CHAPTER 015

“Preman itu juga membuat penghuni sebelah sangat ketakutan. Seharusnya aku mengusirnya dari dulu, tapi aku tidak tega padanya.”

“Kau bilang, dia keluar hari ini?” tanya John memastikan.

“Tidak. Tepatnya semalam, setelah ia meminum alkohol dan memukuli penghuni kamar sebelahnya,” jelas Eli.

“Memukul? Dia masih memukuli orang?”

“Ya. Dia memukuli orang lain, lalu aku marah dan mengusirnya saat itu juga. Kurasa dia menggunakan peluang itu untuk melarikan diri dari tempat ini.”

“Siapa yang dia pukul?” tanya John, masih mencari sesuatu.

“Dia penghuni yang tinggal di sebelah kamarnya. Astaga… Oh, itu dia.” Eli melihat Si Autis baru keluar dari kamarnya.

“Hei, kau. Kemarilah!” Eli memanggil Si Autis dan menyuruhnya untuk datang padanya. “Kemarilah sebentar!” Eli melambaikan tangan pada Si Autis.

“Dia disini?” tanya John yang keluar dari kamar.

“Ya, dia orangnya.” Eli menunjuk Si Autis yang berjalan mendekatinya.

“Dia adalah polisi. Dia datang kemari untuk menangkap preman yang memukul mu kemarin. Kemari dan ceritakan padanya.”

Si Autis menggaruk-garuk kepalanya dengan cekikikan. John yang melihat tingkah laku Si Autis, menyerngitkan dahinya.

“Ya, dia tiba-tiba bilang, aku terlalu berisik dan menamparku dengan keras.”

*PLAK!!

Si Autis menampar pipinya sendiri mempraktikan itu.

“Aku sudah menyuruhnya untuk berhenti, tapi dia tak mau menghentikan itu dan terus menamparku hingga pipiku memerah. Dia memiliki bekas luka di wajahnya yang membuat dia terlihat lebih menakutkan.”

Si Autis bercerita dengan cekikikan, membuat John sedikit kesal.

“Kenapa kau tertawa? Apa kau merasa lucu saat dipukul?” tanya John. “Apanya yang lucu? Apa benar dia dipukul?” John bertanya pada Eli.

“Astaga.” Eli mendekat ke telinga John dan berbisik, “Pikirannya sedikit terganggu, Pak. Dia sedikit Autis.”

John mengangguk paham. “Baiklah kalau begitu. Jika dia kembali, kau bisa menghubungiku di nomor ini.” John memberikan kartu namanya kepada Eli. “Mungkin, kami juga akan mencarinya sebagai orang hilang.”

“Dia sudah memukul dan kabur tanpa membayar sewa. Kuharap kau dapat menangkapnya, Pak,” ucap Eli menerima kartu identitas John.

“Baiklah. Kau bisa melapor atau menghubungi nomorku dan permisi, aku akan langsung pergi”

“Astaga. Apakah aku harus melapor ke kantor polisi? Omong-omong, bagaimana kau mengenalnya, Pak?”

John hanya mengabaikan pertanyaan Eli dan pergi meninggalkan lorong.

Tanpa mereka semua sadari, Han berada di balik dinding ruang resepsionis. Melihat dan mendengar semua perkataan mereka.

Han langsung pergi dari sana, saat John berjalan keluar gedung.

“Astaga. Sepertinya dia membuat masalah besar,” ucap John menuruni anak tangga.

Di depan gedung, John bertemu dengan Jack yang baru pulang dari TOSERBA.

“Tunggu sebentar, Anak Muda!” John memanggil Jack yang akan menaiki gedung. “Apa kau tinggal disini?” lanjut John.

“Ya,” jawab Jack menganggukkan kepalanya.

“Aku polisi.” John menunjukkan identitasnya. “Omong-omong, apa kau mengenali pria ini? Apa kau mengenalinya” John kembali menunjukkan foto Wick pada Jack. Bertanya dengan serius.

“Pria itu.. Aku tidak begitu mengenalnya, tapi aku pernah makan mie instan bersama dan mengobrol beberapa kali, saat pertama kali aku pindah kemari,” jelas Jack.

“Ah. Begitu rupanya. Apa kau pernah melihat ada yang aneh dari pria ini?” tanya John. “Hal aneh?” ucap Jack yang tahu apapun.

“Ya. Hal yang berbeda dari biasanya atau sikap yang aneh. Apa kau pernah melihatnya?” lanjut John.

“Apa yang terjadi sesuatu padanya, Pak?”

“Kenapa? Kenapa kau menanyakan hal itu secara tiba-tiba?” tanya balik John.

“Bukan begitu. Maksudku, aku hanya merasa telah terjadi sesuatu karena seorang polisi sepertimu datang kemari,” ucap Jack.

“Oh, jadi, dia adalah kenalanku, tapi dia juga seorang buron yang baru lepas dari penjara karena memukuli orang beberapa kali.”

“Tiba-tiba dia menelponku dan meminta bantuanku. Dia bilang bahwa seseorang ingin membunuhnya. Maka itu, aku datang kemari. Apa kau mengingat sesuatu?”

Jack yang mendengar cerita dari John pun cukup terkejut dan matanya yang melotot. Tak tahu harus berkata apa.

“Emm. Tampaknya dia tak mempunyai hubungan baik dengan penghuni kamar lainnya di kos ini,” ucap Jack. “Apa ada lagi?” tanya John.

“Mungkin itu hanya asumsiku, tapi sepertinya dia juga ditakuti dan takut oleh beberapa orang yang tinggal disini. Entah apa yang sebenarnya terjadi,” jelas Jack.

“Baiklah, sudah cukup. Kalau kau teringat sesuatu atau merasa ada yang aneh, kau bisa menghubungi nomor ini.”

John memberi kartu namanya pada Jack.

“Baik, Pak. Aku akan melakukannya.”

“Maaf mengganggu waktumu, Anak Muda. Cepat kembali dan beristirahatlah.”

“Baik, Pak.” Jack mengangguk memberi hormat pada John yang kembali ke mobilnya.

Di lantai 2, Jack berjalan dengan santai dengan kartu nama John yang masih dipegangnya.

“Hei, Anak Muda! Astaga, aku hampir lupa bilang.” panggil Eli dari dalam ruangannya.

“Ada apa, Nyonya?”

“Itu. Ada paket untukmu.” Eli menunjuk sebuah kardus paket yang berada di meja resepsionis.

Paket itu adalah laptop Jack yang baru saja selesai diperbaiki dan dikirim ke tempat tinggal Jack.

Saat Jack melihatnya, kardus yang membungkus laptopnya telah terbuka.

“Apa ini? Nyonya, Eli! Apa kau yang membuka paket ini?” tanya Jack dengan raut wajah yang kesal.

“Tidak. Bukan aku. Aku hanya melihatnya tadi dan lupa memberitahumu, saat melihat tertulis namamu di atasnya. Bahkan aku tak pernah memegangnya sama sekali,” bantah Eli.

“Penghuni kamar di depanmu salah mengambil. Dia mengira itu adalah paket untuknya,” lanjut Eli.

“Sial! Lagi-lagi Si Mesum itu!” gumam Jack lirih.

“Hal seperti itu sering terjadi di kehidupan komunal, Jack. Santai saja.”

Tak menghiraukan perkataan Eli, Jack pergi begitu saja dengan pikiran yang terbawa emosi.

Jack berjalan menuju ke kamar Si Mesum. Jack melihat pintu kamar Si Mesum yang selalu terbuka dan melihat apa yang sedang dilakukannya.

Jack mengurungkan niatnya untuk melabrak, saat melihat apa yang  dilakukan oleh Si Mesum.

Si Mesum duduk di atas kursi dan menatap komputernya. Si Mesum itu sedang melihat video porno dan memakai headset dan tak menutup pintu kamarnya.

Jack yang kesal pun tak habis pikir melihat kelakuan Si Mesum. Saat ia akan memukul kepala Si Mesum dari belakang, ia teringat perkataan Mika, bahwa ia harus lebih bersabar lagi.

Akhirnya, Jack pun kembali ke dalam kamarnya, lalu membuka  laptop yang telah diperbaiki di meja kecil.

“Astaga. Kenapa dia tidak mematikan laptop, jika sudah selesai membenarkannya. Seharusnya mereka mematikannya dahulu.”

Jack kembali teringat pada Si Mesum yang memungkinkan, dia adalah orang yang menyalakan laptop Jack.

“Sial! Apa mungkin Si Mesum itu yang menyalakan laptopku?”

Jack menarik nafas sedalam-dalamnya, lalu menghembuskannya kembali. Berharap ia benar-benar bisa menahan amarahnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!