Menu Sarapan

Langkah mereka terdengar di tengah salju yang begitu tebal. Mata Arashi mengawasi semua yang ada di bawah sana dalam jarak 10 meter di bawah tanah.

"Ada satu atau dua ikan kecil yang kita lintasi. Sudah berkembang biak..." Ucap Arashi terdengar tenang.

"Kali ini misi yang sulit. Apa aku bisa pulang tepat waktu?" gumamnya menatap ke arah cahaya bulan.

"Lalu bagaimana?" tanya Arashi pada pemuda di sampingnya.

"Agh!" suara seseorang terdengar. Kupu-kupu seputih salju dimunculkan Enkai di sekitar tubuhnya, secara refleks.

Namun, hanya seorang nenek tua yang tidak kuat membawa ranting kayu yang sudah dikumpulkannya. Arashi menelan ludahnya sendiri, sedikit melirik ke arah Enkai.

"Apa dia akan membunuh warga sipil?" batin Arashi.

Tapi bagaikan dua kepribadian yang berbeda. Tanpa diduga pemuda itu melepaskan topengnya, memberikan topengnya pada Arashi.

"Light waktu kita tidak banyak! Lagipula jika ini jebakan tim pemerintah---" Ucap Arashi ingin menghentikan. Tapi pemuda itu tersenyum cerah, benar-benar bagaikan pemuda tanpa dosa.

"Menolong adalah kewajiban, membunuh bisa nanti-nanti saja." Kata pemuda itu bagaikan sehelai kertas putih.

Arashi mengenyitkan keningnya."Wajahnya bagaikan malaikat, tapi hati psikopat." Kalimat yang tidak diucapkannya tertahan dalam senyuman terpaksa.

Dan benar saja, Enkai mendekati sang nenek tua. Mulut berbisa penuh rayunya kembali digunakan."Nenek, mau aku antar. Aku tidak tega melihat wanita cantik terluka."

Ingin muntah rasanya itulah yang ada di fikiran Arashi saat ini. Seorang pria muda mengatakan kata-kata itu pada seorang nenek tua.

"Tapi---" Kalimat nenek itu dipotong.

"Naik ke punggungku. Temanku akan membawa kayu bakarnya. Tidak perlu ragu, aku tidak akan melecehkan nenek. Istriku sudah cukup cantik." Lagi-lagi kata-kata munafik itu terlontar dari wajah tanpa dosa. Tersenyum secercah cahaya matahari.

"Terimakasih," Hanya itulah kata dari mulut sang nenek yang sejatinya terlalu malu untuk meminta tolong.

Berjalan di tengah guyuran hujan salju dengan Arashi mengikuti mereka membawa kayu bakar.

"Kenapa nenek pergi ke dekat danau malam-malam?" tanya Enkai pada wanita tua di punggungnya.

"Kayu bakar nenek tertinggal. Musim dingin terlalu panjang, jadi stok kayu bakar habis dengan cepat." Jawaban dari sang nenek tua.

"Tertinggal?" Enkai mengenyitkan keningnya.

Nenek tua itu mengangguk."Tadi siang sudah nenek kumpulkan, tapi ada ikan. Ikan yang sangat besar, jika pemancing menangkapnya pasti akan sangat senang." Ucapnya yang memang mengalami alzheimer (pikun).

"Ikan besar? Lalu? Apa nenek seperti pendekar yang terbang mengalah nya?" tanya Enkai tersenyum, mengikuti cara bicara sang nenek.

"Tidak, ikan itu sebesar rumah. Badannya sekeras batu, nenek melempar pedang ke mulutnya!" Cerita dari sang nenek yang mengalami demensia itu antusias.

"Sebesar apa pedangnya?" tanya Enkai penasaran.

"Sebesar ranting itu!" sang nenek menunjuk ranting seukuran telapak tangan.

Pedang yang dikatakan sang nenek hanya pisau kecil. Enkai kembali menghela napasnya, senyuman terukir di wajahnya.

"Lalu?" tanyanya lagi.

"Tentu saja nenek mengalahkannya, ikannya mati. Tapi sayangnya ketika ingin dibawa untuk makanan, malah hidup kembali dan melarikan diri." Jawaban dari sang nenek terdengar kecewa.

"Ini baru pahlawan wanita tercantik." Kalimat rayuan yang diucapkan pemuda rupawan super gombal itu, membuat Arashi mengenyitkan keningnya.

Istrinya buruk rupa, merayu nenek tua, tapi kejam pada gadis cantik (Midori). Pria ini benar-benar tidak normal. Itulah yang ada dalam benaknya.

*

Rumah berupa gubuk yang tidak begitu besar. Enkai menurunkan sang nenek. Wajahnya tersenyum ramah."Aku pergi dulu ya nek,"

Sang nenek mengangguk, tapi tanpa diduga Enkai mencium kening sang nenek tua.

Cucu perempuan cantik yang menyambut kedatangan mereka mengenyitkan keningnya."Kak, tidak mampir dulu?" ucapnya pada Enkai dan Arashi.

"Tidak, kami harus pergi. Nenek ini untuk nenek." Ucap Enkai pada sang nenek memberikan sejumlah uang yang diambil dari sakunya.

"Terimakasih! Tuan!" Ucap nenek itu masih kacau. Kalimat aneh yang diucapkan seorang penderita alzheimer.

"Kak, tidak menginap saja? Udara di luar begitu dingin aku---" tawaran dari gadis cantik yang merupakan cucu sang nenek.

"Kami akan mampir. Aku---" Kalimat Arashi disela.

"Kami pergi, jika kamu tidak mengurus nenekmu dengan baik. Aku sendiri yang akan menghabisi mu!" Ancaman dari Enkai dengan mata sekelebat memerah.

Berjalan pergi diikuti Arashi yang sejatinya ingin menginap ditemani sang gadis cantik.

Gadis itu ketakutan, dirinya memang kerap melepaskan sang nenek ke dekat danau. Mungkin agar nenek yang menyusahkannya mati dimakan monster.

"Masuk!" bentaknya menarik sang nenek, merampas uang dari tangannya. Dirinya mungkin harus menjaga neneknya mulai saat ini. Bukan karena takut, tapi karena pemuda rupawan yang menyayangi lansia ini. Berarti ada kesempatan bertemu dengan pemuda tampan berambut putih itu lagi.

Mungkin juga neneknya akan mempersatukannya dengan jodohnya. Itulah yang ada di fikiran sang cucu yang tersenyum-senyum saat ini.

"Kenapa tersenyum?" tanya sang nenek.

"Jatuh cinta! Kenapa!? Nenek makan dulu! Ayo!" Ucap sang cucu kasar. Tapi berusaha membuat neneknya yang kurus terlihat lebih sehat.

*

Sementara dalam perjalanan Enkai menghentikan langkahnya. Kala berpapasan dengan Eiji, Uzui dan Rhea, yang berlari tanpa mempedulikan keberadaan Dark Hunter.

Inilah perbedaan tim biasa dengan tim dari pasukan khusus. Mereka lebih fokus untuk menjalankan misi.

Namun, Enkai membuat ruang dimensi, berpindah dengan cepat menghadang dihadapan mereka.

"Ini peringatan untuk kalian, biar kami yang menyelesaikan. Sebelum ada korban dari pihak kalian." Kalimat yang diucapkan Enkai.

Uzui mengenyitkan keningnya."Kami tidak pernah takut pada Dark Hunter." Pemuda yang pergi berlalu bersama Eiji dan Rhea tanpa mempedulikan peringatannya.

"Light?" Arashi berjalan mendekatinya, menunggu perintah dari ketua timnya yang selalu berubah-ubah, bagaikan wanita jika sedang datang bulan.

Enkai menghubungi Kairi menggunakan earphone di telinganya."Kairi, gunakan uangmu. Bekerja sama dengan warga desa, detailnya akan aku jelaskan setelah ini." Ucapnya membuat ruang dimensi guna menuju ke pusat desa.

*

Tiga jam berlalu berpacu dengan waktu. Cukup sulit memasang formasi ini. Namun pada akhirnya usai juga.

Uzui mulai menggunakan kemampuannya. Tubuhnya saat ini melayang membuat semacam tabir pelindung dari formasi. Diikuti dengan ke 50 bendera yang juga melayang. Tabir pelindung aneh terlihat di sekitar danau di tengah musim dingin.

Sementara Enkai hanya duduk bermalas-malasan di dahan pohon. Sama dengan kedua rekannya yang kini mengintip dari balik pohon tua.

"Mereka luar biasa!" puji Arashi.

"Apa yang akan mereka lakukan. Imbalan kali ini lumayan besar kan? Apa kamu akan membiarkannya begitu saja?" tanya Kairi pada Enkai.

"Bisa jangan berisik!? Aku sedang mencoba untuk tidur. Jika mereka sudah selesai, bangunkan aku." Ucap Enkai benar-benar kelelahan setelah menggoreng ayam seharian, untuk orang-orang berseragam biru yang dibawa Eiji tadi siang.

"Bagaimana ini?" Kairi mengenyitkan keningnya.

"Kita ikuti kata-kata psikopat saja. Daripada mati sia-sia." Jawab Arashi masih tertarik menyaksikan bagaimana tim pasukan khusus menangani misi.

*

Seperti rencana, tabir pelindung telah dibentuk. Naga berbentuk cahaya berputar melingkar mengelilingi danau, membuat batasan cahaya hingga tidak ada makhluk yang dapat melarikan diri.

Dua monster raksasa itu mulai menyerang, benar-benar berbentuk bagaikan ikan. Namun terlalu besar untuk ikan, meraung-raung menyadari diri mereka dikurung dalam lapisan cahaya yang tidak dapat ditembus.

"Bekukan!" Sora mengerahkan kemampuannya membekukan air danau, membuat sang monster tidak dapat bergerak sama sekali.

Sekarang tinggal Eiji, mata pemuda itu sedikit bersinar, hanya sekelebat saja. Gelang kecil miliknya berubah menjadi membesar membentuk berlapis-lapis api. Tinggal bagian akhir saat ini. Senyuman mengembang di wajah ke enam orang tersebut.

Dhuar!

Ikan-ikan kecil mengundang arus listrik, memecahkan lapisan es yang mengurung orang tua mereka. Benar-benar tidak ada dalam data, sesuatu yang belum matang.

Dhuar!

Ledakan petir kedua terjadi ketika kedua indukan ikan tersebut terbebas. Eiji berusaha menyerang, namun tidak bisa setelah ikan masuk ke dalam air serangan api tidak berguna sama sekali. Ikan raksasa yang mengamuk.

"Biar aku yang melakukannya!" Rhea yang baru bergabung ke unit pasukan khusus bergerak sembrono. Mulai menggerakkan cambuknya, sebuah cambuk tajam yang terbuat dari api es, dapat memperlemah dua macam elemen. Kala cambuk itu diayun saat itulah ikan semakin mengganas. Menarik tubuhnya melalui cambuk, menenggelamkan pada air danau yang dingin.

Tidak dapat bernapas, menatap ke arah lapisan atas danau yang beku. Kekurangan oksigen di otaknya, apa dirinya akan mati? Dirinya baru naik tingkat menjadi Hunter level A. Mengapa seperti ini? Air matanya mengalir, bercampur dengan air danau benar-benar ketakutan saat ini. Gelembung-gelembung udara keluar dari mulutnya. Napas terakhirnya berhembus. Kesadaran yang memudar.

Bau menyengat masakan ayahnya yang menantinya di rumah diingatnya. Ayah yang berjuang membesarkannya tanpa bantuan ibunya. Apa ayahnya akan menangis? Apa ayahnya akan hidup seorang diri.

"Ayah, aku tidak ingin mati..." batinnya.

*

Mata Enkai yang tertutup terbuka sesaat. Ruang dimensi kecil dibentuknya, tubuh Rhea keluar dari ruang dimensi, beserta sedikit air danau.

"Kamu menyelamatkannya?" tanya Kairi.

"Dia sudah tidak bernapas!" Arashi memeriksanya dengan seksama.

"Hidup dan matinya tergantung tekadnya sendiri. Ada yang lebih penting harus kita lakukan saat ini." Ucap Enkai melompat turun dari atas pohon.

"Agghhh!"

Suara aungan monster terdengar nyaring.

Prang!

Lapisan pelindung yang mengelilingi danau pada akhirnya pecah. Kelima Hunter berusaha menghentikannya, mendekati desa. Namun ikan-ikan kecil menghalangi.

Uzui yang memuntahkan darah akibat formasinya pecah kini tengah dipapah oleh Eiji.

Putus asa itulah yang ada dalam diri mereka saat ini. Menatap monster ikan yang mengamuk menembus salju dan tanah mendekati desa.

*

"Kita akan makan ikan untuk sarapan." Kalimat yang diucapkan pemuda dengan topeng Inari-nya itu tersenyum.

Terpopuler

Comments

Ide'R

Ide'R

Sekarang warga desa yang pesta makan ikan..🤭🤭

2023-04-13

2

Herlan

Herlan

saatnya enkai beraksi setelah pasukan khusus KO😁

2023-04-12

4

Biyan Narendra

Biyan Narendra

Enkai Cs dan warga desa..
Kayaknya bakal makan besar nih..
Menu special fillet monster ikan..

2023-04-12

4

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 81 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!