Dark Hunter

Benar-benar sepi kala hujan salju musim dingin telah turun. Beberapa boneka salju terlihat di luar area restauran, penghangat ruangan telah terpasang.

Namun tidak ada yang datang 2 hari ini. Berkali-kali Sena menatap ke arah buku tabungannya. Pengeluaran yang cukup banyak. Dari lulus SMU dirinya memang mengelola restauran peninggalan ibunya ini sendiri. Menyadari sang ayah yang lebih terpaku pada istri kedua dan saudara-saudaranya yang rupawan.

Sesekali dirinya menghela napas kasar. Beberapa lembar koran ada di sampingnya dengan tanda lingkaran. Dirinya harus mencari pekerjaan paruh waktu. Mungkin dari sore hingga malam hari, agar ada yang membatu Enkai jika tiba-tiba ada pelanggan datang.

Beberapa nomor telah dihubunginya. Mencari pekerjaan tidak mudah untuk orang dengan wajah sepertinya. Bekas bagaikan luka bakar menutupi hampir separuh wajahnya. Sejak lahir memang seperti ini, entah kenapa dirinya terlahir begini 20 tahun lalu.

Sang ibu melahirkannya sehari sebelum invasi iblis dan monster. Sehari sebelum gerbang aneh itu retak. Matanya memincing sedikit melirik ke arah Enkai yang tengah memotong ayam perlahan.

"Kapan hari ulang tahunmu?" tanyanya penasaran.

"Tidak tau, kepala keluarga Zen menemukanku di pinggir jalan saat invasi. Semua orang melarikan diri, mungkin saja orang tuaku sudah dibunuh iblis atau mungkin mereka sengaja meninggalkanku." Jawaban masuk akal dari Enkai. Tidak terlihat sedikitpun kesedihan dalam raut wajahnya.

Beberapa rempah-rempah ditaburkannya pada ayam. Menjadi koki profesional kini impiannya. Masa bodoh menjadi Hunter, dirinya yang awalnya kagum kini tidak lagi. Mengingat detik-detik Sena hampir meregang nyawa.

"Kalau begitu hari ulang tahunmu adalah harimu ditemukan. Satu hari sesudah hari ulang tahunku adalah ulang tahunmu." Kalimat yang diucapkan Sena antusias.

Enkai mengangguk."Mungkin." Hanya satu kata yang diucapkannya. Kemudian membuat kobaran api besar di atas wajan ala koki profesional.

Menghidangkan makanan dengan cantik benar-benar detail meniru koki restauran bintang lima, kemudian memberikan hidangan pada Sena."Kamu wanita yang paling beruntung karena dapat mencicipi masakan pertamaku selain ayam goreng. Ini mungkin akan menjadi menu andalan restauran kita."

Tampilan yang menarik, bau yang harum, membuat Sena tidak sabar untuk mencobanya. Wanita yang perlahan mengambil garpu dan pisau.

"Enak?" tanya Enkai antusias.

"Enak," jawaban dari Sena. Tapi hanya sesaat pada akhirnya wanita itu berlari ke kamar mandi. Mulai memuntahkan isi perutnya.

"Kenapa muntah? Kamu hamil?" tanya Enkai menggoda, ingin melihat wajah malu wanita yang tinggal dua minggu ini dengannya. Tapi tidak, Sena tetap saja masih berusaha mengeluarkan cairan lambungnya.

"Kenapa dia muntah?" Gumam Enkai dengan tangan mulai menyuapi mulutnya sendiri dengan masakannya.

Ueeekk!

Pada akhirnya Enkai ikut muntah di samping Sena. Dua orang yang muntah pun berdampingan.

*

Srak!

Hari sudah mulai sedikit gelap. Hujan salju turun sedikit lebih lebat dari biasanya. Enkai sudah menutup rolling door restaurannya, bersiap-siap untuk pulang bersama Sena.

Namun wanita itu malah berjalan ke lain arah."Kamu pulang duluan! Tunggu aku di rumah," ucapnya penuh senyuman. Berlari pergi sepertinya terlihat terburu-buru.

Enkai menghela napas kasar, usia mereka memang masih 20 tahun. Diharuskan menikah di usia semuda ini hanya agar keluar dari rumah, tidak menjadi beban keluarga. Atau menuntut ingin dikuliahkan, itulah kehidupan mereka. Mungkin Sena menemui temannya, itulah yang ada di fikiran Enkai.

Pemuda yang pada akhirnya membuka pintu apartemen, pulang seorang diri membawa bungkusan ayam goreng yang tidak laku. Pemuda yang hanya makan seorang diri mengamati meja makan yang kosong.

Tak!

Tak!

Suara tetesan air dari kran wastafel yang sedikit rusak terdengar. Benar-benar tempat yang sunyi. Dirinya tidak dapat tidur sama sekali, bahkan setelah merebahkan diri. Matanya menelisik, menatap ke arah tempat tidur.

Mereka memang tidur terpisah, dua orang yang terbilang benar-benar remaja. Enkai tidur di bawah, beralaskan kasur lipat, sedangkan Sena tidur di atas.

Tapi hingga tengah malam Sena tidak kunjung pulang juga. Hingga waktu menunjukan pukul 1 malam. Pintu mulai terbuka, Enkai segera berpura-pura tertidur memejamkan matanya. Suara dari kamar mandi terdengar, Sena tengah membersihkan dirinya.

Dari suara langkahnya terdengar benar-benar kelelahan. Kemudian merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Kala mata wanita itu terpejam, kala itulah mata Enkai terbuka.

Apa yang dilakukannya? Kenapa pulang begitu larut? Itulah yang ada di fikiran Enkai.

*

Saat pagi menjelang, dua orang itu sarapan bersama. Seperti biasanya Sena tidak banyak bicara. Namun, raut wajahnya terlihat kelelahan. Sesekali menepuk bahunya sendiri.

"Semalam kamu dari mana? Berkencan?" tanya Enkai padanya.

"Bu...bukan, hanya menemui seorang teman." Jawab Sena tertunduk bagaikan ragu untuk berkata.

Enkai tetap makan dengan tenang. Mulutnya bicara tanpa suara, bagaikan ingin rasanya mengomel. Mereka hanya teman, bukan juga pacar, suami istri juga karena kebetulan. Jadi dari awal mereka hanya bagaikan saudara yang tinggal bersama.

Brak!

Enkai meletakkan alat makannya."Sena, aku hanya menasehati mu. Tidak semua pria sebaik diriku. Jadi jangan dengan mudah tertipu oleh mereka."

"Iya, omong-ngomong besok aku pulang larut lagi." Kalimat dari Sena penuh senyuman.

"Wanita ini benar-benar tidak bisa dinasehati!" batin Enkai berusaha tersenyum, menahan rasa geramnya.

Tapi mereka memang tidak memiliki hubungan, melarang pun tidak bisa. Pemuda itu hanya menghela napas kasar.

"Tidak nyaman makan malam sendirian." Kalimat dari seorang pemuda yang kesepian. Melanjutkan untuk mengunyah makanannya.

Sena tidak menjawab sama sekali hanya diam dan kembali makan.

*

Hari berlalu dengan cepat. Hari ini juga sama hujan salju masih turun dengan lebat. Toko tutup pukul 6 sore hanya ada dua pelanggan hari ini.

Wanita itu tersenyum memakaikan syal pada Enkai."Aku harus pulang larut."

Sena kemudian berlari di tengah hujan salju, menahan hawa dingin walaupun sudah memakai tiga lapis pakaian. Enkai semakin memincingkan matanya, kali ini dirinya diam-diam mengikuti Sena.

Menatap wanita itu menunggu untuk menyeberang jalan. Lampu berubah menjadi hijau, tidak begitu lama sekitar 10 menit berjalan kaki, wanita itu berhenti di sebuah toko yang cukup besar. Seorang pria tua keluar, memberikan kostum beruang pada Sena, serta brosur.

Wanita itu masuk ke dalam toko. Tidak lama kemudian keluar dengan memakai kostum, bagian kepala belum dikenakannya hingga wajah Sena masih terlihat. Mengambil brosur, kemudian memakai bagian kepala kostumnya.

Membagikan brosur di tengah hujan salju yang turun. Beruang yang terlihat menahan hawa dingin di balik kostumnya yang tebal.

Enkai melihatnya dari jauh terdiam. Menyadari pendapatan restaurant mereka beberapa hari ini memang bisa dibilang hampir tidak ada. Ini yang dilakukan Sena untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.

*

Pemuda yang berjalan dengan langkah gontai. Tidak terfikirkan olehnya menjadi beban untuk wanita itu. Menadahkan tangannya kala hujan salju menerpa tubuhnya.

Matanya menatap ke arah layar besar yang ada di persimpangan jalan. Sosok Hunter terlihat di sana, Midori dan Morie yang memiliki pekerjaan lain sebagai bintang iklan.

Dirinya benar-benar membenci orang-orang arogan itu. Jika saja, mereka tidak datang ke restaurannya, ini tidak akan terjadi. Sena tidak perlu berbohong padanya, dirinya juga tidak perlu merasa seperti benalu.

Kembali menggoreng ayam di restauran mereka yang cukup ramai. Dengan Sena sebagai kasirnya. Dirinya juga tidak perlu makan malam seorang diri lagi.

Kala dirinya melangkah melewati area yang cukup kumuh, dua orang berpapasan dengannya.

"Hunter pemerintah si*lan! Kita kalah lagi!" Ucap seorang pemuda yang mungkin lima tahun lebih tua dari Enkai, memakai pakaian biru tua.

"Benar misi kali ini memiliki total hadiah 400 juta. Tapi malah Hunter pemerintah yang mengambilnya!" geram pemuda lainnya yang memakai pakaian hitam.

"Tunggu! Kenapa kalian mengeluh tentang Hunter pemerintah?" tanya Enkai, membuat langkah mereka terhenti.

"Kami berprofesi sebagai Dark Hunter. Tidak terikat dengan pemerintah, jadi jika misi kami diambil alih Hunter milik pemerintah kami tidak akan mendapatkan bayaran." Jawab pria berpakaian hitam.

"Apa bayaran menjadi Dark Hunter tinggi?" Enkai kembali bertanya.

"Tergantung misi. Biasanya misi akan ada di papan pengumuman yang ada di kasino-kasino. Kenapa? Apa kamu punya kemampuan seperti seorang Hunter? Menjadi Dark Hunter tidak perlu lulus ujian seperti menjadi Hunter di bawah pemerintah." Pria berpakaian biru mengenyitkan keningnya.

"Tidak aku warga sipil tidak mungkin memiliki kemampuan." Enkai tertawa kecil cengengesan. Dua orang itu kembali melangkah meninggalkannya.

Tawa aneh di wajah Enkai berubah menjadi senyuman, mengetahui cara untuk mengumpulkan uang.

Terpopuler

Comments

glade🌊

glade🌊

bagus enkai semangat cari duittt,,,

2024-09-22

0

Jimmy Avolution

Jimmy Avolution

Terus...

2023-04-23

1

Bambang Setyo

Bambang Setyo

Ooo.. Ternyata dark hunter byk juga...

2023-04-06

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 81 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!