CHAPTER 018

*TING!!!!

Alarm ponsel Jack berbunyi dengan kencang. Membuatnya terbangun dari tidurnya.

Waktu menunjukkan pukul 6 pagi. Jack harus bersiap-siap untuk kembali bekerja.

Jack meregangkan semua tubuhnya, berharap segera sadar dan beranjak dari tempat tidur.

Setelah mematikan alarm yang terus berbunyi, Jack terduduk dan menggelengkan kepalanya yang masih sedikit pusing.

“Astaga. Kenapa aku mimpi buruk lagi,” ucapnya dalam hati.

Jack mengambil peralatan mandinya, lalu keluar dari kamar. Di luar kamar, Jack melihat pintu kamar Si Mesum yang terbuka lebar.

Dia mendengar suara dari video porno yang pastinya Si Mesum yang sedang menonton video itu.

“Sial! Masih sangat pagi dan dia sudah menonton video porno. Apa dia gila? Kali ini bahkan dia tak menggunakan headset untuk mendengar suaranya. Benar-benar menyusahkan.”

Dengan mata berat karena masih mengantuk, Jack berjalan dengan sempoyongan menuju ke kamar mandi.

Kamar mandi di kos saling berjajar dan berdampingan. Setiap kamar mandi memiliki shower tersendiri.

Akan tetapi, kamar mandi itu tak memiliki pembatas yang cukup tinggi, hanya sebatas dada pria pada umumnya.

Saat Jack mulai mengguyur tubuhnya dengan shower, Rocky datang dan masuk ke kamar mandi di sebelah Jack.

“Selamat pagi!” Rocky menyapa Jack dari samping.

Jack membilas matanya dan melihat, siapa yang menyapanya.

“Oh, kau rupanya. Selamat pagi!” sapa balik Jack melanjutkan mandinya.

“Apa tidurmu nyenyak, semalam?” tanya Rocky yang melepas baju dan menyalakan shower.

“Tentu. Walau aku merasa sangat lelah kemarin,” jawab Jack menuangkan sabun cair ke tangannya.

“Sepertinya kau bermimpi buruk semalam. Aku mendengarnya dari kamarku.”

“Sungguh? Wah. Aku minta maaf atas hal itu,” ucap Jack.

“Tak apa. Itu sudah biasa. Bahkan suara orang berbisik pun terdengar dari kamar sebelah,” sahut Rocky mulai mengguyur badannya dengan Shower.

“Ya, kau benar. Meski kamarnya terpisah, sebenarnya semuanya menjadi satu di tempat ini.”

“Omong-omong, apa kau melihat penghuni kamar di sebelahku, kamar 312?” tanya Jack.

“Kamar 312?” tanya balik Rocky. “Ya.” Pria tinggi yang selalu berpakaian rapi itu,” ucap Jack. “Kenapa?” tanya balik Rocky mematikan shower sejenak dan melihat Jack.

“Sejak kemarin malam, aku sudah tak melihatnya. Begitupun dengan pria dewasa dengan tampang preman itu. Dia menghilang secara tiba-tiba. Bukankah itu aneh?”

Jack selesai membasuh tubuhnya dan mengambil handuk, melihat balik Rocky.

“Oh, itu. Sepertinya, tidak, karena kita tak saling mengenal meski tinggal bersama. Akan lebih sopan lagi jika kita mengabaikan hal itu,” jawab Rocky kembali menyalakan shower.

“Kau benar. Tak seharusnya aku ikut campur dengan mereka. Aku yakin tak seorang pun ingin tinggal di tempat seperti ini,” ucap Jack mengerikan tubuhnya dengan handuk.

“Apa kau mau minum bir denganku malam ini? Aku akan membeli bir, lalu kita bisa meminumnya di atap,” ucap Rocky mengalihkan pembicaraan.

“Wah, maafkan aku. Sepertinya aku tidak bisa. Aku ada janji dengan pacarku,” ucap Jack.

“Oh, ya? Rupanya kau mempunyai pacar. Aku tak heran karena kau masih muda dan tampan,” sahut Rocky.

“Ya, begitulah. Kau orang kesekian kalinya yang menyebutku tampan. Baiklah, aku pergi dulu. Mari kita minum bir di lain waktu,” ucap Jack keluar dari kamar mandi.

“Baiklah. Tak perlu terburu-buru dan santai saja.”

Jack mengangguk, lalu pergi dari kamar mandi.

Di luar kamar mandi, ia bertemu dengan Si kembar yang sedang duduk berdua di ruang makan.

“Selamat pagi!” Si Autis menyapa Jack dengan cekikikan dan tersenyum aneh padanya.

Si Autis kemudian berbisik-bisik pada Roy, melihat Jack yang berjalan pergi.

“Sial! Sabarlah, Jack. Kau harus mengabaikan mereka,” gumam Jack dalam hati.

“Anak Muda! Sepertinya kau sudah siap berangkat. Astaga. Kau sangat rajin untuk seukuran anak muda,” ucap Eli yang berpapasan dengan Jack di lorong.

“Keringkanlah dengan benar, kau terlihat seperti anak SD.” Eli mengangkat tangannya ke dahi Jack yang masih basah dengan air.

Jack terkejut dan menghindari tangan Eli dengan cepat. Dia merasa sangat risih dengan itu.

“Makanlah dulu. Aku sedang membuat telur goreng.” “Tak perlu, Nyonya. Aku tidak pernah sarapan,” sahut Jack.

“Omong-omong, apa mungkin ada seseorang yang bisa membuka pintu kamarku tanpa kunci?” tanya Jack mengingat laptopnya yang tiba-tiba tertutup setelah ditinggal.

“Tentu saja. Tak ada yang bisa membukanya, jika tak memiliki kunci kamar itu. Ada apa? Apa kau kehilangan sesuatu?”

“Tidak. Lupakan saja. Oh, satu hal lagi. Aku ingin meminta tolong padamu.” “Apa itu? Katakan saja,” ucap Eli.

“Jika kau bertemu dengan penghuni kamar di depanku, Si Mesum itu,” bisik Jack. “Tolong minta padanya untuk menutup kamarnya.”

“Kenapa begitu? Aku sangat segan untuk mengatakan itu padanya. Mungkin saja dia merasa sesak tinggal di kamar sempit seperti itu,” ucap Eli.

“Bukan begitu. Kamarnya juga mengeluarkan bau yang tak sedap.” “Bau?” tanya Eli. “Selain itu, dia juga selalu menonton video porno setiap hari,” lanjut Jack.

“Astaga. Baiklah. Aku akan mencoba untuk berbicara dengannya lain kali.” “Baiklah. Terima kasih, Nyonya.” Jack menunduk pergi meninggalkan Eli.

*PLAKK!!!

“Astaga. Kau sangat manis anak muda. Hati-hati dijalan. Hahahaha.”

Eli memukul bokong Jack dan tertawa-tawa, menuju ke dapur.

Jack terkejut dan sangat dibuat emosi dengan hal itu. Dia hanya menyerngitkan dahi, lalu pergi ke kamarnya.

“Dasar, Janda Gila! Ada apa dengannya? Astaga, jika bukan kos, aku pasti sudah memukul wajahnya,” gumam Jack ketus.

Jam 7 kurang 30 menit. Masih ada waktu kosong untuk Jack selama  2 jam setengah, sebelum dia pergi ke kantornya.

Sembari mengeringkan rambut, Jack kembali melanjutkan novel yang baru dibuatnya.

Duduk di kursi, menghadap laptop, dengan handuk yang masih menutupi kepalanya. Bersiap untuk mengetik.

“Astaga, aku baru mendapatkan dua ratus kata saja kemarin. Tapi tak apa, aku akan melanjutkannya perlahan, sedikit-demi sedikit.”

***

Pagi hari di kota Pattaya kembali berjalan seperti biasanya. Pedagang kaki lima mulai berjualan, orang tua yang mengantarkan anaknya ke sekolah, hingga preman pasar yang mulai menagih uang keamanan.

Beberapa penagih hutang yang mulai mendatangi setiap gubuk kumuh, menagih hutang dengan merusak semua peralatan dan perabotan rumah yang tak mau membayarnya. Kejam sekali.

Di salah satu toko barang bekas, terlihat Lisa yang menjual beberapa barang rongsokan yang telah didapatkannya.

Sejak pagi tiba, Lisa sudah terbangun sebelum ibunya. Dia seorang diri berkeliling desa, mencari semua barang bekas, lalu menjualnya kepada pemasok.

Membawanya dengan gerobak kecil, dengan barang penuh barang bekas di atasnya.

“Astaga, Lisa! Ada apa denganmu? Kenapa kau membawa semua barang ini sendirian? Dimana ibumu, Nak?” Seorang wanita yang merupakan pemasok barang bekas menghampirinya.

Beberapa karyawannya langsung menurunkan barang beka di atas gerobak Lisa.

“Apa kau tidak bersekolah hari ini?”

“Tidak, Bibi Ela. Aku tak mau sekolah. Aku mau mencari uang saja,” jawab Lisa.

Bibi Ela terkekeh terpingkal-pingkal, begitupun semua karyawannya yang mendengar celotehan Lisa. Anak kecil berumur 12 tahun, dengan wajah polos, dan pakaian lusuhnya.

“Kenapa kau ingin uang? Menjual barang rongsok tidak akan membuatmu memiliki uang banyak, Nak.”

“Tak apa, Bibi. Aku akan melakukan apapun untuk mendapatkan uang. Aku akan mengumpulkannya setiap hari meskipun hanya sedikit.”

Bibi Ela kembali terkekeh. “Baiklah.” Beberapa lembar uang bath diberikannya pada Ela. Cukup untuk upah dengan semua barang rongsokan yang dibawa Lisa.

“Terimakasih, Bibi.” Lisa menyeringai lebar. Wajahnya tersenyum ceria melihat beberapa lembar uang di tangannya.

Memasukkan uangnya ke kantong, kembali mendorong gerobaknya.

“Hati-hati dijalan, Nak.”

Lisa mengangguk, melangkah pergi meninggalkan pasar.

Malangnya nasib anak itu. Saat semua teman seumurannya masih asyik bermain dan bersekolah, dia harus bekerja membanting tulang, karena tak mau melihat ibunya terus menjadi wanita penghibur.

***

Kembali di kamar Jack. Waktu menunjukkan pukul 8 pagi.

“Sepertinya sudah cukup.” Jack berdiri. Melepas handuk dari kepalanya, dan bersiap untuk pergi bekerja.

Di parkiran, Jack membuka ponsel, lalu mengirimkan pesan via Whatsapp kepada Jane.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!