"Selamat ulang tahun Sayang!" seru Demian sambil bertepuk tangan. Rupanya ini kejutan karena sang istri tepat hari ini bertambah usia. "Tiup lilinnya Sayang, tapi berdoa dulu, supaya apa yang kamu semogakan akan terwujud dan terkabul bulan ini," kata Demian sambil mencium pucuk kepala wanita itu berulang-ualang kali dengan penuh rasa cinta.
"Mas," panggil Tamara dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Karena ia tidak menyangka Demian akan mengingat hari ulang tahunnya, sebab ia sendiri tidak mengingat akan hal itu. "Aku sendiri tidak ingat Mas, kalau hari ini usiaku sudah bertambah," ucap Tamara sambil memegang tangan sang suami yang saat ini masih ada di pundaknya.
"Tidak masalah kalau kamu lupa Sayang, asal suamimu ini tidak akan pernah lupa dengan hari dimana kamu di lahirkan ke dunia ini," timpal Demian yang merasa kalau rasa cintanya pada Tamara kini kian menjadi-jadi. "Dan Mas mau minta maaf, karena selama 1 bulan setengah ini, Mas belum bisa membuatmu bahagia, dimana Mas selalu saja membuat air matamu menetes, dikaranakan ada duri di ranjang pengantin kita," sambung Demian.
"Mas, kita tidak pernah menginginkan ini semua terjadi di dalam kehidupan kita. Namun, mau bagaimana lagi? Kita ini harus hidup sesuai garis kehidupan yang sudah tertakar masing-masing. Dan tidak bisa hidup sesuai kemuan kita sendiri." Meski sejujurnya Tamara juga merasa alam semesta tidak pernah adil dengannya. Tapi wanita itu akan terus mencoba menerima semua apa yang terlah terjadi. "Aku minta sama Mas," ucap Tamara. "Tolong berlaku adil lah padaku dan pada Liana, karena sekarang istri Mas Demian bukan cuma aku saja. Meski hatiku sakit, tapi aku tidak mau menang sendiri Mas. Jadi, Mas Demian tolong ingat kata-kataku ini yang menyuruh Mas berlaku adil."
"Bukan waktu yang tepat untuk membahas adik tiri kamu yang tidak tau diri itu Ara, sekarang saatnya kita rayakan saja hari jadimu, dan lupakan sejenak kalau Mas ini sudah menikah dengannya," kata Demian yang tiba-tiba saja malah memasangkan liontin ke leher jenjang sang istri.
Tamara spontan saja meraba lehernya. Dan sejenak wanita itu lupa kalau tadi ia dan Demian sedang membahas Liana, adik tiri yang diam-diam menjadi beban dan bergerak malah menjadi madunya.
"Mas, kejutan apalagi ini?"
"Hadiah ulang tahunmu, Sayang, dan maaf hanya ini yang bisa Mas berikan padamu," jawab Demian yang lagi-lagi terlihat mencium pucuk kepala Tamara.
"Pasti harganya sangat mahal 'kan, Mas?"
"Sstt, jangan katakan apapun, sekarang tiup lilinnya, dan mari kita bersenang-senang di sini sejenak. Dan lupakan masalah yang ada. Satu lagi, bayangkan kalau kita baru pertama kali bertemu, tepat di ujung danau ini." Demian menunjuk ke arah sebrang danau itu. "Iya, Sayang, di sana kita mulai bertemu hanya gara-gara kamu salah ambil buku," lanjut Demian yang mengingatkan awal mula mereka bisa bertemu sehingga mereka sekarang menjadi pasangan suami istri.
Sedangkan Tamara tersenyum dan bersamaan dengan itu air mata wanita itu lolos begitu saja, antara sedih, senang bercampur menjadi satu saat ini. Tatkala ia juga mengingat awal mula pertemuannya dengan sang suami.
Dan danau itu sebagai saksi bisu, bagaimana Demian berusaha mati-matian untuk mendapatkan hati seorang Tamara. Wanita yang sama sekali tidak pernah tertarik untuk berpacaran dengan siapapun, meskipun dulu banyak laki-laki yang datang ke rumahnya secara terang-terangan untuk menyatakan cinta padanya. Namun, Tamara menolaknya dengan alasan wanita itu mau fokus kuliah dulu. Yang sebenarnya terjadi, bahwa Tamara takut membuka hatinya karena nanti yang datang bukan manusia melainkan buaya darat dan anak curut.
