Episode 8

Baron mengundang Shella ke rumahnya lagi. Namun, kali ini Shella datang tanpa Juna. Karena Juna masih belum pulang dari luar negeri. "Kamu sendiri?" tanya Baron dan Dewi.

"Iya. Juna di luar negeri sudah seminggu ini." jawab Shella dengan santai. Ia tahu apa yang paman dan tantenya inginkan.

"Juna baik sama kamu?" tanya Baron penasaran dengan kehidupan keponakannya setelah menikah. Walaupun dia kejam, tapi Shella tetaplah keponakannya.

"Iya. Baik banget malah." jawab Shella dengan jujur. Faktanya Juna memang memperlakukannya dengan sangat baik walaupun dia agak dingin.

"Iyalah baik. Orang kamu yang nantinya akan mengurus dia. Untung saja ketiga putriku menolak menikahi dia. Kalau nggak ya kasihan hidup mereka." sahut Dewi.

"Kasihan? Apanya yang kasihan? Justru mereka akan hidup mewah. Kalian tahu siapa Juna kan? Dewa kekayaan di kota ini, kalian aja minta tolong buat bantuin perusahaan kalian yang hampir bangkrut." ucap Shella yang tentu saja membuat Dewi kesal.

Brakk.

"Heh, jangan songong kamu!" seru Ana. Dia tidak terima dengan perkataan Shella.

"Songong? Itu fakta bos." Shella tak takut sama sekali dengan kemarahan Ana. Kini, dia memiliki pelindung dan juga dia bukan lagi bagian dari keluarga itu. Sejak dia dijual untuk membayar hutang pamannya. Shella menganggap jika dia bukan lagi keluarga pamannya.

"Ish.. Udah berani ya kamu?" Ana semakin marah karena kin Shella berani melawan.

"Cuma kamu?" Shella tersenyum sinis.

"Coba aja senggol aku, kalau kalian ingin hidup jadi gelandangan." kata Shella dengan santai. Ia masih menikmati makanan di depannya.

"Bener-bener ye.." Ana mulai berdiri. Dengan sangat marah ia hendak menyerang Shella. Namun, segera Baron menghentikannya. Dia tidak mau memiliki masalah dengan Juna. Karena saat ini, Shella adalah kartu As-nya.

"Hentikan Ana! Harusnya kamu bersikap baik ke Shella! Biar bagaimana pun, dia saudara kamu." ucap Baron.

"Oh, sekarang udah belain dia?" tanya Dewi dengan kesal. Dia tak terima anaknya dimarahi oleh papanya.

"Tapi Ana memang sudah keterlaluan." ucap Baron lagi.

"Iya belain aja terus! Kayaknya kamu udah nggak butuh aku sama anak-anak." ucap Dewi mulai terpancing amarahnya.

Melihat keributan itu, Shella menjadi tidak nyaman. Ia segera beranjak dari tempat duduknya. "Aku mau pulang dulu paman." kata Shella.

"Kenapa buru-buru? Paman bahkan belum bicara permasalahannya." Baron menghentikan Shella.

"Aku tahu apa yang ingin paman katakan. Nanti aku bilang ke suamiku." ucap Shella. Dia telah menebak apa yang ingin pamannya katakan dengan mengundangnya makan malam.

"Iya.. iya.. Bilang ke Juna kalau paman sudah alihkan saham milik papa kamu atas nama kamu." kata Baron lagi.

"Ya." Shella kemudian memilih segera pergi dari rumah tersebut.

"Pergi sana! Jangan pernah kesini lagi!" seru Ana.

"Kalau bukan karena papa kamu yang undang aku. Males banget aku kesini." jawab Shella masih dengan santai. Tapi setiap kata yang ia ucapkan membuat Ana dan mamanya kesal.

Shella keluar dari rumah itu dengan tersenyum sinis. Selama ini dia hanya diam ketika ditindas. Kini, dia mulai berani melawan. Karena dia memiliki pendukung sekarang.

Di luar, Donny dengan setia menunggu majikannya. Awalnya Donny takut istri tuannya akan ditindas oleh keluarga itu. Namun, melihat wajah cerah Shella, ia pun tersenyum lega.

Donny menjadi saksi bagaimana anak-anak Baron menolak lamaran tuan-nya. Dan bagaimana Baron memaksa Shella untuk menggantikan anak-anaknya.

"Kita langsung pulang nyonya?" tanya Donny.

"Iya dong, mau kemana lagi?"

****

Malam hari ketika Shella terlelap. Ia merasa ada sesuatu yang hangat menyentuh perutnya. Shella yakin jika dia tidak bermimpi. Seketika Shella membuka matanya. Ternyata, itu suaminya.

"Juna? Kamu udah pulang?" tanyanya kaget.

"Aku ganggu kamu?" tanya Juna.

"Nggak kok."

"Kangen nggak?" tanya Juna sembari tersenyum.

"Em,, coba pikir!" jawab Shella.

"Em... Kangen berat kayaknya, sampai nggak mau makan, buktinya sampai kurus." kata Juna kembali tersenyum. Sejak menikahi Shella, entah berapa kali dia bisa tersenyum.

Shella ikut tersenyum. "Kenapa nggak pernah hubungi aku?" tanya Shella.

"Aku takut nggak kuat nahan kangen." jawab Juna.

"Ish.." Shella tersenyum lagi. Tak menyangka jika suaminya akan seromantis itu.

"Lusa, kak Dhika udah boleh pulang. Dia akan melakukan perawatan di rumah." ucap Juna dengan senang. Itu sebabnya dia merasa sangat bahagia. Kakaknya telah mengalami kepulihan, meskipun belum seratus persen. Tapi dia bisa di rawat di rumah. Itu yang membuat Juna sangat bahagia.

"Terus keponakan kamu?"

"Tasya? Dia ada di kamar. Kamu nggak keberatan kita rawat dia sementara waktu?" Shella menggelengkan kepalanya.

"Nggak sama sekali."

Juna merasa sangat bahagia. Ternyata Shella memang sebaik itu. "Kata Donny kamu tadi ke rumah paman kamu?" tanya Juna lagi. Segala sesuatu yang terjadi di rumah itu. Tidak mungkin Juna tidak tahu.

"Hemm.. Tapi paman belum sempat bilang apa tujuannya. Aku udah males duluan. Aku sempet berantem dengan Ana juga." jawab Shella tak mau menyembunyikan apapun dari suaminya.

"Mereka sakiti kamu nggak?" tanya Juna khawatir.

"Enggak." Shella menggeleng.

Juna pun bernafas lega. Ia menyentuh kepala Shella dengan lembut. "Kerja bagus. Selama ada aku, jangan pernah takut sama siapapun!" kata Juna.

"Makasih." Shella memeluk Juna. Kemudian mereka tertidur dengan posisi saling berpelukan sepanjang malam.

Keesokan paginya.

Juna dan Shella dibangunkan oleh suara tangisan Tasya, keponakan Juna, anak kakaknya. Dia menangis karena mencari mamanya.

"Hei, kenapa nangis? Sini sama om!" Juna mendekati Tasya. Ia memangku keponakannya tersebut.

"Aku mau mama.." kata Tasya sembari menangis.

"Mama sakit, dia nggak ada sama kita. Sama om aja ya!" Juna mengusap air mata Tasya dengan lembut.

"Iya, sama tante juga ya?" sahut Shella.

"Nama kamu siapa?" Shella berjongkok di depan Tasya yang dipangku om-nya.

"Tasya."

"Em, kenalin, nama tante, tante Shella." kata Shella.

"Tasya suka permen nggak?" Tasya menganggukan kepalanya.

"Kalau es krim?" Tasya mengangguk lagi.

"Tasya mau?" anak berusia empat tahun itu kembali mengangguk.

"Kalau gitu kita makan dulu, terus mandi, terus jalan-jalan beli permen sama es krim. Tasya mau jalan-jalan kemana?" Shella mengulurkan tangannya. Tangan kecil itu perlahan menggenggam tangan Shella. Kemudian ia turun dari pangkuan om-nya.

"Aku mau ke kebun binatang tante?" kata Tasya dengan imut.

"Mau lihat gajah?"

"Emm.. Sama harimau, sama jerapah juga. Mau lihat semua." Tasya seketika berubah ceria.

"Boleh. Tapi harus makan dulu!" Shella menyuapi Tasya dengan penuh kasih sayang. Dan anak kecil itu nurut. Ia makan dengan disuapi oleh Shella.

Dengan sekejap, Tasya dan Shella bisa langsung akrab. Shella sangat berpengalaman di bidang itu. Karena dia cukup lama menjadi relawan di panti asuhan.

Juna dan Bi Ani tersenyum senang melihat kedekatan antara Tasya dengan Shella. Mereka bersyukur karena Shella mau menerima Tasya.

Terpopuler

Comments

Tri Handayani

Tri Handayani

semangat thorrr'lanjut up....

2023-04-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!