"Anda benar juga, baiklah kalau begitu saya permisi dulu, karena ada hal yang harus saya urus. Dan pastinya lebih penting daripada harus meladeni Anda di sini. Satu lagi, terima kasih karena sudah mengajak keluarga kecil Anda untuk mampir ke toko baju saya ini."
"Ara sayang, sampai kapan kamu akan begini terus 'Nak, mengabikan Mama? Dan seolah-olah Mama ini adalah orang lain bagimu." Suara Tami terdengar lirih. "Mama cuma mau Ara memanggil Mama seperti dulu waktu Ara masih kecil," sambung Tami.
Tamara memang membenci Tami, namun melihat wanita yang sudah melahirkannya ke dunia ini menatapnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Hampir saja membuat bongkahan batu yang bersarang sebagai benteng dan dinding di hati Tamara yang ia bangun dengan sang ibu hampir saja dinding itu roboh. Jika saja Tamara tidak segera menepis rasa itu.
"Seperti kata saya tadi, bahwa saya harus mengurus suatu hal. Permisi Nyonya Tami yang terhormat," kata Tamara yang berjalan dan melewati Tami begitu saja.
"Mas Herdi dan wanita paruh baya itu, memang sudah benar-benar menanamkan kebencian di dalam otak putriku," gumam Tami membatin. Dan membiarkan putrinya masuk ke dalam toko itu begitu saja.
***
Di rumah Demian, terlihat Liana dan Axel sedang adu mulut. Terlihat keduanya tidak mau mengalah satu sama lain. Dan untung saja rumah itu tidak memiliki cctv di lorong yang menuju ke dapur. Sehingga Liana dan Axel bisa saling meluapkan kekesalannya satu sama lain.
"Angkat kakimu dari sini Axel!" seru Liana dengan suara yang sedikit meninggi.
"Hei, siapa kau yang berani mengusirku dari sini?" tanya Axel seraya tersenyum mengejek.
"Kau lupa, aku ini Nyonya Demian di rumah ini. Jadi, aku berhak mengusir laki-laki ba ji ngan sepertimu, Axel! Dan sekarang angkat kakimu dari sini!" Liana terlihat mendorong dada bidang laki-laki itu. "Pergi b*engsek! Pergi ...!"
Axel yang kesal langsung saja mencengkram dagu wanita yang tengah mengandung darah dagingnya itu sambil berkata, "Jika kau terus-terusan membuatku merasa tidak aman dan nyaman di rumah ini saat bekerja, maka aku akan pastikan kalau kau akan di ceraikan oleh Demian dalam waktu dekat ini Liana, dan bukankah kau sudah tahu siapa diriku ini yang sebenarnya?"
"Lepaskan! Daguku terasa sangat sakit sekali!" bentak Liana. "Aku memang tahu kalau kau itu ba ji ngan, dan juga laki-laki tukang peras!"
"Tutup mulutmu ini Liana, sebelum aku yang membungkamnya memggunakan video kita yang berdurasi 30 menit itu. Apa kau sama sekali tidak merasa takut? Dan aku lihat kalau kau ini sangat di benci oleh Demian. Itu artinya aku akan dengan sangat mudah menyingkirkanmu, wanita bo doh!" kata Axel dengan cara melepaskan dagu Liana dengan sangat kasar. Sehingga wanita itu terlihat sampai mundur beberapa langkah.
"Kurang ajar kau, Axel!"
"Kau yang kurang ajar, karena selalu saja mengusikku, Liana," timpal Axel.
Liana yang memegang ponselnya, langsung saja mengarahkannya pada wajah laki-laki itu. "Ngaca b*adab! Kau yang telah mengusik hidupku, dengan cara masuk di tengah-tengah keluarga kecilku."
"Keluarga kecil yang mana Liana? Bukankah kau adalah wanita yang tidak di inginkan?"
Liana menghela nafas sambil menjawab, "Kehadiranmu lah yang tidak pernah di inginkan di sini Axel!"
"Aku harus pergi wanita bo doh! Karena besamamu disini hanya akan membuat waktu-ku terbuang sia-sia saja," desis Axel, yang kemudian terlihat pergi dari sana.
"Pergilah, dan bila perlu kau jangan pernah kembali lagi dan menginjakkan kaki di rumah ini, Axel!" seru Liana dengan cara setengah berteriak. "Pergilah sejauh mungkin," sambung wanita hamil itu.
***
Sore menjelang, akhirnya Tamara pulang juga dari toko, terlihat wanita itu sedang menunggu jemputannya dengan cara berdiri di trotoar agak sedikit jauh dari tokonya.
Hingga beberapa detik suara klakson membuat senyum merekah di bibir wanita itu saat ini.
"Sayang, apa kamu sudah menunggu Mas lama disini?" tanya Demian yang rupanya menjemput sang istri karena kebetulan hari ini laki-laki itu pulang lebih awal dari sebelumnya.
"Lumayan, Mas memangnya kemana saja?"
"Macet Sayang, gara-gara ada pohon tumbang di jalan kenangan menuju jalan masa lalu," jawab laki-laki itu jujur. "Sekarang ayo, kamu masuk saja Sayang, karena di sore yang cerah ini Mas ingin mengajakmu jalan-jalan ke suatu tempat," kata Demian yang terlihat membukakan pintu mobil itu untuk sang istri.
"Oh, pohon tumbang, kirain Mas mampir dulu ke kedai makan tadi," timpal Tamara dan detik berikutnya kening wanita itu tampak mengkerut, saat mendengar perkataan sang suami yang kedua tadi. Bahwa laki-laki itu ingin mengajaknya jalan-jalan. "Mas emangnya mau ngajak aku jalan-jalan ke mana?" tanya Tamara yang tiba-tiba saja merasa penasaran saat ini.
"Rahasia dong Sayang, sekarang lebih baik kamu masuk gih."
"Ish, dasar pelit," celetuk Tamara sambil terlihat masuk ke dalam mobil Demian. "Masa sama istri sendiri nggak mau kasih tahu," lanjut wanita itu.
"Nanti malah gagal jadi kejutan Sayang."
"Ya sudah, ayo Mas jalan saja," ucap Tamara yang pada akhirnya mau mengalah saja. "Jalan Mas, dan jangan malah menatapku seperti itu, aku jadi malu."
*
Di dekat danu kecil, Demian terlihat menghentikan mobilnya.
"Kita sudah sampai Sayang, dan sekarang ayo kita turun. Tapi sebelum itu, aki harus menutup matamu menggunakan ini dulu," kata Demian sambil mengeluarkan sapu tangan dari dalam sakunya.
"Mas, kalau mataku di tutup maka aku tidak bisa melihat." Tamara terlihat menolak saat laki-laki itu sudah terlihat akan menutup matanya.
"Kali ini saja Sayang."
"Hm, baiklah, lagi-lagi aku harus menurut," timpal Tamara yang sekarang membiarkan Demian menutup matanya menggunakan sapu tangan yang berwarna merah muda itu.
"Harus nurut dong sama suami, biar makin di sayang. Dan sekarang ayo, Sayang turun saja. Biarkan Mas yang akan menuntunmu menuju tempat kejuatan yang sudah Mas siapkan."
Tamara tanpa banyak tanya lagi, wanita itu terlihat berjalan dengan cara Demian menumpukan tangan pada bahu wanita itu.
Bebeberapa saat kemudian, Demian sudah terlihat menuntun Tamara untuk duduk di kursi yang sudah laki-laki itu siapkan.
"Nah, sekarang kamu boleh membuka tutup matanya Sayang, tapi kamu harus tetap merem dulu tunggu aku hitung sampai tiga ya." Demian lalu melepaskan sapu tangan itu. Yang tadi ia kenakan untuk menutup mata Tamara. "Tunggu Sayan, satu ... dua ... tiga!"
Pada saat itu juga Tamara membuka mata, dan pada detik itu juga wanita itu terlihat membuka mulutnya lebar-lebar. Karena kejutan yang di berikan oleh sang suami tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments