CHAPTER 012

Waktu menunjukkan pukul 11 siang. Di tempat kerja Jack, terlihat Jack yang sangat bosan karena ia sudah menyelesaikan beberapa pekerjaan ringan.

Semua karyawan lain sedang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing berbeda dengan Jack yang sudah tak memiliki kesibukan.

Jack meregangkan otot-ototnya di atas kursi karena pegal, harus duduk selama itu.

“Astaga. Sudah satu jam lebih aku menyelesaikannya. Apa tak ada pekerjaan lain untukku?” gumam Jack dalam hati.

“Pak Winson, apa ada yang bisa kubantu?” tanya Jack pada Winson di sebelahnya.

“Pak Winson? Apa tak ada pekerjaan untukku?” Jack bertanya kembali saat Winson menghiraukan pertanyaannya.

“Tidak. Tak ada pekerjaan untukmu,” jawab Winson ketus.

“Tak ada?” tanya Jack.

“Kalau kau tak mempunyai pekerjaan, kau bisa membuatkan kopi untukku.”

“Kopi? Baiklah. Aku akan membuatkannya untukmu.”

Karena tak ada pekerjaan lain, Jack berdiri dan membuatkan kopi untuk Winson.

Dia mengambil satu bungkus kopi sachet, lalu menyeduhnya menggunakan air panas dispenser yang berada di ruangannya.

“Ini kopimu, Pak.”

Jack memberikan kopi yang berada di dalam gelas pada Winson.

Winson mengangkat gelas kopinya dan bertanya balik,

“Kau tidak meludahinya, bukan?”

“Astaga. Tentu saja tidak. Tak mungkin aku melakukan hal itu,” ucap Jack karena Winson menuduhnya.

“Apa maksudnya? Kenapa ada orang sepertinya? Aku tak habis pikir,” gumam Jack dalam hati.

Jack pun langsung kembali duduk di kursi kerjanya.

“Ambil ini.” Winson mengambil sebuah laptop, lalu memberikannya pada Jack. “Bulan depan ada pertunjukan, kau bisa membuat rilis pers menggunakan laptop ini.”

Jack pun menerima laptop itu dengan kedua tangannya.

“Kau bisa mencari formatnya di internet. Disana banyak bahan yang bisa kau gunakan sebagai referensi.”

“Baik, Pak.”

Jack meletakkan laptopnya di meja kerjanya.

“Kata CEO kau sangat cerdas, jadi, aku ingin tahu seberapa cerdasnya dirimu,” lanjut Winson.

“Hehe. Baiklah,” ucap Jack singkat dengan senyum terpaksa.

Jack mulai membuka laptop dan menyalakannya. Layar laptop memperlihatkan sebuah situs jual beli online.

Dalam situs itu, Jack dapat mengetahui bahwa Winson baru saja membeli sandal dari toko yang ada.

“Astaga. Ternyata dia menyukai Kim. Hhhh. Dasar, Babi hutan,” ucapnya dalam hati.

“Jack!” Kim tiba-tiba memanggil.

“Ya, Kak.” jawab Jack yang berdiri dan mendekat ke meja Kim.

“Aku menggunakan nomor mu sebagai nomor kantor. Telepon dari klien akan masuk ke ponselmu kapan saja. Kau tak perlu khawatir. Kau hanya perlu menjawab dan menyelesaikan permintaannya.”

“Hmm. Baiklah kalau begitu. Aku akan melakukannya.”

“Kalau kau masih bingung, kau bisa bertanya pada Pak Winson.”

“Ya, tentu,” jawab Jack yang masih segan.

“Jack! Apa kau akan terus seperti ini?” lanjut Kim.

“Apa maksudmu, Kak? Aku tak mengerti.”

“Astaga. Kau tak perlu sampai berdiri dan mendengarkanku seperti anak SD. Duduk saja di tempatmu. Jangan berlebihan. Kita semua rekan kerja disini. Hahaha. Ternyata kau sangat polos.”

“Hehehe. Baiklah.”

Jack yang tersipu malu pun akhirnya duduk kembali di kursinya.

Waktupun cepat berlalu. Tepat pukul 5 sore, menandakan semua karyawan dapat pulang ke rumahnya masing-masing.

“Baiklah. Cukup sampai disini, kalian boleh pulang lebih awal.” Mike yang baru selesai dari rapat pun membubarkan semua karyawan.

“Aku yakin kalian bisa pulang lebih awal. Mari kita semua makan bersama menyambut teman baru kita, Jack.”

Mike berencana mentraktir semua timnya untuk makan bersama menyambut Jack sebagai karyawan baru dan sekaligus hari pertamanya bekerja.

“Wah. Sepertinya CEO akan mentraktir kita makan sepuasnya. Aku tak mungkin bisa menolaknya. Hahahaha,” ucap Kim kesenangan.

“Tapi, Pak. Aku hari ini ada urusan,” sahut Jack yang sudah berjanji untuk bertemu dengan Jane, pacarnya.

“Astaga, Jack. CEO ingin mentraktir kita atas kehadiranmu sebagai karyawan baru disini. Kau tak boleh menolak itu,” sahut Nick yang juga bersiap membereskan meja kerjanya.

“Ya. Itu benar, Jack,” tambah Mike.

“Hmm. Baiklah,” ucap Jack yang langsung menundukkan kepalanya lesu.

“Oh My God. Dia langsung menurut. Kau sangat manis, Jack. Hahahaha.”

Kim terus menggoda Jack dengan kata-katanya.

“Hei, Kim! Kenapa kau terus menggodanya? Apa benar kau menyukai brondong sepertinya?” tanya Mike.

“Kenapa? Apa aku tak boleh melakukan itu? Bukankah kita tak akan tahu, bagaimana masa depan kita?” sahut Kim centil.

“Terserah kau saja, Kim. Baiklah. Ayo berangkat!” Mike pergi keluar kantor lebih dahulu.

“Astaga. Sepertinya aku sangat iri melihat Jack yang begitu populer,” ucap Nick sambil memakai sepatunya kembali.

“Bukan begitu, Pak. Kau berlebihan,” sahut Jack.

“Wah!!! Apa kau malu, Jack? Kau semakin terlihat manis saat wajahmu memerah.”

Lagi-lagi Kim menggoda Jack dengan kata-katanya yang centil. Begitupun dengan Jack yang langsung mengambil ponsel untuk bercermin, melihat pipinya.

“Dasar, Anak Muda Tengil,” Winson mengumpat lirih. Sepertinya ia masih belum menerima dengan kehadiran Jack di dalam timnya.

***

Sore menjelang magrib, Mike dan semua karyawan yang bekerja di kantor, sudah berada di restaurant elite.

Jack berdiri di luar restaurant, memeriksa ponselnya. Dia mengirim pesan pada Jane via whatsapp, mengatakan, bahwa hari ini ia tak bisa bertemu dengannya, karena memiliki acara lain.

Dengan sedikit kesal dan terpaksa, ia pun mengirimkan pesan itu pada Jane, lalu masuk ke dalam restaurant. Bergabung dengan para karyawan lainnya yang sudah berada di dalam.

Di dalam restaurant, Mike sudah memesan meja panjang yang akan digunakan untuk para karyawannya.

Mereka berlima duduk secara berhadap-hadapan. Jack, Kim, dan Winson duduk bertiga, sedangkan Mike dan Nick duduk berdua, berseberangan.

Mereka semua menikmati hidangan yang telah disiapkan. Beberapa botol miras, dan makanan ringan, dan makanan berat yang masih dimasak.

“Omong-omong, Jack,” ucap Kim menepuk pundak Jack yang duduk disebelahnya. “Apa kau seorang penulis? Kudengar dari CEO kau adalah seorang penulis. Benarkah?”

“Astaga. Dia penulis yang cukup hebat. Tulisannya sangat bagus. Dia bahkan pernah mendapat peringkat pertama, saat mengikuti lomba menulis novel.”

“Bahkan menurutku, penulis cerita Harry Potter saja masih kalah jauh dengannya,” sahut Mike memuji Jack.

“Wah. Benarkah?” Kim bersemangat kagum.

“Ya. Tentu saja. Aku tak mungkin berbohong dengan itu. Kurasa kau harus membaca salah satu novelnya, Kim.”

“Saat kuliah, kami berada dalam satu kelas yang sama. Dosen yang mengisi mata kuliah kami berkata, dia akan menjadi sastrawan yang hebat, jika dia terus mengembangkan bakatnya.”

“Semua teman-temanku di kuliah, mereka semua menyukai novel yang ditulis oleh Jack,” lanjut Mike yang terus memuji Jack.

Kim menganggukkan kepalanya. Sangat impresif dengan bakat yang dimiliki Jack.

“Faktanya, hanya segelintir orang sukses yang menjadi sastrawan hebat, tak sebanyak yang kita pikirkan,” sahut Winson ketus.

“Astaga. Apa maksudmu, Winson? Abaikan saja perkataannya, Jack,” balas Mike. “Mungkin mereka mengenal dan mengetahui seniman genius sepertimu. Bagiku, kau tetap menjadi yang terbaik.”

Kim hanya mengangguk setuju dengan perkataan Mike, dan menyenggol Winson yang duduk di sebelahnya, karena Winson membuat suasana menjadi canggung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!