6

Setelah upacara pembukaan itu selesai, Meiga langsung kembali ke kediaman pak Roni dengan suasana hatinya yang buruk. Lalu selama hampir satu bulan akademi berjalan sebagaimana mestinya, Meiga sama sekali tidak pernah masuk ke kelasnya.

Rumor tak sedap mengenai dirinya yang tidak pernah masuk kelas juga menjadi pembicaraan setiap murid diangkatannya. Pihak akademi juga telah memberikan peringatan secara terus menerus mengenai tindakannya ke tempat pak Roni.

Bahkan sampai membuat pihak akademi mengeluarkan peringatan keras akan dikeluarnya Meiga dari akademi jika terus tidak masuk kelas.

“Mei, sebenarnya ada apa denganmu? Sejak upacara penyambutan itu, entah kenapa aku merasa sikapmu seperti berubah drastis?” Sherly khawatir akan perubahan mendadak dari Meiga.

“Sherly, sebenarnya aku–” Tapi, meski sangat memahami perasaan Sherly dengan benar, Meiga tetaplah tidak bisa menceritakan hal yang telah dialaminya saat itu.

Tatapannya lagi-lagi menjadi kosong saat mengingat sosok Iris dan kejadian waktu itu.

“Mei, meski kita belum lama bertemu, jika kau kehilangan jalan aku ingin kau bergantung padaku!” Sherly memeluknya dengan penuh kasih sayang.

Ah, sudah sangat lama sejak terakhir kali aku merasakan kehangatan ini...

“Apapun yang terjadi padamu, aku akan selalu disisimu Mei. Karena itu, tenanglah dan semua akan baik-baik saja!”

Ah, aku ingat...

Perasaan ini kenapa begitu mudahnya kulupakan...

Air matanya mengalir dipelukan Sherly, isak tangis yang tak tertahan itu akhirnya membuat dirinya tampak seperti anak remaja pada umumnya.

“Tidak apa, ingatlah kata-kataku Mei!”

“Maaf, aku tidak bisa menceritakan padamu.” Ucap Meiga sambil memeluk erat Sherly.

“Hmm, seperti itulah harusnya anak-anak tuan Mei.” Gumam pak Roni yang mengamati dari kejauhan.

....

Lalu, keesokan harinya Meiga sudah mendapatkan kembali tekadnya dan memutuskan untuk mengikuti kelas yang telah lama ia tinggalkan.

“Kau sudah benar-benar tidak apa?” tanya Sherly dengan prihatin.

“Emm –Meiga mengangguk– berkat Sherly aku sudah baik-baik saja sekarang. Kalau begitu aku berangkat!”

Diiringi oleh lambaian tangan Sherly, Meiga berangkat ke akademi dengan tekadnya yang telah utuh.

***

“Permisi!” Meiga keluar dari ruangan instruktur setelah mendapat peringatan secara langsung oleh para pengajar.

“Lihat, apa dia anak yang hampir dikeluarkan karena tidak pernah masuk kelas?”

“Kenapa dia masih berani kembali ya?”

“Entahlah, lebih baik jangan dekat-dekat dengannya.”

Karena rumor yang beredar dikalangan para murid, tanpa disengaja membuat Meiga tidak disukai oleh anak-anak seangkatannya.

Lalu hal itu juga berlaku dalam kelasnya sendiri. Disaat pelajaran kelompok untuk simulasi perburuan, tak seorangpun mau mengajaknya bergabung dalam kelompok mereka.

“Tak kusangka, hal seperti itu dapat membuatku dibenci seperti ini.”

Namun tanpa sengaja Meiga melihat seorang gadis yang berdiri sendirian ditengah kumpulan kelompok-kelompok itu.

“Gadis itu...” Meiga langsung mengajaknya bergabung tanpa pikir panjang.

“Anu.., jika kamu tidak keberatan, maukah menjadi kelompokku dalam pelajaran ini?”

Gadis itu begitu kebingungan saat Meiga mendekatinya.

“B-bagaimana ini, dia benar-benar mendekatiku. Jika begini aku akan semakin dibenci oleh yang lainnya. Tapi, aku juga tidak memiliki alasan untuk menolak tawarannya.” Ucapnya dalam hati panik.

“Jika kamu keberatan tidak apa, aku tidak akan memaksa kok.” Meiga merasa tidak enak karena merasa telah memberinya tekanan.

“Bukan begitu!” namun gadis itu tanpa sadar langsung menggenggam tangan Meiga dan mencoba meluruskan kesalahpahaman Meiga.

“A-ah.., ini, tidak sengaja –gadis itu panik dan melepaskan tangannya– bukannya sok akrab, pokoknya bukan begitu!”

“pfftt, ahaha –Meiga tertawa melihat tingkah gadis itu– Tidak apa kok, kalau begitu mohon kerjasamanya. Aku Mei, Mei Albert, namamu?”

“A-aku Saaya, meski tak bisa diandalkan, mohon bantuannya Mei!”

Lalu dengan terbentuknya kelompok yang beranggotakan mereka berdua, semua murid yang mengikuti kelas tersebut mulai menunjukkan pandangan jijik dan rasa benci mereka.

“Lihat itu, kenapa orang seperti mereka berada di akademi seperti ini?”

“Sangat cocok bukan, satunya murid yang hampir dikeluarkan karena tidak pernah mengikuti kelas dan satunya lagi murid yang tidak pernah lolos ujian.”

“Benar juga ya, dengan begitu mereka pasti akan dikeluarkan bersama dengan cepat.”

Berbagai kata-kata busuk juga terus dilontarkan oleh orang disekeliling mereka berdua.

“Kau tidak apa Saaya? Atau jangan-jangan kau sedang gugup?”

“Ah, bukan begitu. Hanya saja...”

“Hanya saja?”

“Hmm... –Saaya menggelengkan kepalanya– bukan apa-apa kok.”

Dan simulasi perburuan dimulai. Seorang instruktur yang berada di ruangan tersebut mengaktifkan ruang simulasi sebagai tempat belajar mereka. Didalam sana para murid akan dibuatkan tubuh simulasi agar dapat bertarung habis-habisan tanpa takut akan terjadinya cedera fatal pada tubuh asli mereka.

Beberapa zona telah dibuka untuk setiap tim. Didalam sana muncul sebuah monster Golem Batuan yang menjadi lawan mereka kali ini. Para murid mulai masuk kedalam zona simulasi, dan dengan tim yang kebanyakan berjumlah empat orang mereka memulai perburuan. Tapi bukan berarti tim dengan jumlah dua orang tidak diizinkan.

“Golem Batuan, bagaimana ini? Tidak mungkin kita bisa mengalahkannya.” Saaya begitu gugup hanya karena melihat sosok monster tersebut.

“Apa yang kau katakan? Kita pasti akan berhasil!” Meiga mencoba meyakinkan Saaya.

“Begitukah? Tapi, jika aku mendapat nilai merah dalam simulasi kali ini, aku pasti akan dikeluarkan!”

“Heh.., kalau begitu lakukanlah yang terbaik untuk mendukungku! Aku yang akan mengalahkan monster itu.”

Saaya merasa begitu terpesona melihat Meiga mengatakan hal seperti itu kepadanya dengan penuh percaya diri.

“Baik!” Lalu dengan motivasi tersebut, untuk pertama kalinya Saaya mampu bertarung dengan benar pada simulasi kali ini.

....

Meiga berlari kesamping Golem Batuan yang begitu besar itu sambil mencari celah untuk melakukan serangan. Dibelakangnya, Saaya menggunakan sihir penguat dan percepatan pada Meiga.

“Aku mulai, Saaya!”

“Baik!”

Meiga mengeluarkan pedangnya dan melapisinya dengan elemen petirnya.

“Disana –Meiga berhasil melihat titik lemah Golem Batuan– Light Slash!” sebuah tebasan ringan sengaja digunakannya untuk membuka serangan.

“Sekarang!”

“Baik, Slowdown!”

“Pertama satu bagian, Moon Slasher!” Sebuah teknik tebasan beruntun yang diperkuat itu berhasil menghancurkan satu lengan Golem Batuan.

“Selanjutnya!”

“Baik, Magical Shackles!”

Sebuah belenggu magis dikeluarkan Saaya dengan tepat dan langsung menghentikan gerakan Golem batuan yang hendak melakukan serangan balik.

“Dengan ini berakhir.”

Dengan begitu cepat, yang bahkan membuat Saaya hampir tak menyadarinya, Meiga melancarkan satu serangan yang langsung menghancurkan inti tubuh Golem batuan tersebut. Itu adalah sihir terkuat yang dikembangkan Meiga hingga saat ini, sihir puncak tingkat menengah, Thunderclap.

“Barusan itu?” tanpa begitu memahami situasinya, Saaya telah keluar dari zona simulasi bersama Meiga sebelum tim lain berhasil menyelesaikan simulasi.

“Mei, apa kita berhasil?”

Meiga hanya tersenyum puas melihat ekspresi terkejut Saaya. Seakan sedang memimpikan momen yang begitu indah, Saaya mulai menangis terharu dan langsung memeluk Meiga disana.

“A-anu, Saaya?” Meiga begitu canggung saat hendak membalas pelukannya itu.

“Mei, terima kasih sudah membantuku. Dengan begini aku tidak akan dikeluarkan secepatnya.” Saaya begitu bersyukur.

“Kalau begitu mari kita lakukan bersama untuk kedepannya!” Alih-alih membalas pelukannya, Meiga hanya mengatakan hal itu sambil mengelus kepala Saaya.

“Selamat kalian menjadi yang pertama, ini adalah pencapaian terbaik pada tahun ini.” Instruktur disana menghampiri mereka berdua dan mengucapkan selamat.

“Ah, terimakasih instruktur.”

Tak lama semua tim lainnya baik yang kalah dan yang menang juga mulai keluar dari zona simulasi. Instruktur pun mengumumkan hasil simulasi mereka dengan tim Meiga dan Saaya yang mendapat poin tertinggi yaitu 1100 poin. Lalu dengan poin tersebut, status mereka kembali aman dari kriteria terendah akademi.

***

“Peta ini benar kan? Kenapa aku merasa jarak asrama ini ke akademi sangatlah jauh?” keluh Meiga.

Dirinya juga tak menyangka kalau akademi akan menyediakan asrama sendiri untuk para muridnya. Terlebih asrama yang akan ditinggalinya berjarak cukup jauh dari akademi, ditambah barang bawaan miliknya membuat dirinya begitu kesal dengan informasi mendadak tersebut.

“Ah, itu dia. Tak kusangka mereka menyediakan gedung sebagus ini, s-sebagus ini –Meiga baru menyadari kalau itu hanya sebuah gedung tua– tentunya akan seperti ini kan?” lalu diiringi wajah pasrahnya itu, Meiga mulai memasuki gerbang asrama tersebut.

.

.

.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

PoPo Cwan

PoPo Cwan

🌹gua kasih mawar thorr

2023-05-09

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!