Semua orang berbisik-bisik, masih mengambil gambar warga sipil yang tidak menghormati Hunter sama sekali. Hunter memang bagaikan pahlawan nasional bagi mereka. Jadi wajar saja, sosok berseragam biru dengan topi putih keemasan itu begitu dihormati.
"Kenapa kamu menyiramku!" bentak Morie, wanita dengan pakaian minim super ketat mencengkeram kerah pakaian Enkai.
"Terimakasih sudah menyelamatkan hidup pelangganku. Tapi kamu membakar beberapa barang untuk membuat pertunjukan. Aku dan istriku harus membeli peralatan yang kamu bakar. Etalase, mesin kasir, kerusakan lantai, itu tidak aku hitung karena monster yang sudah mati itu, merusaknya. Tapi meja, kursi, pajangan yang kamu bakar hanya untuk menunjukkan kamu hebat di hadapan orang-orang kan? Jadi barang-barang itu harus kamu ganti rugi." Sinis Enkai menatap tajam.
"Jika bukan karenaku, kamu dan semua orang yang ada di sini sudah mati!" teriak Morie.
"Tipikal monster tadi adalah pencari jejak. Salah satu dari kalian mengotori lantai dengan darah monster yang baru kalian bunuh di tempat lain. Jika kalian tidak datang ke restauran ini, tidak mungkin kaca jendela etalase pecah, tidak mungkin ada orang yang meminta untuk diselamatkan. Jadi 14 juta." Kata-kata dari Enkai sedikit melirik ke arah jejak sepatu Ryu yang menyisakan jejak darah berwarna hitam. Kembali menadahkan tangannya, bersikeras meminta ganti rugi.
Tipikal monster pencari jejak, biasanya datang untuk mencari jejak Hunter yang sudah membunuh anggota kelompoknya. Dapat melalui jejak darah atau pun bebauan khusus.
Beberapa pengunjung restauran mulai berbisik-bisik, membicarakan para Hunter.
"Dia benar! Biasanya menurut buku panduan, setelah Hunter bertarung melawan monster, Hunter harus membersihkan dirinya. Untuk menghindari terlacak monster lainnya."
"Tidak di sangka ada Hunter seceroboh ini. Jika mendatangi gedung pemerintahan, mungkin gedung pemerintahan yang akan diserang."
"Iya! Bagaimana jika tempat yang mereka datangi adalah sekolah dasar. Entah berapa korban yang akan jatuh."
"Wajar saja pemilik kedai meminta ganti rugi."
Beberapa orang mengambil gambar menggunakan kamera phonecell mereka. Enkai terlihat tersenyum puas menatap semuanya. Para Hunter belakangan ini memang terlihat sombong, cendrung arogan. Membuat dirinya menjadi iri, andai saja dirinya tidak memiliki kemampuan rendah.
Srash!
Rambut putih Enkai hampir saja terpotong, hanya sekitar 2 helai rambut yang gugur. Bekas tebasan terlihat di belakangnya, menyisakan noda terbakar memanjang pada dinding restauran. Akibat tebasan Morie yang murka.
"Ditambah 500 ribu. 14 juta 500 ribu," kalimat dari Enkai yang tidak ingin rugi sama sekali, melirik ke arah dinding restaurannya yang menghitam.
Ryu mulai bangkit."Kalau warga sipil sepertimu tidak dapat menghargai Hunter yang bertarung mempertaruhkan nyawa kami. Untuk apa kami berada di garda terdepan membunuh monster!? Lebih baik biarkan kalian mati saja!"
"Gaji Hunter minimal ratusan juta, bahkan ada yang sampai puluhan milyar. 14 juta 500 ribu, sedekah untuk pemilik restauran kecil." Ucap Enkai tetap menadahkan tangannya.
Semua orang kembali berbisik, entah kenapa semua yang dikatakan Enkai membuat opini mereka tentang para Hunter berubah. Digaji, benar selain dihormati, Hunter juga mendapatkan gaji yang besar, diluar gajinya menjalankan misi.
"Aku akan membunuhmu!" Midori, saudara kembar Morie mengeluarkan pistol jarak dekat, menodongkan pada kepala Enkai.
Enkai menutup matanya ketakutan, namun suara seseorang membuatnya kembali membuka matanya.
"Maaf! Maaf! Ini salah Enkai! Aku akan melakukan apapun agar kalian memaafkan kami." Ucap Sena berlutut, membenturkan kepalanya berkali-kali ke lantai, luka lecet sedikit terlihat di sana. Entah sejak kapan wanita dengan wajah dipenuhi luka bakar itu keluar dari dapur.
Jemari tangan Enkai mengepal. Matanya memerah saat ini benar-benar tidak dapat mengira Sena berbuat begini. Berlutut di hadapan orang-orang sombong ini.
"Sena! Jangan minta maaf! Kita tidak salah! Restauran kita hampir hancur karenanya!" Suara Enkai terdengar bergetar, air matanya mengalir kali ini.
"Tampar dirimu sendiri! Maka aku akan pertimbangkan untuk memaafkan pria ini." Ucap Midori dengan senyuman yang terlihat di bibirnya.
Plak!
Plak!
Plak!
Wanita dengan setengah wajahnya tertutup rambut panjangnya itu, menampar dirinya sendiri. Cetak merah terlihat di pipinya.
"Sena hentikan!" bentak Enkai.
Plak!
Plak!
Plak!
Namun Sena masih berlutut menampar dirinya sendiri. Berharap Enkai dilepaskan.
"Wanita ini lebih tau diri dari pada dirimu!" cibir Midori tersenyum sinis, mengendalikan benda yang terbuat dari besi adalah kemampuannya sebagai seorang Hunter. Dengan mudah dapat mengendalikan arah peluru miliknya.
Emosi, kesal perasaan yang bercampur aduk dalam diri Enkai. Pria itu bergerak hendak menghentikan Sena.
Tak!
Tak!
Suara pemicu senjata api terdengar pertanda Midori berniat menembaknya. Tidak peduli apapun, Enkai tetap bergerak mendekati Sena.
Dor!
Suara letupan senjata api terdengar, tapi anehnya tidak ada yang keluar. Enkai tidak terluka sama sekali. Kini sudah berada di samping Sena.
"Hentikan!" Ucapnya memegang pergelangan tangan Sena, yang hendak kembali menampar dirinya sendiri. Matanya menatap tajam pada wanita yang tertunduk. Tangannya gemetar ketakutan.
"Jangan lukai dirimu sendiri. Nanti kamu bertambah jelek!" Enkai tersenyum mengusap pucuk kepala Sena.
"Kenapa bisa?" Gumam Midori tidak mengerti, mencobanya kekuatannya untuk mengendalikan peluru yang sebelumnya ditembakkannya. Mencari celah mendeksi keberadaan peluru.
Ueeekk!
Peluru malah menembus perut Morie, membuat wanita itu mengeluarkan darah segar dari perutnya, bahkan memuntahkan darah dari mulutnya. Peluru yang ditembakkan nya ke kepala Enkai tiba-tiba berada dalam perut Morie.
Kekuatan teleportasi, membuka ruang dimensi milik Enkai. Membuka ruang kecil kala peluru itu hendak keluar tepat menuju pelipisnya, celah ruang kecil yang dihubungkannya dengan perut Morie. Membuat dirinya tidak terkena tembakan, namun di perut Morie lah peluru tersebut bersarang.
"Mungkin keadilan Tuhan, karena itu peluru tiba-tiba ada di perut saudara kembarmu. 14 juta 500 ribu." Enkai kembali menadahkan tangannya, tanpa rasa bersalah. Inilah hal yang menguntungkan, semua orang menganggap remeh kemampuannya. Kemampuan untuk melarikan diri dan melakukan trik sulap kata tim penguji Hunter dulu menertawakan dirinya, yang hanya dapat mengeluarkan kupu-kupu dan membuka pintu ruang dimensi.
Dirinya tidak boleh ketahuan, jika ketahuan. Sangsi berat akan didapatkannya karena melukai Hunter level A. Mungkin dipenjara selama beberapa tahun.
Beberapa orang merekam kejadian tersebut, menipiskan bibir menahan tawanya.
Mata Midori melirik ke arah sekitar mungkin ada Hunter level tinggi yang bersembunyi diantara para pengunjung. Wanita yang menghela napasnya. Tidak ingin ceroboh."Ini! Tidak menghormati Hunter! Aku akan mengingat ini!" bentak Midori mengambil phonecellnya, mengirimkan uang melalui QR. Pergi keluar bersama tiga Hunter lainnya. Merangkul saudara kembarnya Morie yang terluka parah.
Enkai hanya tersenyum, sementara Sena masih tertunduk sambil terisak ketakutan. Wanita dengan dahi yang sedikit terluka.
"Kamu tidak apa-apa?" tanyanya pada Enkai, padahal wanita itu sendiri terluka.
"Tidak apa-apa! Hari ini kita makan udang! Bukan paha atau dada." Ucap Enkai penuh semangat.
Tidak menyadari ada seseorang disana. Seorang pria yang tersenyum menyadari semua yang dilakukan Enkai. Menemukan sesuatu yang selama ini dicarinya.
*
Malam semakin larut. Beberapa piring porsi olahan udang terhidang. Dengan cepat Enkai mengambil alat makannya menyerbu dengan cepat.
Sedangkan Sena masih menunduk menyembunyikan wajahnya sambil makan. Enkai menyipitkan matanya, mengamati Sena dari atas sampai bawah.
"Apa kamu tidak suka udang?" tanya Enkai, belum mengerti tentang wanita yang dinikahinya seminggu ini.
Sebuah pernikahan yang diatur. Keluarga Sena terlalu malu memiliki anak dengan wajah yang cacat sejak lahir. Sedangkan keluarga angkat Enkai tidak bersedia membiayai pendidikannya lebih lanjut.
Jadi jalan menikahkan dua orang ini diambil keluarga mereka. Keluarga yang hanya ingin mengusir anggota keluarga yang dianggap sebagai benalu. Dua orang yang bahkan tidak saling mengenal, harus melangsungkan pernikahan seminggu yang lalu.
"Suka," jawaban dari Sena tertunduk malu.
"Jangan ditutupi." Suara Enkai terdengar, menyelipkan anak rambut di belakang telinga Sena. Tangannya meraba pelan wajah wanita yang baru dikenalnya seminggu ini.
"Apa sakit?" tanya Enkai iba, menatap bekas tamparan di wajah Sena. Hati wanita mana yang tidak akan meleleh, menatap pemuda rupawan ini dari jarak yang begitu dekat.
Sena yang gelagapan meraih sebuah pisang yang besar dan panjang, kemudian memakannya dengan cepat, bagaikan anak monyet kecil yang lucu.
"Panjang dan besar, kamu menyukai pisang?" tanya Enkai lagi.
Wajah Sena memerah, kata-kata erotis yang menggoda menurutnya. Melarikan diri dengan cepat, menutup wajahnya sendiri karena malu.
Suara tawa Enkai terdengar. Hidup yang dikiranya akan suram setelah dipaksa meninggalkan kediaman keluarga Zen ternyata lebih terasa hangat. Apa ini yang namanya memiliki keluarga baru?
Hingga televisi yang menyala menyiarkan sebuah berita. Tentang kejadian tadi siang, lengkap dengan rekaman dirinya menyiram seorang Hunter. Dengan judul berita, warga sipil yang tidak tahu terimakasih.
"Enkai!" Tiba-tiba Sena keluar, kemudian duduk di sampingnya.
"Maaf..." itulah yang diucapkan Sena mengeluarkan phonecellnya, menunjukkan ribuan komentar buruk tentang dirinya dan Enkai di sosial media.
"Itu bukan kesalahanmu. Itu kesalahan mereka." Kalimat yang diucapkan Enkai.
*
Namun, hal yang buruk mereka dapatkan keesokan harinya. Tidak ada satu pelanggan pun yang datang, setelah restauran sedikit di renovasi.
Tulisan gravity sengaja ditulis di kaca etalase toko yang baru diganti.
'Muka jelek dan suaminya pantas mati.' Kalimat yang tertulis di kaca etalase.
Sena hanya diam di samping meja kasir. Tidak begitu peduli, hingga Enkai menariknya.
"Kita bersihkan sama-sama..." Ucap pemuda berambut putih menyodorkan alat pembersih kaca. Sena mengangguk, walaupun mereka tidur terpisah setiap malam. Tapi Sena cukup senang memiliki suami yang menghargainya.
Dua orang yang membersihkan kaca jendela etalase bersama-sama.
"Kai!" Seseorang yang mengawasi Enkai dari atap gedung tersenyum. Mengeluarkan monster kecil yang akan bertambah besar kurang dari 24 jam. Pria dengan bola mata sedikit memerah. Monster yang akan terus membesar menghancurkan kota.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Jimmy Avolution
Yo...ayo...
2023-04-23
2
abdan syakura
Kak KO...
Karya baru nih...
🤣🤣🤣🤕Si Enkai dah ketularan Si Raka.... PERHITUNGAN..
Fujiko... where are u......??
2023-04-12
0
Biyan Narendra
Enkai kayak Raka..
Ga mau Rugi
😅😅😅😅
2023-04-08
0