...4...
......................
Pengujian terus berlanjut bahkan setelah giliran Zen dan Meiga berakhir. Disana petinggi militer itu langsung tampak membawa Zen ke tempat para anggota medis untuk memberikannya perawatan.
Disamping itu Meiga juga langsung meninggalkan tempat ujian bersama Sherly untuk mendapatkan perawatan. Karena meski dia keluar sebagai pemenang, kerusakan yang diterima olehnya lebih besar dibandingkan Zen.
“Kau begitu memaksakan dirimu untuk menahan serangan itu, tak heran jika dirimu terluka seperti ini.” Sherly memapah Meiga ketempat medis yang ada diluar tempat ujian.
“Itu karena orang itu melarang diriku untuk menyerah. Jika tidak, mana mungkin aku akan terluka seperti ini.” ucap Meiga kesal.
Seorang perawat menemui Meiga dan segera menangani luka yang diterimanya.
“Kau baik-baik saja? Bagian mana saja yang sakit?” tanya perawat sambil mengobati Meiga.
“Mungkin kedua tanganku, lalu pergelangan tangan kiri juga sedang mati rasa.”
Itu adalah efek dari penggunaan skill yang dipaksakan sehingga mengeluarkan mana yang berlebihan.
....Beberapa saat lalu
Mungkin dalam pertarungan itu sudah dipastikan Meiga akan menang, tapi karena langkah yang diambil oleh Zen terlalu mengecewakannya, ia memilih menyerah untuk menghindari pertarungan tersebut.
Tapi ketika para penguji akan menyetujuinya, sang petinggi militer itu melarangnya. Pernyataan itu juga dikeluarkan olehnya pada waktu yang sangat tidak tepat, yaitu saat Zen telah menyelesaikan rapalannya.
Untungnya disana Meiga langsung menyadari arah serangan dan menahannya dengan cepat. Meski begitu, serangan itu tergolong sangat berbahaya baginya jika harus dihadapi secara langsung.
Karena itulah Meiga merasa begitu kesal terhadap sang petinggi militer itu.
Untuk melampiaskan emosinya tersebut, Meiga pun menunjukkan kesalahan apa yang sebenarnya telah diperbuat sang petinggi militer.
Meiga menggunakan sihir puncak tingkat menengah yang sebanding dengan sihir tingkat tinggi untuk menyerang Zen.
Dihadapan Meiga, Zen yang telah mengeluarkan kemampuan terkuatnya sudah pasti tidak memiliki tenaga untuk mengelak. Meiga yang paham betul akan hal tersebut langsung memaksimalkan kekuatan dari sihir yang dimilikinya dengan sistem penguat yang dipelajarinya tak lama ini.
Daya serang sihir itupun meroket menjadi setingkat dengan sihir tingkat tinggi pada umumnya.
Disanalah petinggi militer menyadarinya dan dengan cepat langsung menciptakan sebuah penghalang untuk meminimalisir kerusakan dari serangan tersebut.
Dia juga langsung melindungi Zen yang sedang kelelahan ditengah pertarungan itu dengan Shield miliknya. Tapi pada akhir penggunaan sihir dari Meiga, Shield itu ternyata tidak sepenuhnya dapat menghalau serangannya dan berhasil dipecahkan.
Untungnya yang mengenai dirinya hanya sedikit dari efek serangan tersebut.
....
“Kau sepertinya telah berjuang keras ya dalam ujian?” perawat itu membuka pembicaraan.
“Begitulah, seharusnya tidak akan seperti itu jika orang itu tidak melarangku menyerah.” Jawab Meiga yang masih kesal.
“Orang itu?” Perawat itu penasaran.
“Dia memakai seragam yang agak mirip dengan para ksatria kerajaan yang ikut menjaga acara ini.”
“Apa ada orang seperti itu ya disini?” perawat itu mencoba mengingat orang-orang yang ditemuinya.
“Maksudmu aku?”
Lalu sebuah suara memecah ketenangan mereka.
“Ah, anda disini wakil komandan Kuroda.”
Orang itu, sang petinggi ksatria yang dimaksud Meiga mendatangi mereka.
“Ya, aku sedang malihat jalannya ujian ini. Dari yang kudengar banyak peserta baru yang berbakat soalnya.” Orang itu, Kuroda Ryuhei mengatakan alasannya.
“Ahh... Jangan-jangan, orang yang kau maksud barusan adalah wakil komandan?” perawat itu memastikan.
“Kenapa kau datang kemari?” Meiga merasa terganggu.
“Ah, tidak ada alasan khusus, aku hanya sedikit tertarik denganmu.” Jawab Ryuhei dengan menggoda.
“Wakil komandan, jangan-jangan anda jatuh cinta dengannya?” perawat itu bercanda.
“Ah, hentikan itu. Jika aku melakukannya mungkin dia akan menyerangku dengan keras seperti tadi.” Ryuhei menanggapi candaan sang perawat.
“Walah.., anda diserang? Tidak baik loh untuk seorang gadis melakukan kekerasan seperti itu.” Perawat itu masih melanjutkan candaannya.
“Maaf ya kalian, aku ini laki-laki!”
“Hahh..!” Ryuhei berteriak terkejut.
“E-ehh...” perawat itu juga ikutan terkejut karena pernyataan Meiga.
“Lagipula kau juga sudah tahu kalau aku tidak punya tenaga lagi untuk menyerangmu kan? Makanya kau datang kemari.”
“Mengesampingkan itu, kau barusan bohong kan saat bilang dirimu laki-laki?” Ryuhei berusaha menyangkalnya.
“Hah? Kenapa aku harus melakukan hal merepotkan seperti itu?” jawab Meiga dengan nada ogah.
“Ugh.., yang benar saja woi.” Ryuhei menampar wajahnya sendiri karena masih tak percaya sedangkan sang perawat hanya bisa melongo disana.
“Dia mengatakan yang sebenarnya kok, Ryu.” Sherly baru saja kembali dan mengikuti pembicaraan mereka.
“Kau –Ryuhei tercengang melihat Sherly– Serly? Kenapa kau ada disini?”
“Mengenai itu –Sherly terdiam sejenak dan memandang Meiga– aku sedang mengantarkan adikku.” Jawabnya singkat.
“Oh, ternyata adikmu juga mengikuti ujian ini. Aku baru tahu kalau kau punya saudara. Oh iya, kenapa tidak melihatnya bersama saja? Sudah sekian lama kan sejak terakhir kali kita bertemu.” Ryuhei bersikeras untuk mengajak Sherly untuk jalan bersamanya.
“Ah, maafkan aku soal itu. Adikku adalah anak yang barusan kau ganggu itu!” ucapnya sambil menunjuk Meiga.
Ryuhei perlahan menoleh kearah Meiga dengan wajahnya yang cengar-cengir itu.
“Kenapa jadi begini?” keluhnya dalam hati.
“Oh, ternyata orang ini kenalanmu ya kak?” Meiga bertanya kepada Sherly dengan nada menyindir.
“Ah, itu benar adik kecil. Aku adalah teman –”
“Maaf aku tidak sedang berbicara denganmu.” Meiga menolak mentah-mentah pernyataan Ryuhei.
Perkataan itu sontak membuat harga diri dan martabat Ryuhei sebagai wakil komandan ksatria hilang sepenuhnya. Bahkan Sherly dan sang perawat yang ada disana terkekeh saat mendengarnya.
“Maafkan aku adik kecil! Aku tidak bermaksud memusuhimu, karena itu jangan bersikap dingin seperti itu!” Ryuhei memohon agar dirinya tidak dipermalukan seperti itu.
“Ryu.., kau sekarang wakil komandan kan? Jadi jagalah sikapmu itu sedikit. Jika tidak, orang-orang akan meremehkanmu loh.” Sherly yang merasa kasihan melihatnya memberikan nasihatnya.
“Owh.., Sherly, kau sungguh yang terbaik!” Ryuhei membual didepannya.
“Kalau begitu bagaimana kalau kita ngobrol sambil minum teh disana?” Setelah perawatannya selesai, Meiga mengajak Sherly dan Ryuhei berpindah tempat.
....Ruang Tunggu Ujian
“Aku, dikalahkan?” matanya benar-benar kosong saat mengingat akan fakta tersebut.
Zen Wisteria, anak kedua dari keluarga utama bangsawan Wisteria itu benar-benar terguncang karena kekalahannya.
Walaupun tak bakatnya tak seperti Cien, ia telah melewati sebuah latihan khusus yang begitu keras bersama tiga orang temannya.
Teknik berpedang, penguasaan pertarungan, penggunaan skill yang disempurnakan, meski dari kecil ia belum memiliki semua itu belum pernah ada satupun anak seumurannya yang dapat mengalahkannya.
Namun, anak itu, Mei Albert mengalahkannya dengan begitu menyedihkan. Kemampuan yang diasah dengan kerja keras selama bertahun-tahun itu harusnya menjadi senjata terkuat yang dimilikinya.
Tapi mengingat Mei menghadapi semua itu tanpa kesulitan sedikitpun membuatnya begitu kesal dan putus asa.
“Menjengkelkan!” kata-kata itu tak pernah berhenti lewat dikepalanya.
“Zen, kenapa kau memasang wajah seperti itu?” sapa teman Zen yang baru saja datang.
“Baca sedikit suasananya, Acne!” Kyle memperingatkannya.
“Hah! Aku tak ingin dengar itu darimu!”
“Hahh...”
Mereka adalah dua dari tiga teman yang dimiliki Zen selama ini. Kyle, Acne, dan Dome, mereka merupakan teman sekaligus trio dari keluarga cabang bangsawan Wisteria.
Dalam segi kemampuan trio ini merupakan individu yang setara, bahkan kemampuannya masih berada diatas Zen. Tapi karena tugas mereka adalah mendukung anggota keluarga utama, kedua pihak belum pernah bertarung secara sungguh-sungguh untuk menentukan siapa yang paling kuat.
“Kyle, Acne, jangan bertengkar ditempat seperti ini!”
Lalu laki-laki ini adalah Dome. Ia merupakan sosok yang paling dewasa diantara trio itu, bahkan dengan sifat egois Zen, ia tetap akan mendengarkan semua yang dikatakannya.
“Baik!” bahkan Kyle dan Acne juga tidak pernah mencoba menentangnya.
“Zen, kau dikalahkan?”
Setiap perkataannya juga selalu menuju langsung ke poin utama.
“Ehh... Kenapa kau bisa mengetahuinya?” mata Zen terbelalak saat mendengar pernyataan Dome.
“Itu terlihat jelas diwajahmu. Lalu, oleh siapa kau kalah?”
“Mei Albert.”
Dan dengan kepekaan yang dimilikinya, ia selalu berhasil membuat teman-temannya membicarakan masalah mereka padanya.
“Albert kah, kalau tidak salah itu nama keluarga dagang yang terkenal itu ya? Tak kusangka mereka memiliki keturunan sekuat itu.” Dome terkesan dengan fakta tersebut.
“Kukira mereka hanya berisikan orang-orang pintar yang hanya menyukai uang, tapi ada juga yang seperti itu ya?” Kyle juga sama.
“Lalu, bagaimana kau dikalahkan?” Acne yang penasaran menanyakan sesuatu yang benar-benar tak ingin dibahas oleh Zen.
Disisi lain Zen memasang raut wajah tak sudi untuk membuat Acne menyerah akan fakta kekalahannya.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
PoPo Cwan
Waduhh, kurang nama ini authornya keknya😂😂🤣
2023-05-09
1