***
"Mana kak Ara? Dan kenapa kau malah pulang sendiri?" tanya Liana yang saat ini berdiri di teras depan rumah Demian. Karena ia saat ini mau menunggu Demian pulang.
"Kenapa kau malah bertanya padaku?" Axel malah bertanya balik pada wanita yang hamil itu.
Liana sebenarnya malas adu mulut dengan Axel namun rasa penasarannya yang teramat besar sehingga membuat wanita itu. Harus menanyakan tentang keberadaan kakak tiri serta madunya itu.
"Kau tinggal jawab Axel! Tanpa harus bertanya balik. Apa susahnya? Apa mulut kau itu akan berbusa hanya menjawab pertanyaanku?"
"Baiklah, aku harap semoga darahmu tidak mendidih karena terbakar api cemburu. Sebab Nyonya Ara dan Tuan Demian sedang pergi, dan mereka hanya berdua tanpa ada orang lain," jawab Axel sambil terkekeh. Padahal laki-laki itu juga saat ini merasa kalau ia tidak rela melihat Tamara dan Demian pergi berdua seperti sekarang ini. "Kau jangan menangis Liana, masa wanita egos sepertimu cengeng, ah ... lemah!"
"Kau pasti sedang membohongiku 'kan?"
"Untuk apa?"
"Untuk memanas-manasiku!" jawab Liana ketus. "Sekarang katakan dengan jujur dimana kak Ara?"
Axel mengambil ponselnya dan dengan segera memperlihatkan isi chat-nya dengan Demian. "Buka matamu lebar-lebar, Liana. Dan baca ini."
Herudang itu yang di raskaan oleh Liana, wanita yang tidak tahu diri itu. "Apa-apaan kak Demian ini, kenapa dia cuma mengajak kak Ara saja yang jalan-jalan? Sedangkan aku." Liana menunjuk dirinya sendiri. "Malah di jadikan penjaga rumah ini, pokoknya ini semua tidak bisa di biarlan! Dan kau Axel antar aku cepat ke tempat mereka sekarang!"
"Kau saja sendiri yang mencarinya, kenapa kau harus menyuruhku? Apa kau lupa, bahwa aku ini hanya sopir dan pengawal pribadi Nyonya Ara?"
Liana yang merasa kesal langsung saja menghentak-hentakkan kakinya. "Kau memang b*engsek, Axel!"
"Kau …!" timpal Axel sambil berjalan masuk ke dalam rumah itu. Supaya laki-laki itu menjauh dari Liana
"Awas saja kau!" ketus Liana dengan sorot mata yang tajam.
***
Terdengar suara deru mobil di halaman rumah Demian, membuat Liana yang duduk di ruang tamu bergegas menuju ke pintu utama. Karena wanita itu ingin memarahi Demian karena ia merasa mendapat perlakuan tidak adil.
Namun, saat Liana akan melangkahan laki tiba-tiba saja Demian dan Tamara sudah masuk. Dan terdengar pasangan suami istri itu sedang bercanda gurau.
"Oh, jadi kak Demian seorang suami yang tidak berlaku adil," kata Liana yang tidak merasa malu. Meskipun di sini dialah yang menjadi orang ketiga. "Pantesan saja, nomor ponsel kak Demian tidak aktif. Orang kalian berdua sedang bersenang-senang."
"Lancang sekali mulutmu, Liana!" Suara Demian terdengar meninggi karena Demian tidak menyangka kalau Liana akan seberani ini padanya.
"Apa kakak lupa? Bahwa aku ini sekarang istri kakak juga yang harus kakak manja-manja. Di saat aku ini sedang mengendung calon penerus kakak," ucap Liana penuh penekanan. "Tapi apa? Justru kakak malah bersenang-senang dengan kak Ara, dan tadi malam saja kak Demian malah tidak memberikan hakku, di malam pertama kita."
Demian yang sudah merasa geram, mengangkat tangannya karena ia ingin menampar pipi wanita itu. Tapi Tamara dengan cepat menahan tangan laki-laki itu.
"Mas, jangan sekali-kali menyakiti Liana. Karena saat ini memang benar kalau Liana sedang mengandung darah daging Mas," kata Tamara.
"Dia lancang sekali Ara, aku tidak suka itu!"
"Sudah terlihat bedanya, kak Demian berkata kasar dan lantang padaku, sedangkan pada kak Ara begitu lemah lembut!" timpal Liana ketus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments