"Mas, kenapa malah kesini, dan tidak pulang saja?" tanya Tamara saat Demian datang dan langsung saja memeluk wanita yang sedang duduk itu.
"Aku akan pulang jika bersamamu, Sayang," jawab Demian sambil mencium pucuk kepala sang istri.
Tamara mendongak karena kebetulan posisi wanita itu saat ini sedang duduk di kursi dan Demian tepat berdiri di belakangnya. "Mas, mama tadi menyuruh Mas untuk pulang. Dan saat ini aku merasa takut, kalau mama nanti akan marah-marah sama Mas, karena Mas tidak pulang mengingat sore ini Mas harus pergi ke pu–"
"Sstt, Sayang," potong Demian dengan cepat sambil menutup mulut sang istri menggunakan jari telunjuknya. "Ayo, kita kabur saja dari sini, karena aku benar-benar tidak mau menikah dengan Liana. Apa kamu setuju kita pergi jauh dari sini? Dan kita akan hidup bahagia tanpa ada orang lain selain kita."
"Suatu ide yang seharusnya tidak Mas katakan padaku," timpal Tamara sambil kembali fokus menatap layar laptopnya. "Tolong buang niat Mas itu jauh-jauh, karena aku tidak akan pernah setuju, sebab Mas harus tetap mempertanggung jawabkan apa yang telah terjadi," sambung Tamara yang terus saja mengingatkan tentang sang suami yang harus bertanggung jawab.
"Apa kamu sudah tidak mencintaiku lagi?" Satu pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Demian. Karena laki-laki itu merasa kalau rasa sayang dan cinta Tamara pada dirinya sudah mulai berkurang, oleh sebab itu, ia memberanikan diri untuk menanyakan masalah hati wanita itu sekarang. "Sayang, tolong jawab aku dengan jujur," ucap Demian lirih.
"Jika aku tidak mencintai Mas Demian, maka aku tidak akan mungkin mau dimadu dengan Liana, di mana gadis itu adalah adik tiriku sendiri. Dan aku harap semoga Mas mengerti dengan apa yang aku katakan ini," jawab Tamara yang lagi-lagi harus menahan rasa sesak di dadanya. "Sudahlah Mas, jangan bahas itu lagi, karena aku sendiri yang malah merasa kalau Mas sama sekali tidak mencintaiku, sehingga Mas dengan tega malah ...." Wanita itu tidak sanggup lagi melanjutkan kalimatnya.
"Ara, Sayang, malam itu aku benar-benar tidak tahu kalau itu bukan ka–"
"Mas cukup, berhenti membahas hal yang bisa membuat hatiku kembali terluka," kata Tamara yang malah memotong kalimat sang suami. "Sekarang lebih baik kita pulang saja." Tamara terdengar malah mengajak Demian pulang. "Ayo Mas, kita pulang," ajak wanita itu sekali lagi.
Demian terlihat mengerutkan dahinya. "Apa pekerjaaan kamu sudah selesai?"
"Belum, tapi biarkan saja besok pagi aku akan melanjutkannya. Daripada Mas yang akan kena marah gara-gara nggak jadi ke butik," timpal Tamara yang melepaskan pelukan Demian. "Sekarang Mas, jangan malah diam saja," kata Tamara yang terlihat sudah berdiri dari duduknya.
"Kamu benar-benar sudah tidak mencintaiku lagi Ara." Suara laki-laki itu terdengar sangat lirih saat mengatakan itu semua. Dan tidak lama terlihat ia keluar melangkahkan kaki dengan sangat gontai. "Hanya kamu wanita yang rela melihat suaminya menikah lagi," lanjut Demian dengan wajah sendunya.
Tamara yang mendengar itu hanya bisa diam saja, karena ia tidak tahu lagi harus menjelaskannya seperti apalagi pada laki-laki itu.
"Maaf Mas, justu di sini akulah yang merasa sangat terluka, tapi aku berusaha terus untuk menutupi semua luka itu. Karena benar apa yang di katakan para pujangga itu, bahwa jika kita mencintai seseorang sepenuh hati maka, kita juga harus siap terluka. Karena cinta dan luka itu tidak akan pernah bisa di pisahkan," bantin Tamara.
***
Setiba di rumah, Demian dan Tamara bisa melihat dua buah mobil sudah terpakir rapi di halaman rumah pasangan suami dan istri itu.
"Mama Renata dan ibu Kinanti," gumam Tamara pelan sambil melepas sabuk pengamannya.
Sedangkan Demian yang merasa kalau Renata dan Kinanti pasti akan mengajaknya pergi ke putik malah memilih untuk tetap diam saja di dalam mobil. Dan laki-laki itu tahu juga kalau di dalam rumahnya itu ada Liana. Wanita yang sama sekali tidak ingin laki-laki itu lihat wajahnya.
"Mas, ayo kita turun, karena sepertinya di dalam ada ibu Kinanti dan mama Renata," ucap Tamara yang sudah mulai membuka pintu mobil itu.
Demian spontan saja langsung menggeleng. "Aku harus kembali lagi ke kantor Sayang, karena sepertinya malam ini aku akan lembur. Karena tadi Fara mengirimkan pesan singkat yang memintaku untuk datang lagi ke kantor," balas Demian yang malah berbohong. "Kamu saja yang masuk ya, Sayang, dan katakan pada Mama kalau suamimu ini ada lembur malam ini dan mungkin saja aku akan pulang agak larut malam."
Tamara terlihat menatap Demian. "Mas sedang tidak membohongiku 'kan, saat ini?"
"Tidak Sayang, karena malam ini aku harus mengerjakan sesuatu yang harus aku bawa meeting besok pagi. Dan kalau kamu tidak percaya, kamu bisa menghubungi Fara untuk mengetahui kebenarannya." Demian lalu terlihat menyerahkan ponselnya pada sang istri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments