Setelah lama menangis akhirnya Tamara terlihat kalau sekarang wanita itu sudah terlelap, dan mungkin saja Tamara saat ini sudah masuk ke dalam alam bawah sadar. Karena Demian mendengar suara hembusan nafas sang istri terdengar mulai beraturan.
"Semoga mimpi yang indah Sayang, dan Mas berharap besok pagi saat kamu banguan suasana hatimu sudah akan kembali lagi membaik seperti sedia kala," bisik Demian sambil mencium dahi Tamara. "Mas keluar sebentar, karena Papa memintaku untuk turun, nanti Mas akan kembali lagi kesini," kata Demian yang terlihat memperbaiki selimut sang istri. "Mas juga, akan menunggu, sampai kapan pun itu, kamu akan siap memberikan Mas tubuhmu ini dengan suka rela, Sayang." Hanya Demian laki-laki yang tahan sampai detik ini tidak menyentuh istrinya. Dan laki-laki itu juga sama sekali tidak menuntut akan hal itu.
"Semakin hari, aku semakin merasa kalau perasaanku ini pada Ara, semakin menjadi-jadi. Dimana aku merasa sangat takut kehilangan wanita sepertinya," gumam Demian pelan saat laki-laki itu akan keluar dari kamar itu. "Waktu, cepatlah berlalu, biar aku bisa menceraikan Liana. Dan aku akan bisa hidup dengan bahagia bersama Ara, tanpa ada orang ketiga di antara kami." Demian selalu saja mengucapkan kalimat itu berulang-ulang kali. Di saat laki-laki itu mengingat betapa bo dohnya dirinya. Sehingga waktu itu ia tidak bisa membedakan mana Tamara dan Liana. Demian juga menyesali kenapa tidak menyalakan lampu pada saat itu.
***
Terlihat di ruang tamu itu hanya ada Liana, Renata dan juga Aploso saat ini. Karena sepertinya Herdi dan Kinanti sudah pulang. Mengingat pu kul sudah menunjukkan 22:45.
"Apa kamu tahu kesalahanmu?" Aploso mengatakan itu di saat Demian baru saja meletakkan bo ko ngnya di atas sofa ruang tamu itu.
"Aku sama sekali tidak pernah merasa bersalah Pa. Jadi, untuk apa Papa menanyakan itu padaku?" Demian terlihat santai saat laki-laki itu menjawab pertanyaan Aploso, sekaligus ia malah memberikan pertanyaan balik pada sang ayah saat ini.
"Apa kamu benar-benar tidak tahu Demian?"
Demian menggeleng sambil terlihat mengambil toples yang isinya kue bawang yang tadi di bawa oleh sang ibu. Karena laki-laki itu saat ini ingin makannya tapi, melihat sorot tajam Aploso membuat Demian kembali lagi meletakkan toples itu.
"Pa, katakan saja jangan malah berbelit-belit seperti ini mengingat tinggal 6 menit lagi akan jam 23.00," ucap Demian yang terlihat sudah menguap beberapa kali menandakan kalau laki-laki itu saat ini sangatlah ngantuk.
Aploso terlihat mengubah posisi duduknya, sebelum pria itu membuka suara lagi. Karena kali ini pembahasannya dengan putranya itu cukup serius.
"Papa tanya, siapa wanita yang duduk di sebelah Mama kamu itu?"
"Jika hanya untuk menanyakan Liana saja, seharusnya Papa tidak memintaku untuk turun. Karena saat ini aku benar-benar sudah sangat ngantuk." Demian lagi-lagi terlihat menguap. "Kalau cuma ini yang mau Papa tanyakan, aku mau pergi tidur dulu." Demian terlihat akan beranjak. Namun, suara sang ayah membuat laki-laki itu mengurungkan niatnya.
"Duduk, jangan seperti anak kecil kamu Demian. Sehingga kamu tidak tahu sopan santun, Papa mau bicara kamu malah seenaknya saja mau pergi begitu saja."
Demian menghela nafas. "Pa, katakan saja, jangan malah seperti yang tadi. Karena aku sangat malas dalam hal berbasa-basi," ucap Demian.
"Liana sekarang istrimu, tapi kenapa kamu malah tidak berlaku adil padanya?"
Demian langsung saja menatap ke arah Liana di saat Aploso bertanya seperti itu. "Apa Papa pernah melihatku tidak berlaku adil pada Liana?"
"Tidak," jawab Aploso singkat.
"Lalu, kenapa Papa malah bisa berpikiran seperti itu pada putra Papa ini? Padahal Papa sendiri tidak tahu." Demian sebenarnya sudah mulai tahu arah pembicaraan Aploso saat ini. Akan tetapi, laki-laki itu hanya berpura-pura tidak tahu saja.
"Begini Demian, jika kamu membelikan Ara cincin berlian, maka kamu juga harus membelikan juga pada Liana. Itulah yang disebut adil. Satu lagi, jika kamu tadi malam tidur dengan Ara maka malam ini kamu harus tidur dengan Liana. Karena tugas kamu sebagai seorang suami, harus pandai-pandai dalam hal mengatur semua ini, mengingat sekarang kalau istri kamu ada dua."
"Baik aku mengerti," timpal Demian. "Tapi untuk malam ini aku akan tetap tidur di kamar Ara."
"Demian, ingat kamu harus adil 'Nak," ucap Renata sambil terlihat mengelus-ngelus punggung tangan Liana, wanita yang saat ini hanya diam saja. Dan mungkin saja wanita hamil itu sedang pencitraan. "Ayo, ajak Liana masuk ke dalam kamar pengantin kalian, karena kata Liana, kalau kamu ini tidak mau tidur denganya. Padahal kalian sudah sah menjadi suami istri."
"Aku benar-benar ngantuk Ma, Pa, kalau begitu aku pergi dulu ke kamarku sendiri biar adil," kata Demian dengan senyum penuh kemenangan. Karena ia tidak mau kalau rencana Liana yang kedua ini akan berjalan dengan lancar. Oleh sebab itu, Demian memilih untuk berwaspada dengan cara berpura-pura tidur sendiri. Padahal di otak Demian, laki-laki itu akan tetap tidur di kamar Tamara jika kedua orang tuanya pulang. "Dan kalau Mama sama Papa mau nginap, bisa tidur di kamar tamu," kata Demian sambil berlalu pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments