Saat Liana masih saja ngoceh pada dirinya sendiri. Tiba-tiba saja terlihat Tami datang dengan membawa kue di tangan wanita itu. Dan di ikuti oleh Herdi, Kinanti, Renata, dan Aploso.
"Selamat ulang tahun anak Mama!" seru Tami sambil berusaha menutup lilin yang menyala menggunakan sebelah tangannya. "Selamat bertambah usia anak Mama Sayang," sambung Tami yang akan terus berusaha untuk mendapatkan hati putrinya itu.
"Ayo Ara, tiup lilinnya," sahut Kinanti sambil berdiri di sebelah Tami.
"Iya Tamara, ayo 'Nak, tiup lilinnya." Renata sang ibu mertua ikut-ikutan menyuruh menantunya untuk meniup lilin.
Sedangkan Aploso dan Herdi terlihat hanya diam saja, karena para emak-emak sudah menyampaikan apa yang akan mereka katakan. Sehingga dua laki-laki itu hanya bisa mendoakan saja apa yang terbaik untuk Tamara.
"Ibu," panggil Tamara yang malah memilih memanggil ibu tirinya ketimbang wanita itu memanggil ibu kandungnya sendiri. "Ibu mengingat hari ulang tahunku?" tanya Tamara tanpa mau melihat ke arah Tami.
Kinanti yang merasa tidak enak hati malah menunrun Tami untuk berjalan menuju Tamara sambil menjawab, "Mama kamu yang mengingatnya Ara, sedangkan ibu dan Papa kamu malah lupa." Berbohong adalah jalan ninja yang di pilih oleh Kinanti. Karena wanita paruh baya itu merasa sudah cukup ia membuat ibu dan anak itu semakin menjauh. Sehingga membuatnya merasa kalau ia harus kembali mendekatkan Tamara dan Tami. "Dan ayo ucapkan terima kasih pada mama Tami, Ara. Karena mama kamu ini yang mengajak kita untuk ramai-ramai datang ke sini."
"Tidak mungkin ibu lupa, bukankah selama ini ibu dan Papa yang selalu merayakan ulang tahunku?" Tamara rupanya wanita yang tidak mudah tertipu. Lihatlah sekarang di saat ibu tirinya meyakinkannya tentang kejutan ini adalah rencana Tami. Namun, Tamara dengan cepat malah bisa mengetahui siapa yang telah menrencanakan ini semua. "Ibu tidak bisa membohongiku Bu, karena aku tahu mana yang tulus dan modus," kata Tamara.
Ibu mana yang tidak sakit hatinya ketika melihat anaknya lebih dekat dengan ibu tiri ketimdang dengan dia yang melahirkannya. Itulah yang di rasakan saat ini oleh Tami, wanita yang saat ini hanya ingin di panggil mama dan di peluk oleh Tamara.
"Sudahlah, ulang tahunku tidak perlu di rayakan jika ada orang asing yang ikut-ikutan," kata Tamara yang terlihat berlari menaiki anak tangga. Sungguh sangat mudah sekali suasana hati wanita itu berubah-ubah, kadang menjadi bijak kadang juga ia malah menjadi egois seperti ini. Dan mungkin saja ini karena Tami yang dulu membiarkannya tinggal dengan Herdi dan Kinanti. Membuat wanita itu berpikiran kalau Tami adalah ibu paling jahat di dunia ini.
"Ini semua terjadi gara-gara kamu Mas, dan juga wanita pelakor ini!" Tami lalu terlihat memberikan kue itu pada Demian. "Jika saja waktu itu Mas tidak seling–"
"Hentikan Tami, sekarang kau lebih baik pulang saja, karena benar apa yang di katakan oleh Ara, kalau kamu itu hanya orang asing yang berada di tengah-tengah kami," potong Herdi dengan cepat. Karena laki-laki itu tidak ingin Demian dan kedua besannya tahu kalau dulu dia dan Kinanti berselingkuh di belakang Kinanti. "Pulanglah, lagipula Burhan menunggumu di luar," sambung Herdi yang malah mengusir Tami secara halus.
Tami menatap mantan suaminya itu sinis sambil berkata, "Kosongkan rumahhku secepatnya Herdi! Karena aku mau menjual rumah yang dulu kau kotori dengan perbuatan tercela kau dengan wanita tua ini!" geram Tami yang kemudin pergi dari sana.
Demian dan kedua orang tuanya hanya bisa diam saja, tanpa mencengah Tami supaya wanita itu tidak pergi.
Sedangkan Liana terdengar mendesis, "Dia yang menjadi wanita murahan, sekarang dia malah menuduh Ibuku, dasar pelakor," gumamnya pelan sambil mendekati sang ibu yang saat ini terlihat menunduk sendu.
"Demian, susul Ara, bujuk dia supata moodnya kembali membaik lagi," ujar Aploso membuka suara setelah dari tadi laki-laki itu hanya diam saja.
"Papa kamu benar Demian, sekarang susul istri kamu." Renata juga ikut-ikutan menyuruh putranya untuk menyusul menantunya itu.
"Baik Ma, Pa, kalau gitu aku letakkan saja kue ini di meja," timpal Demian sambil berlalu pergi.
Renata yang menganggap dirinya sebagai tuan rumah di rumah putranya merangkul pundak Kinanti. "Ayo Jeng, kita lanjutkan saja acara makan-makannya untuk merayakan ulang tahun Ara, karena sebentar lagi pasti makanan yang tadi saya pesan akan datang. Tapi sebelum itu, kita makan saja dulu yang saya bawa ini." Renata mengangkat kresek berwarna putih di tangan kirinya. "Pa, ajak Pak Herdi juga, dan kamu Liana ayo ikut makan, karena mama juga kebetulan membuatkanmu rujak."
"Mama tahu dari mana kalau aku pengen makan rujak?" tanya Liana berbasa-basi.
"Cuma feeling mama saja," jawab Renata sambil tersenyum.
Liana juga mencoba tersenyum ramah pada ibu mertuanya itu. "Terima kasih, ma, karena mama sudah tahu apa yang saat ini mau aku makan. Meski aku istri kak Demian yang kedua, tapi aku berharap mama dan papa tidak membeda-bedakan aku dengan kak Ara."
"Tidak akan Liana, kamu dan Ara sama-sama kami anggap sebagai menantu kami," timpal Aploso. "Dan kami harap juga, kamu dan Ara akur jangan ada drama iri satu sama lain karena kalian sama-sama istri putra kami yaitu Demian," lanjut Aploso.
***
"Demian terlihat mendekati istrinya yang saat ini sedang duduk sambil menangis di pinggir ranjangnya.
"Sayang, harus berapa kali Mas katakan kalau kamu ingin hidup tentang, tolong maafkan kesalahan mama Tami. Karena Mas tahu, mau bagaimanapun kamu membenci mama Tami, itu sama sekali tidak akan merubah status kalian yang sebagai ibu dan anak." Demian lalu terlihat duduk di sebelah Tamara yang masih saja menangis. "Percayalah Sayang, kalau mama Tami tulus dalam menyayangi-mu, sehingga dia terus-terusan ingin bertemu denganmu dan meminta maaf, atas apa yang dulu pernah dia lakukan padamu."
"Jangan membela dia Mas, karena dia wanita yang tidak pantas dibela." Di sela-sela isak tangisnya Tamara masih saja bisa mengatakan itu pada Demian. "Andai Mas Demian yang berada di posisiku waktu itu, mungkin saja Mas akan melakukan hal yang sama. Seperti apa yang aku lakukan saat ini," ucap Tamara.
"Dimana aku sering di bully oleh teman-teman sekolahku dulu, hanya karena wanita itu pergi bersama laki-laki lain, saat masih berstatus menjadi istri Papa Herdi. Sehingga aku di cap sebagai anak dari wanita yang tidak benar, dan bukan cuma itu saja, mereka sempat mengata-ngataiku anak dari wanita je la ng. Tidak sedikit dari mereka memandangku dengan hina." Hati wanita itu kini kembali sakit, saat ia mengingat masa lalu yang sungguh menyakitkan bagi seorang Tamara.
Demian diam saja, karena laki-laki itu ingin mendengar istrinya mengeluarkan semua unek-unek yang selama ini di simpan di dalam benak wanita itu.
"Jika saja tidak ada ibu Kinanti, mungkin saja aku sudah tidak ada lagi di dunia ini, Mas, karena cuma ibu Kinanti yang selama ini selalu menguatkan aku dalam menjalani hidup sehari-hari, di tengah orang-orang yang menatapku dengan tatapan seolah-olah aku ini adalah virus." Tamara benar-benar meluapkan isi hatinya, yang selama ini ia pendam. Karena wanita itu merasa hanya dengan cara ini rasa sesak di da danya akan menjadi sedikit berkurang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments