"Ayo Axel, kenalkan diri kamu."
"Ah, iya Tuan Demian," timpal Axel sambil tersenyum menatap Tamara, wanita yang dulu hanya bisa dilihat melalui foto saja dan lihatlah sekarang laki-laki itu bisa melihat Tamara secara langsung seperti sekarang.
"Sangat cantik sekali, meskipun umurnya 25, sangat berbeda sekali dengan wajah Liana," gumam Axel yang diam-diam langsung saja mengagumi Tamara. Meskipun laki-laki itu baru kali ini melihat Tamara, wanita yang selama ini Liana ceritakan padanya.
Dan ternyata Axel dan Liana sudah pernah pacaran sebelum Liana memilih untuk putus karena wanita hamil itu tertarik dengan Demian, sang kakak iparnya sendiri.
"Kenalkan nama saya Tamara," ucap Tamara saat melihat Axel hanya diam saja ketika menatap dirinya seperti sekarang ini.
"Axel," panggil Demian. Sehingga membuat lamunan laki-laki itu menjadi buyar. "Ayo kenalkan dirimu pada istri saya," kata Demian mengulangi kalimatnya.
Axel yang mendengar itu dengan cepat mengulurkan tangannya pada Tamara. "Kenalkan nama saya Axel Nyonya, Dan Anda bisa memanggil saya El atau Axel langsung, itu tergantung keinginan Anda Nyonya."
"Saya akan memanggilmu Axel saja, tidak apa-apa 'kan?"
"Tentu saja Nyonya, tidak masalah bagi saya." Axel, laki-laki itu malah memilih untuk mengabaikan tatapan sinis Liana meski tadi Axel bisa melihat dengan sangat jelas kedua bola mata wanita yang sedang hamil itu hampir saja keluar dari tempatnya.
"Dan ini kenalkan Liana, istri ke dua saya," ujar Demian dengan penuh keterpaksaan karena Tamara menarik jas laki-laki itu dari bawah. Sebagai kode kalau Demian juga harus memperkenalkan Liana sebagai istrinya. Supaya Axel nanti tidak salah paham jika mereka tinggal bertiga di rumah itu.
Namun, tanpa Tamara dan Demian tahu, Axel sudah terlebih dahulu tau semuanya. Akan tetapi, laki-laki itu yang menjadi ayah biologis dari bayi yang dikandung oleh Liana saat ini. Hanya berpura-pura polos dan lagu demi kelancaran misinya supaya bisa tinggal di rumah itu.
"Saya Axel Nyon–" Kalimat Axel terputus karena Liana dengan cepat memotongnya.
"Aku Liana, dan aku tidak suka berbasa basi!" ketus wanita hamil itu sambil kembali lagi memakan sarapannya yang tadi sempat tertunda.
"Liana, jaga sedikit sikapmu pada Axel. Jangan membuatnya tidak betah bekerja di sini," kata Demian sambil melihat ke arah Liana.
"Aku hanya tidak suka pada orang baru kak Demian, karena kita tidak pernah tahu orang itu benar-benar baik, atau hanya sekedar pura-pura baik," timpal Liana dengan begitu angkuh.
"Kau pikir, kalau kau wanita yang baik begitu?" tanya Demian. "Sehingga kau merendahkan orang lain, ingat Liana dengan cara kau merendahkan orang lain, bukan berarti kau lebih baik daripada orang itu."
"Mas, sudah, ayo habiskan sarapannya. Nanti Mas bisa terlambat." Di sini Tamara harus bisa menjadi penengah dan jangan sampai Demian memperlihatkan pada Axel, kalau laki-laki itu sangat tidak menyukai wanita hamil itu. Atau lebih tepatnya istri kedua dari seorang Demian.
"Duduk Axel, dan ikut sarapan," kata Demian yang dasarnya laki-laki itu memang baik. Sehingga Demian tanpa membedakan Axel yang hanya sebagai supir pribadi Tamara saat ini. Yang terpenting ia harus tetap bersikap baik pada siapapun itu.
"Aku sudah kenyang!" Liana berdiri. Padahal nasi wanita hamil itu saat ini masih terlihat tinggal setengah.
Demian membiarkan Liana pergi begitu saja, tanpa menahan wanita itu. Sedangkan Tamara hanya bisa menghela nafas, karena wanita itu juga tidak akan mungkin bisa membujuk Liana untuk menghabiskan sarapannya.
"Maafkan sikap Liana, Axel, sekarang sarapanlah, karena sebentar lagi kamu harus mengantar istriku ini ke toko bajunya."
"Baik, Tuan, saya akan sarapan," timpal Axel yang mulai mengambil piring. Karena laki-laki itu tidak menyangka kalau ternyata Demian dam Tamara adalah pasangan suami istri yang sangat baik. Sehingga sopir seperti dirinya di izinkan untuk ikut sarapan bersama seperti saat ini.
"Sarapan yang banyak, supaya kamu kenyang Axel, dan bisa bekerja dengan baik."
Axel terlihat mengangguk kecil sebagai responnya pada Demian.
***
Tidak ada percakapan antara Axel dan Tamara saat mereka ada di dalam mobil, sebab Tamara terlihat asik dengan beda pipihnya sedangkan Axel terlihat sibuk menyetir. Namun, tanpa Tamara tahu, laki-laki itu sempat mencuri-curi pandang ke arah wanita itu.
Hening, beberapa detik hanya ada suara klakson mobil yang bersahut-sahutan. Satu detik, dua detik. Hingga pada detik kelima. Axel membuka suara hanya untuk sekedar berbasa-basi saja pada Tamara. Karena sekarang suara Tamara akan mulai menjadi candu bagi laki-laki ba ji ngan seperti Axel.
"Nyonya, apa saya boleh bertanya?"
Tamara mengangguk. "Boleh, tanyakan saja Axel."
Deg, suara Tamara terdengar mendayu-dayu di telinga Axel. Sepertinya laki-laki itu sudah mulai menaruh rasa pada wanita yang memiliki lesung pipi, mata sipit, dan berkulit putih itu. Padahal baru tadi pagi Axel berkenalan dengannya.
"Begini Nyonya, saya lupa alamat koko Anda. Padahal tadi Tuan Demian sudah memberitahu saya."
"Oh, jadi kamu tidak tahu letak toko itu?"
"Hm, iya Nyonya. Saya benar-benar minta maaf karena saya lupa."
"Kamu lurus saja Axel, nanti ada pertigaan kamu tinggal belok kanan, dan tepat di sana letak toko saya." Tamara memberitahu Axel sambil menggerakkan tangannya untuk menunjuk.
Dan lagi-lagi tanpa Tamara tahu saat ini Axel mencium aroma parfumnya saja sudah membuat sesuatu berdiri tegak di bawah sana.
"Apa sekarang apa kamu sudah tahu?"
"Su-sudah Nyonya Ara," jawab Axel. Sambil berpura-pura menatap lurus ke depan sana.
Tamara kembali lagi menatap benda pipihnya. Di saat ia sudah memastikan kalau Axel tidak akan salah jalur dan arah tujuan mereka untuk saat ini.
"Axel, kamu boleh langsung pulang saja jangan tunggu saya di toko. Karena mungkin saja Liana di rumah sendirian saat ini," kata Tamara tiba-tiba yang malah mengkhawatirkan adik tirinya itu. "Nanti kalau saya pulang, saya bisa menghubungimu. Memintamu untuk menjemput saya."
"Baik Nyonya," sahut Axel. Dengan jantung yang mulai berdetak tidak karuan.
*
Setelah sampai di toko, Tamara langsung saja turun dari dalam mobil. Wanita itu juga terlihat menyuruh Axel pulang.
"Jangan ngebut-ngebut Axel, pelan-pelan saja asal selamat sampai tujuan," ucap Tamara yang tidak tahu. Bahwa sikapnya yang seperti ini bisa saja membuat laki-laki yang menjadi sopirnya saat ini semakin menaruh rasa padanya.
"Pasti Nyonya, saya tidak akan ngebut," balas Axel, sebelum laki-laki itu menginjak pedal gas. Dan meninggalkan Tamara yang saat ini tersenyum manis menatap kepergiannya.
"Semoga saja dia betah dalam bekerja sebagai so–"
"Ara," panggil wanita yang suaranya terdengar sangat pamiliar di telinga Tamara. Sehingga membuat kalimat Tamara menggantung di udara. "Tamara, Mama datang lagi, karena adik kamu Adelia ingin membeli baju di tokomu 'Nak."
Senyum Tamara langsung saja memudar begitu saja di saat ia menoleh dan bisa melihat Tami berdiri di depan pintu tokonya saat ini.
"Sekarag adik kamu Adelia dan papa Burhan sudah ada di dalam, dan Mama sedang menunggu kamu 'Nak, di sini."
"Banyak toko baju di kota Jakarta ini, tapi kenapa Anda harus memilih toko saya yang pakiannya terkesan tidak bermerek?"
"Tidak penting mau yang bermerek atau tidak Ara, yang terpenting nyaman saat di gunakan dan pas di badan kita," jawab Tami.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments