Identitas

Angin menerpa anak rambut bagian depannya yang tidak tertutupi sempurna oleh helm. Memakai seragam biru tertutup oleh jaket hitamnya. Jemari tangannya mencengkram gas motor dengan kuat, memacu kecepatan kendaraannya lebih tinggi lagi.

Orang itu masih teringat jelas di benaknya. Rambut putih dengan topeng Inari memindahkan perairan, menghancurkan monster berukuran besar. Kesal, benar-benar kesal rasanya. Bahkan gelang apinya tidak dapat menahan pergerakan monster si*lan itu terlalu lama. Tapi orang itu datang seolah-olah mengejek hal yang mereka lakukan.

Eiji menghela napas kasar, setidaknya tidak ada korban jiwa sama sekali, hanya itulah yang disyukurinya. Namun pemuda itu menghentikan motornya sejenak, kala melewati area jembatan gantung. Motor sport yang ditepikannya, mencoba untuk berfikiran jernih. Merekrut pemuda dengan topeng Inari itulah tugasnya saat ini.

Pemuda yang telah bergabung dalam Dark Hunter, akan sulit untuk mencari informasi tentangnya. Eiji termenung sejenak, tidak ada warga sipil yang tercatat memiliki kemampuan seaneh itu sebelumnya. Bagaimana cara untuk mencarinya?

Pemandangan sungai yang masih membeku di tatapnya. Retakan es sedikit terlihat, terhanyut aliran, walaupun kembali membeku. Mengingat musim dingin yang belum berakhir.

Entah kenapa sosok pria berambut putih yang memohon untuk menyelamatkan istrinya terbayang dalam benaknya. Pemuda yang berlari ke arah sang monster setelah dirinya menolak permintaannya.

"Apa dia?" gumam Eiji membulatkan matanya. Pemuda perhitungan penuh rencana. Mulai menghubungi seseorang.

"Aku ada tugas untuk kalian, memancing amarah seseorang..." ucapnya pada seseorang di seberang sana. Tepatnya bawahannya, dirinya akan menemui pemuda yang memohon padanya. Wajah yang masih diingatnya dengan jelas, juga profil korban selamat dengan nama Sena. Istrinya, berarti akan memiliki alamat yang sama dengan sang pemuda berambut putih.

*

"Sena! Antar pesanan!" teriak seseorang yang berada di dapur restauran.

"Sebentar!" wanita itu segera berjalan mendekat mengambil pesanan, menyuguhkannya pada pelanggan.

Tidak banyak meja yang terisi, hanya tiga meja saat ini. Padahal waktu sudah menunjukkan waktu makan siang, dua orang yang menghela napas kasar. Saling melirik, kemudian kembali menghela napas lagi.

"Semalam kamu bekerja lagi?" tanya Enkai.

"Aku hanya menemui seorang teman. Tidak bekerja lagipula---" Kalimat Sena disela.

"Kamu membagikan brosur kan? Lebih baik berhenti, kita fokus mempromosikan restauran agar ramai seperti dulu." Enkai menghela napas kasar menatap wajah Sena yang makin pucat hari ke hari.

Wanita itu menunduk sejenak, kemudian menggeleng."Bagaimana jika aku mencari pekerjaan lain saja? Aku akan bekerja lebih awal. Jadi dapat pulang pukul 11 malam."

"Kalau begitu aku juga akan bekerja paruh waktu penuh! Pulang pukul 2 malam. Kamu yang membuka restauran. Aku akan datang lebih siang, sorenya kamu bekerja, biar aku yang menutup restauran." Tawaran dari Enkai.

"Tapi," Sena terlihat ragu.

"Kamu merindukanku hingga ingin terus menempel bersamaku? Tidak perlu khawatir karena dari pukul 2 hingga 7 pagi kita masih seranjang. Lalu pukul 11 hingga 4 sore masih berkencan di restauran." Kalimat yang diucapkan sang pemuda. Senyuman yang menawan, mengenakan kemeja putih dengan lengan dilipat, celana panjang hitam, appron hitam, terlihat dingin namun bagaikan pria serba bisa. Tinggi, memiliki bentuk tubuh proporsional, wajah rupawan, rambut putih yang unik. Kini berkata hal yang membuatnya tidak karuan?

Wanita mana yang dapat menahannya. Pesona penuh memancar dari tubuh pemuda ini."Se... seranjang apa? Ken... kencan apa?" tanya Sena gugup.

Enkai mendekatkan bibirnya ke telinga Sena."Seperti yang kamu fikirkan..."

Sena membulatkan matanya."Aku tidak memikirkan apapun! Kamu bisa membaca fikiran?" teriaknya langsung melarikan ke dapur. Mungkin mencari kesibukan, menghilangkan rasa tegangnya. Wanita yang mencuci ulang piring yang sudah bersih.

Kala itulah Enkai berada seorang diri di bagian depan restauran. Tiga meja masih digunakan pelanggan. Hingga seseorang yang menarik perhatiannya masuk, kapten Eiji.

Pria itu duduk di meja paling pojok entah apa yang dicarinya. Yang pastinya pria ini hanya akan mendatangkan masalah.

Menghela napas kasar, Enkai berusaha tersenyum berjalan mendatanginya."Mau pesan apa?" tanyanya membawa pena dan buku kecil.

"Satu cheese burger lengkap dengan kentang goreng. Dan satu teh hangat." Jawaban dari Eiji melihat daftar menu. Namun matanya cermat mengamati Enkai yang tengah mencatat pesanan.

"Apa dia akan dimasukkan ke dalam pasukan khusus? Dari tinggi badan dan warna rambut memang ini orangnya. Pria tengik yang mengalahkan monster seorang diri. Membuat sebuah kapal Ferry karam di tengah kota." Batin Eiji ingin rasanya marah-marah dan berteriak. Tapi rekaman CCTV di rumah tuan Hiderashi yang pernah diperlihatkan ketua pasukan khusus padanya, membuatnya tidak yakin.

Pemuda ini lebih sering tersenyum ramah. Tapi pemuda di rumah tuan Hiderashi bahkan hampir membunuh Midori hanya karena berkata sembarangan. Bagaikan dua kepribadian yang berbeda.

"Itu saja? Apa ada pesanan lain? Sebenarnya restauran kami sedang mengadakan promosi. Karena sebelumnya terjadi pemberitaan buruk tentang restauran kami terhadap Hunter pemerintah. Jadi khusus untuk Hunter kami memberikan diskon 10%." Kalimat yang diucapkan Enkai masih setia tersenyum.

Mata tajam Eiji mengamati, sepatu olahraga tidak bermerek, seluruh badannya tidak ada barang berharga, bahkan tidak memakai jam tangan. Tuan Hiderashi pasti memberikan imbalan yang besar, tapi restauran ini tetap sederhana, bahkan tidak memiliki cabang, tidak ada pegawai sama sekali.

Rasa ragu kembali ada dalam dirinya. Tapi pengujian harus tetap dilakukannya.

"Bungkus take a way, dua pesanan yang sama." Ucap Eiji senatural mungkin.

"Omong-ngomong kita pernah bertemu. Namaku Enkai, mungkin kamu tidak mengingatnya. Tapi terimakasih sudah berusaha menyelamatkan istriku. Karena kejadian kemarin aku sekarang lebih menghargai Hunter yang bekerja pada pemerintah." Kalimat yang diucapkan Enkai tertunduk merendah penuh senyuman.

"Aku ingin membunuhmu," batin Enkai.

"Em..." Hanya itulah kalimat yang diucapkan Eiji. Bagaimana pun dirinya masih tidak yakin. Jemari tangannya mengepal, jika benar pemuda ini dark Hunter yang dimaksud, dirinya ingin berhadapan langsung. Pasukan khusus, Eiji sudah mengajukan berkali-kali agar dapat masuk ke dalamnya. Tapi dirinya tidak pernah menembus batasan tersebut.

Hanya Hunter level A dan S yang dapat mengikuti pengajuan. Namun, walaupun telah level S pengajuannya selalu di tolak karena dianggap tidak kompeten untuk bekerja sama dalam tim.

Enkai berjalan, hendak pergi menuju dapur. Senyuman cerah di bibirnya pudar dengan cepat. Ingin mengetahui apa rencana orang ini.

Hingga setelah menyerahkan lebar order pada Sena dirinya kembali belakang ke mesin kasir. Seorang pria tuna netra terlihat masuk, Enkai perlahan membantunya berjalan, menuju kursi kosong.

Tidak ada yang aneh setelahnya, barulah tiba-tiba seorang pria berbadan tegap masuk. Diikuti seorang wanita cantik yang menangis. Eiji mengamati mereka dari atas sampai bawah. Menunggu apa yang akan dilakukan orang suruhannya. Perintah darinya adalah memancing emosi pria berambut putih (Enkai).

"Dia orangnya!?" tanya sang pria berbadan tegap pada sang gadis.

"Iya kakak! Dia orang yang menghamiliku!" teriak gadis di sampingnya sembari menitikkan air matanya.

Eiji hampir terjatuh, mendengar tuduhan mereka pada Enkai, bahkan kini memijit pelipisnya sendiri. Dirinya menyuruh untuk membuat keributan, bukan membuat drama semacam ini. Kenapa bawahannya tidak mengerti sama sekali?

Enkai melirik ke arah meja Eiji yang mengalihkan pandangan tiba-tiba. Ini benar-benar perbuatan pria itu, kenapa harus ada drama seperti ini. Bagaimana jika Sena tiba-tiba mengusirnya?

"Nona, aku tidak mengenalmu sama sekali. Aku hanya seorang koki yang baru menikah beberapa minggu lalu. Mungkin kamu salah orang." Enkai tersenyum, senyuman menawan dengan aura yang hangat. Membuat wanita itu menelan ludahnya. Pria setampan ini, benar-benar idaman Hunter junior itu.

"Tidak mungkin salah! Kamu yang sudah menghamili adikku! Tidak salah lagi!" teriak sang pria bertato menarik kerah pakaian Enkai.

Bug!

Perut Enkai dipukul, hingga sempat tersungkur, sesaat memegangi perutnya.

"Kalian terlalu berlebihan!" batin Eiji hendak bangkit dari kursinya menghentikan kedua bawahannya.

Tapi Sena tiba-tiba keluar, membantu Enkai berdiri."Maaf! Maaf! A...apa suamiku membuat masalah?" tanyanya.

Dua orang itu saling melirik menjadi serba salah. Jika melanjutkan akting mereka, maka rumah tangga orang akan hancur. Tapi biarlah ini menjadi tanggung jawab kapten Eiji.

"Dia menghamili adikku." Ucap pria bertato.

Sena terdiam sejenak air matanya mengalir."Kamu ingin menikah dengannya? Kamu menyukainya? Ki...kita adalah teman, ja... jadi bahagiaku adalah bahagiamu."

Cukup menyayat hati hingga Enkai memukul kepala istrinya menggunakan sendok."Kembali ke dapur! Buatkan pesanan take a way!"

"Tapi---" Kalimat Sena kembali terpotong.

"Kalau begitu dengarkan kata-kataku. Seumur hidupku menjadi benalu keluarga Zen, kemudian akan menjadi benalu di hidupmu hingga kamu mati." Kata-kata ganjil tapi dengan senyuman cerah, menarik Sena ke belakang tubuhnya. Seolah menjadikan dirinya tameng kali ini.

"Kapan aku terakhir melakukannya dan menemuimu? Jika itu saat berada di keluarga Zen aku selalu di rumah dan di dalam mobil. Selalu dalam jangkauan CCTV, serta kamera dasbor mobil." Pertanyaan dari Enkai, dua orang yang berfikir mencari alasan.

"Terakhir saat kamu sudah menikah dua minggu yang lalu." Jawab wanita itu asal.

Kalimat yang memang ditunggu olehnya. Senyuman menyungging di bibir Enkai.

"Sudah jelas bukan? Hanya periode waktu beberapa hari ini, aku terpisah beberapa jam dengan Sena, karena dia harus bekerja paruh waktu. Tapi kita bertemu dua minggu yang lalu dan kemudian aku menghamili mu? Apa mungkin kita bermain bertiga? Satu pria dengan dua wanita?" Pertanyaan tenang dari Enkai pada dua orang di hadapannya. Mengingat selama pernikahan dirinya hampir 24 jam di samping Sena.

Dua orang yang hanya terdiam tidak menjawab.

"Sena, apa kamu menyukai permainan satu lawan dua? Kamu percaya padanya, artinya kamu ingin permainan ranjang yang lebih ekstrim." tanya Enkai, membuat wanita itu benar-benar malu. Menyembunyikan wajahnya di balik daftar menu.

"Jangan sembarangan bicara! Aku bahkan masih perawan sampai sekarang!" teriak Sena, lagi-lagi kabur menuju dapur.

"Maaf! Kami salah orang!" Dua orang itu juga ikut melarikan diri.

Sedangkan Eiji kembali duduk sambil tertawa kencang di mejanya. Kini satu yang diyakininya, pemuda itu bukan Hunter yang membuat kapal Ferry karam di tengah kota. Bukan juga bukan Hunter yang mengalahkan iblis di kediaman Hiderashi. Sifatnya terlalu aneh dan konyol.

Tidak menyadari kala Enkai tengah memunggungi Eiji mendengarnya tertawa, raut wajah tanpa ekspresi pemuda itu terlihat. Puluhan kupu-kupu besi bersembunyi di bawah meja yang diduduki Eiji dari awal, bersiap untuk mengoyak tubuhnya, jika Eiji mengetahui Enkai adalah Light.

Terpopuler

Comments

Ide'R

Ide'R

Sebetulnya Enkai yang pinter apa kapten Eiji yang...🤭🤭

2023-04-11

3

Buang Sengketa

Buang Sengketa

hahahaha.....bakal seru jadi anggota enkai semua bawahan Eiji plus dia juga...

2023-04-11

2

🌠Naπa Kiarra🍁

🌠Naπa Kiarra🍁

Lanjut! Lanjut!💪💪💪💪💪

2023-04-10

3

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 81 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!