Di kamar Liana, wanita itu terlihat sedang marah-marah dan di telinganya terlihat benda pipih yang menempel dengan sempurna di sana, karena saat ini sedang ia pegang.
"Jangan coba-coba memerasku Axel, aku bisa saja memasukkanmu ke dalam jeruji besi dengan sangat mudah!" geram Liana dan sekarang wanita itu terdengar sedang berbicara dengan Axel, laki-laki yang menitip benih di rahimnya.
"Jika kau tidak memberikanku, maka aku akan membocorkan semuanya Liana, di mana anak itu adalah darah dagingku bukan darah daging Demian. Apa kau tidak takut dengan ancamanku kali ini?" Axel terdengar tertawa lepas di seberang sana ketika laki-laki itu bertanya seperti itu pada wanita yang tengah mengandung itu. "Bagaimana Liana, apa kau masih tidak mau memberikan aku sejumlah uang yang aku minta itu?"
"Kau memang berniat ingin memerasku Axel!" pekik Liana yang merasa kesal dengan ayah dari calon bayinya itu.
"Kau tinggal bilang iya atau tidak Liana, supaya aku bisa mempertimbangkan semuanya, memilih untuk membungkam mulut ini atau malah akan membeberkan semuanya. Segampang dan semudah itu bukan."
Liana yang tidak mau semua rencananya akan berujung sia-sia pada akhirnya memutuskan untuk memberikan saja laki-laki itu sejumlah uang uang Axel mau. "Berapa jumlah uang yang kau minta b*engsek?"
"Mulutmu Liana, jangan lancang sekali memanggilku dengan sebutan itu, karena aku mempunyai nama." Axel rupanya tidak terima kalau Liana berkata seperti itu. Meskipun memang kenyataannya kalau laki-laki itu benar-benar b*rengsek.
"Terserah mulutku, sekarang sebut saja!" bentak Liana yang tidak mau berlama-lama berbicara dengan Axel via telepon. Karena wanita itu tiba-tiba saja merasa kalau dia ingin memakan daging ma nu sia untuk saat ini. Hanya karena ia merasa kesal dan marah pada laki-laki itu.
"Oke, dengarkan aku Liana, dan pasang kupingmu baik-baik."
"Ya, katakan saja karena aku tidak mau buang-buang waktu hanya untuk berbicara dengan laki-laki sepertimu Axel, di saat malam ini adalah malam pertamaku dengan kak Demian."
Axel tiba-tiba saja terkekeh-kekeh ketika mendengar kalimat Liana. "Percaya diri boleh-boleh saja Liana, tapi kau lupa, sadar diri juga harus di ikut sertakan," kata Axel yang tahu kalau Demian sangat mencintai Tamara seorang. Axel juga tahu kalau Liana berniat ingin menyingkirkan kakak tirinya itu.
"Aku bilang katakan saja, berapa uang yang kau minta Axel. Jangan malah mengalihkan pembicaraan."
"Aku tidak minta banyak-banyak Liana, cukup 15 juta saja," sahut Axel.
"Apa?!" Liana yang kaget spontan sata memekik. "Apa aku tidak salah dengar?"
"Tidak, karena tadi justru aku mau minta 20 juta tapi mengingat aku hanya butuh 15 juta maka aku hanya minta itu saja. Sebab aku tidak mau terlalu serakah," timpal Axel menjawab wanita yang sedang hamil muda itu. "Aku minta sekarang langsung di transfer, karena aku tidak mau rentenir s*alan itu terus-terusan mengejarku."
Liana terdiam karena wanita itu tidak punya uang sebanyak itu. Membuatnya saat ini berpikir dengan sangat keras.
"Apa kau mendengarku Liana?"
"Iya, tapi ... aku tidak bisa memberikanmu uang itu sekarang. Karena saldo di rekening atm-ku hanya ada 10 juta saja," jawab Liana jujur.
"Aku minta sekarang juga Liana, dan jika tidak ada maka aku akan meminjam ke kakak tirimu serta aku akan memberitahu tentang kebenarannya." Axel bukan laki-laki yang mudah setuju. Oleh sebab itu, ia hanya bisa mengancam Liana saja seperti saat ini.
"Kau memang benar-benar sangat kurang ajar Axel!"
"Aku tunggu sampai pu kul 12 malam, jika tidak ada maka video kita langsung akan aku kirimkan untuk papa Herdi." Sesaat setelah mengatakan itu Axel langsung saja mematikan panggilan itu secara sepihak.
"B*engsek kau Axel! Dasar laki-laki mata duitan!" Liana yang kali ini benar-benar merasa kesal hampir saja membanting ponselnya, akan tetapi wanita itu baru saja mengingat kalau ponsel itu ia beli dua hari yang lalu. Dan ponsel itu juga ia beli dengan uang mahar yang diberikan oleh Demin.
Dan pada saat ia ingin menelepon Kinanti tiba-tiba saja wanita paruh baya itu sudah terlebih dahulu menghubunginya. Tanpa memerlukan waktu yang lama Liana mengangkat panggilan telepon ibunya.
"Halo, Bu, apa aku boleh minta tolong?"
"Iya Sayang, kamu mau minta tolong apa 'Nak?" Meski Liana mengangkat teleponnya dan langsung meminta tolong. Kinanti sama sekali tidak keberatan akan hal itu. "Nak, kenapa malah diam, ayo katakan saja?"
"Bu, tolong transferkan aku uang sebanyak 15 juta, karena aku harus membayar paket yang aku pesan dua hari yang lalu. Karena kebetulan uangku saat ini belum ada," jawab Liana berbohong. "Nanti aku ganti uang Ibu, kalau kak Demian memberikanku memegang kartu black cardnya."
"Apa kamu hanya mau minta tolong itu saja?"
"Iya Bu, dan aku minta sekarang ya di transfernya. Karena kang paketnya dari tadi terus saja menerorku. Satu lagi jangan beritahu papa."
Kinanti yang memang mudah percaya dengan cepat mengiyakan putrinya itu. "Ya sudah, kalau begitu Ibu transferkan kamu dulu, dan nanti kalau sudah sampai segera beritahu Ibu."
Liana akhirnya bisa bernafas dengan lega saat mendengar kalimat sang ibu. "Oke, Bu, dan ingat sekarang ya, jangan sampai putri Ibu ini viral karena tidak mampu membayar paket," ucap Liana.
"Kamu tunggu saja, kalau begitu Ibu tutup dulu teleponnya. Salam buat kakakmu Ara."
Tanpa membalas Liana langsung saja menekan tombol merah. "Jangan rusak mood-ku, Bu, karena mendengar namanya saja aku muak dan mau muntah!" gerutu Liana. "Andai Ibu tahu, pasti saat ini wanita gatal itu sedang merayu suamiku, dan juga saat ini wanita itu sudah berkeringat basah dengan kak Demian," sambung Liana yang tidak sadar kalau dirinya lah yang pantas di sebut sebagai wanita gatal itu untuk saat ini. Karena ia sudah masuk ke dalam rumah tangga Tamara dan Demian, serta ingin menghancurkan kedua pasangan suami dan istri itu.
***
Tepat pu kul 12 lagi-lagi ponsel Liana berdering, sehingga membuat wanita yang saat ini terlelap terpaksa membuka mata.
"Kau memang laki-laki yang sangat-sangat menyebalkan Axel!" Suara Liana terdengar serak-serak ba sah. Dan saat ini ia bisa tahu kalau yang meneleponnya itu adalah Axel, karena wanita itu membuat nada dering yang ia buat khusus untuk laki-laki itu. "Apa lagi yang dia inginkan, padahal aku sudah mentranstrkannya uang yang dia minta." Liana mencoba meraih ponselnya yang ada di atas nakas tanpa membuka kelopak matanya. "Manusia yang akan berperan sebagai penggangguku mulai sekarang," gerutu wanita hamil itu sambil menggeser layar gawainya.
"Kemana saja kau?!"
Tiga kalimat yang dilontarkan oleh Axel membuat Liana langsung saja melotot sempurna. "Hei, siapa kau yang berani membentakku saat bertanya seperti itu?" Liana yang tidak terima di bentak malah meradang meskipun nyawanya belum sepenuhnya terkumpul sempurna untuk saat ini.
"Kau amnesia, apa kau pura-pura lupa Liana? Aku ini ayah dari bayi yang kau kandung itu. Apa perlu aku ulangi kalimatku sekali lagi, supaya kau mendengarnya dengan jelas?"
"Katakan, saja apa maksud dan tujuanmu mengganggu jam istirahatku? Karena aku tidak suka berbasa-basi seperti ini."
"Aku kedinginan," jawab Axel.
"Lalu? Kenapa kau malah meneleponku dan mengganggu jam istirahatku. Dasar bo boh! Hanya karena kau kedinginan kau menghubungiku, dasar otak udang!" geram Liana.
"Aku ada di gerbang rumah Demian, karena malam ini aku ingin mendapatkan kehangatan itu dari tubuhmu, Liana dan sebentar lagi aku akan masuk ke dalam rumah itu."
Liana spontan saja langsung bangun dari tidurnya. Hanya karena kalimat Axel. "Kau, laki-lali gila! Buat apa kau datang ke sini? Jangan katakan kalau kau ingin membocorkan semuanya setelah tadi aku memberikanmu sejumlah uang." Liana rupanya sudah menduga-duga sendiri. "Pergi kau dari sini Axel, sebelum kau menyesal."
"Hanya untuk malam ini saja Liana, apa kau tidak merasa kasihan denganku?"
"Tidak! Kau pergilah dan jangan pernah ganggu aku lagi!" Liana yang tidak mau lagi meladeni Axel, dengan cepat memutuskan sambungan telepon itu.
"Enak saja, dia mau kehangatan dariku, memangnya siapa dia, dasar Axel laki-laki me sum!" Wanita hamil itu lalu terlihat membaringkan diri lagi. Karena rasa kantuk yang kini kian menjadi-jadi malah menyerang pelupuk matanya. Sehingga membuat Liana dengan cepat kembali terlelep lagi membawa rasa dongkol yang masih tersisa di dalam benaknya.
***
Pagi menjelang, saat tiga manusia itu terlihat sedang sarapan bersama tiba-tiba saja Demian membuka suara.
"Sayang, kenalkan itu Axel, laki-laki yang akan menjadi supir, sekaligus pengawal pribadimu," kata Demian memperkenalkan Axel yang rupaya tadi malam benar-benar datang ke rumah Demian. Sebagai supir yang di minta oleh Demian sendiri.
Liana yang mendengar itu langsung saja tersedak. "Uhuk ... uhuk, uhuk ...."
"Minum, kalau makan hati-hati," kata Tamara yang dengan cepat menyodorkan segelas air ke depan Liana. Dimana wanita hamil itu masih saja batuk-batuk.
"Sudahlah Sayang, biarkan saja." Demian seolah tidak mau peduli dengan Liana saat ini. "Axel, kesini, kenalkan ini istri saya," ucap Demian yang menyuruh Axel untuk mendekat ke meja makan. Karena kebetulan laki-laki itu berdiri jauh di tembok paling ujung.
"Mas, apa ini tidak terlau berlebihan?" tanya Tamara.
"Tidak Sayang, karena Mas harus pergi ke luar kota untuk beberapa hari. Jadi, Mas sengaja meminta Axel sebagai sopir pribadimu," jawab Demian dengan senyum yang mengembang di bibirnya. "Axel ini juga orangnya sangat baik lho, Sayang. Karena dulu waktu ban mobil Mas kempes, Axel ini yang membantu Mas. Dan mungkin saja kalau tidak ada dia, Mas tidak akan bisa pulang waktu itu," tutur Demian.
"Oh, jadi dia laki-laki yang Mas ceritakan satu minggu yang lalu?"
"Iya, Sayang, Axel orangnya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments