CHAPTER 007

“Sial!! Kenapa dia selalu menyombongkan dirinya. Menyebalkan sekali,” gumam Jack dalam hati.

Waktu tepat menunjukkan pukul 9 malam. Semua makanan dan minuman yang dipesan telah habis.

“Apa kau menambah lagi, Jack. Aku akan memesan lagi untuk ronde ke dua.”

Saat Mike berdiri, Jack menahan tangannya.

“Tak perlu, Mike. Ini sudah malam. Aku akan pulang dan beristirahat saja. Terima kasih atas semuanya, Mike. Sampai jumpa esok hari.”

Jack berdiri dan pergi meninggalkan bar itu.

“Apa-apaan ini? Aku sudah meluangkan waktuku untukmu. Kau tak boleh pergi begitu saja.”

Mike pun berdiri dan menyusul Jack yang sudah keluar dari bar.

“Hei! Berhenti, Jack! Aku mengerti. Berhentilah dahulu. Kemarilah!”

Mike meneriaki Jack yang terus berjalan pergi dari bar itu.

Akhirnya, Jack pun berhenti dan kembali berjalan mendekati Mike di depan bar.

Sebuah mobil taksi lewat di depan mereka berdua.

“Taksi!!!” Mike menghentikan taksi itu. Dia mengambil dompet dan mengeluarkan beberapa lembar uang dolar. Memberikannya untuk Jack, sebagai ongkos taksi.

“Ini. Ambilah. Kau bisa menggunakannya untuk ongkos taksi. Kau bisa mengambil kembaliannya untuk makan dan lainnya.”

“Tak perlu, Mike. Aku akan pulang dengan bus saja,” ucap Jack yang menolak.

“Sial! Kau tak boleh menolak, Jack. Naik saja!”

Mike menarik tangan Jack, memaksanya masuk ke dalam taksi.

Akhirnya, Jack pun pulang dengan taksi itu.

“Sampai jumpa, Jack.”

Mike melambaikan tangannya dari jendela mobil taksi yang sudah tertutup.

***

Di SALOKA RESIDENT. Jack sudah sampai di kosnya dan berjalan menaiki tangga menuju kamar.

Saat berdiam diri di lorong, Jack hanya menatap lorong itu dengan tatapan kosong, tepat di sebelah ruang Eli.

“Sedang apa kau?”

Seorang pria muncul dari belakang Jack dan bertanya padanya. Pria itu memakai kemeja rapi dan membawa tas ransel di pundaknya. Dia bernama Han.

Han memiliki tubuh yang cukup tegap, tinggi, serta memiliki paras yang tampan. Sama seperti Jack. Dia tampak berumur sekitar 30 tahunan awal dengan  gaya rambut belah tengah.

Han melihat Jack yang berdiri lalu menyapanya, saat ia baru sampai di kos.

Jack yang terkejut pun langsung menghadap ke arah Han, yang mulai berjalan mendekatinya.

“Apa yang kau lakukan? Apa kau merasakan sesuatu?” Han melangkah mendekati Jack dan menatapnya dengan tatapan kosong yang sangat mencurigakan.

“Apa maksudmu?” tanya balik Jack yang tak mengerti maksud Han.

“Aku melihatmu berdiri di tempat ini, kau terlihat seperti seseorang yang tak bisa keluar dari dalam kegelapan dan lingkaran setan.”

“Tidak. Apa kau cenayang? Hhhh. Aku dapat keluar dari sini dengan mudah,” bantah Jack. “Setan? Hahahaha. Apa kau sedang bercanda? Aku bahkan tak percaya setan sama sekali.”

Jack melangkah pergi meninggalkan Han.

“Hhhh. Sepertinya kau lebih menarik daripada yang terlihat.”

Sesekali Jack menengok, lalu hanya mengabaikan perkataan Han.

“Sial! Kenapa dia? Apa dia sedang menantangku? Astaga. Kos ini dipenuhi oleh orang-orang aneh,” gumam Jack dalam hati.

Di dalam kamarnya, Jack segera melepas sepatu dan bersiap untuk mandi dan berganti pakaian.

*TAK!!!

Lagi-lagi Jack mendengar suara aneh yang berasal dari langit-langit atap kamarnya.

Jack menengok ke atas, sejenak melihat, lalu mengabaikannya dan bergegas pergi ke kamar mandi.

Setengah jam berlalu, dan Jack sudah selesai mandi dan mengganti pakaiannya.

Malam itu dia sudah bersih dan wangi, dan bersiap untuk beristirahat. Beberapa kali dia mencoba beristirahat, tapi tetap saja. Jack tak bisa tertidur dengan nyenyak.

Akhirnya, dia menggunakan kesempatan itu untuk membuat sebuah kerangka yang akan ditulis menjadi novelnya.

Dengan sebuah pulpen dan buku tulis, Jack mulai membuat sebuah kerangka.

Satu jam, dua jam, Jack terus larut dalam kesibukannya itu. Matanya fokus menatap kertas, tangannya bergerak indah, menulis dan menyusun kalimat sebaik mungkin.

Tepat pukul 12 malam, kerangka novel milik Jack terbuat. Dia mengangkat kedua tangan, menggerak-gerakkannya, mengepal, lalu, membunyikan jarinya satu persatu.

Disimpannya kerangka dalam buku tulis itu, lalu, dibuatnya kelak untuk menulis novel jika laptopnya telah kembali.

Jack bangkit dari kursi, lalu merebahkan tubuhnya di kasur.

Hari yang melelahkan bagi Jack. Semenjak kedatangannya ke New York, sama sekali dia belum beristirahat.

Ditambah dengan suasana kos yang bak seperti rumah hantu, sangat membuatnya tak merasa nyaman sama sekali.

Berkali-kali Jack mengganti posisi tidurnya, miring ke kiri, ke kanan, tengkurap, terlentang. Dia tetap merasa tak nyaman dengan itu semua.

Matanya sayup -sayup mengantuk, tubuhnya sangat lelah, tapi, dia tak mampu untuk terlelap begitu saja. Baginya kamar yang ditempatinya saat itu tak cukup layak untuk ditempati.

Jack teringat ada sebuah TOSERBA yang selama dua puluh empat jam, tepat di dekat gedung kosnya. Mengambil jaket, lalu pergi ke TOSERBA tersebut.

Sesampainya di TOSERBA, Jack membeli satu botol minuman vodka dan makanan kemasan lainnya, lalu menikmatinya di teras depan toko.

Mungkin dengan meminum alkohol, akan membuatnya lebih cepat mengantuk dan tidur.

“Totalnya 20 dollar, Nak,” ucap seorang bapak-bapak penunggu kasir.

Jack merogoh kantong, mengambil dompet, lalu memberikan satu lembar uang 50 dollar.

“Sepertinya, kau pendatang baru,”

Jack tersenyum mengangguk.

“Kalau aku boleh tahu, dari mana asalmu, Nak?”

“Chicago.”

“Chicago? Astaga, cukup jauh ternyata. Lantas, kenapa kau datang ke kota ini? Apa kau sedang berkuliah?”

“Tidak, Paman. Aku hanya kemari karena ingin mencari suasana baru. Dan salah satu temanku yang ada di kampung, juga memberikan pekerjaan untukku di kota ini.”

“Ah, begitu rupanya. Astaga, kukira kau masih kuliah. Wajahmu bahkan terlihat seperti anak umur 18 tahun.”

“Lantas, bagaimana denganmu sendiri, Paman? Apa kau pemilik dari TOSERBA ini?”

“Ya, aku pemilik TOSERBA ini, dan aku juga yang menjaganya, dan bergantian menjaga dengan istri dan salah satu karyawan yang kumiliki.”

“Wah, bukankah itu sungguh melelahkan, Paman? Kau dan istrimu harus bergantian menjaga kasir. Bukankah lebih baik Paman mencari tambahan karyawan saja?”

Pemilik TOSERBA itu menggeleng. “Tidak, Nak. Aku lebih memilih menjaga tokoku sendiri, dan karyawan yang bekerja denganku pun keponakanku sendiri.”

“Aku memiliki trauma yang sangat besar. Dulu, aku memiliki karyawan yang sangat kupercaya, tapi, dia malah kabur dan membawa semua uang yang ada di kasir.”

“Tiap hari aku datang ke kantor polisi untuk melapor, tapi tetap saja, pihak kepolisian selalu memberikan alasan yang sama.”

Pemilik toko itu menunduk bersedih karena cerita itu.

“Astaga, maafkan aku, Nak. Aku malah bercerita dan lupa memberikan uang kembalian.” Si Bapak, membuka laci kasir, lalu memberikan uang kembalian.

“Tidak masalah, Paman.” Jack tersenyum menerima uang kembalian. “Kalau begitu, aku permisi dulu.”

“Baik, Nak.”

Jack pun keluar dari toko dan menikmati sebotol vodka itu di teras depan toko.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!