sangat tertekan saat mengatakannya.

Mayra menghampiri Heaven, mengambil makanan di atas meja lalu duduk dikursi yang ada disebelah brankar. Kalau saja Heaven bersikap baik padanya, jangankan harus disuruh, tanpapun, dia akan dengan sepenuh hati melayani suaminya itu.

"Buka mulut kamu." Mayra mengambil sesendok lalu menyuapkan kemulut Heaven.

"Rasanya gak enak." Ujar Heaven setelah menelan makanan yang ada dimulutnya.

"Bilang aja kalau kamu udah ketagihan sama masakan aku?" Mayra menyebikkan bibirnya.

"Ck, gak usah gr. Aku suka masakannya Bik Denok." Heaven jelas gengsi mengakui menyukai masakan Mayra.

"Terus, terus."

"Apanya?" Heaven mengernyit.

"Terus aja menyangkal." Tekan Mayra sambil menyuapkan sesendok makanan dengan sedikit kasar kemulut Heaven.

Malas terus terusan debat, keduanya memilih diam hingga makanan satu piring tandas tak tersisa.

.

.

Heaven sungguh frustasi dengan keadaannya sekarang. Rasanya mau apa apa saja susah. Dia menelepon mamanya tadi, tapi sayang wanita itu belum bisa segera pulang.

Dan pagi ini, setelah dua hari tak mandi, badannya terasa lengket. Kalau biasanya mandi bukanlah hal yang sulit, tapi sekarang, melepas pakaian saja dia kesulitan. Sebenarnya sejak kemarin dia ingin minta bantuan Mayra untuk menyeka badannya, tapi dia terlalu malu untuk mengatakannya.

Dia melirik Mayra yang sedang menikmati makanan yang baru dia beli dikantin. Sepertinya tak ada cara lain selain minta bantuin Mayra. Menunggu sampai pulang ke rumahpun, terlalu memalukan jika minta bantuan Bik Denok untuk memandikannya. Astaga, dia tak menyangka akan ada diposisi sangat membutuhkan Mayra seperti ini.

"May."

"Hem."

"Bisakah setelah ini kamu menyeka tubuhku?" Heaven berkata sedikit lembut agar Mayra mau membantunya.

Huk huk huk

Mayra langsung tersedak. Menyeka? Itu artinya dia akan melihat badan Heaven secara langsung.

"Pasti mikir yang aneh aneh, makanya sampai kesedak," cibir Heaven sambil melirik Mayra.

Mayra menghela nafas. Meski kondisinya seperti sekarang dan selalu butuh bantuannya, Heaven tetap saja tak bisa bicara manis. Mungkin mamanya ngidam cabe saat hamil dulu, makanya jadi anak kayak si neraka itu.

Selesai makan, Mayra mengajak Heaven kekamar mandi. Menyiapkan kursi, washlap dan air hangat.

Mayra berdiri tepat didepan Heaven. Tanganya terampil membuka baju Heaven. Terbiasanya melihat Heaven telanjang dada, membuat Mayra tak grogi sama sekali. Berbeda dengan Heaven, badannya merinding setiap kali kulit tangan Mayra menyentuh kulitnya.

Tapi saat hendak melepaskan celana, Mayra mendadak ragu. Haruskah dia melakukan itu? Tapi kalau tak dilepas, bagaimana bisa dia menyeka bagian kaki?

Dengan berat hari, Mayra melakukannya. Saat celana tersebut terlepas, mata Mayra reflek menatap seseatu yang menggembung dibalik dalaman. Heaven, buru buru menutupnya dengan tapalak tangan.

"Tak bisakah membuang pikiran mesum lo disaat seperti ini?" ujar Heaven kesal sekaligus malu.

"Jangan gr, aku sama sekali tak tertarik dengan itumu." Sahut Mayra sambil menunjuk dagu kearah sesuatu yang ditutupi telapak tangan.

Heaven berdecak sebal. Kalimat itu terdengar seperti hinaan. "Jelas jelas mata lo melotot tadi. Lo pasti kaget karena ukurannyakan?"

Astaga, menyebalkan sekali si neraka ini. Kalau tidak ingat surga istri ada pada suami, sudah pasti ogah aku membantunya.

Mayra tak mau meladeni Heaven. Dia mengambil washlaf, mencelupkannya ke air hangat lalu mulai menyeka badan Heaven. Dia menyuruh Heaven duduk untuk memudahkannya karena postur tubuh Heaven yang lebih tinggi darinya. Sepertinya besok dia harus membelikan plastik pelindung gips agar Heaven bisa mulai mandi sendiri dan tak merepotkannya.

Heaven menikmati gosokan Mayra. Badannya terasa lebih segar sekarang. Tapi saat Mayra mulai membersihkan area paha, dia jadi merinding. Takut tanpa sengaja Mayra menyentuh miliknya yang tersembunyi dibalik dalam an.

"Hati-hati." Heaven sungguh tak mau Mayra sampai menyentuhnya. Kalau benda itu bangun, dia akan sangat malu. Disentuh area paha seperti ini saja, rasanya sudah menggeliat.

Dia sampai heran, miliknya mudah sekali bereaksi jika berhubungan dengan Mayra. Hari itu saja, hanya melihat sedikit dada yang menyembul, dia harus mati matian menahan gejolak. Padahal dia sudah biasa melihat wanita berpakaian seksi, tapi tak semudah itu miliknya bereaksi.

"Astaga, berapa kali aku harus bilang." Mayra yang sedang berjongkok mendongak dan menatap Heaven tajam. "Aku sama sekali tak berminat padanya."

Sebenarnya Mayra juga berbohong. Sejujurnya, darahnya berdesir melihat sesuatu yang tampak besar itu. Dia bahkan sempat terkejut saat benda itu terlihat sedikit bergerak.

"Kalau begitu tutup saja matamu." Heaven risih saat Meyra melihatnya.

"Astaga, menyebalkan," maki Mayra. Tak mau berdebat, segera dia menutup matanya. Tapi yang ada, karena tak melihat, tangannya justru menyentuh bagian itu secara tak sengaja..

"MAYRA." Pekik Haeaven saat miliknya menggeliat bangun.

Terpopuler

Comments

Hikmah

Hikmah

🤣🤣🤣salahnya sendiri disuruh merem.

2024-03-29

1

Neni marheningsih

Neni marheningsih

🤣🤣🤣🤣kawus si heavan

2024-01-07

0

Minah Majin

Minah Majin

🤣🤣🤣🤣🤣🤤🤣

2023-12-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!