CHAPTER 011

Sesampainya di lantai 2,

“Permisi! Apa ada orang disini?” Rose berjalan menuju pintu masuk ke tempat resepsionis.

“Astaga. Ada masalah apa sehingga membuat detektif datang kemari?” Eli keluar dari dalam ruangannya dan menyambut Rose.

“Halo, Nyonya. Selamat siang,” sapa Rose pada Eli.

“Astaga. Kau sangat berkeringat. Kau pasti sangat kepanasan.”

“Tak apa, Nyonya. Aku sudah biasa.”

“Ini. Pakailah.” Eli menyodorkan sebuah kipas angin berukuran mini pada Rose.

“Tidak perlu, Nyonya. Omong-omong, apa kau pemilik tempat ini?” tanya Rose.

“Ya. Kenapa memang?”

“Ada beberapa hal yang ingin kutanyakan padamu.” Rose mengambil ponselnya dan menunjukkan foto Si Autis pada Eli. “Apa pria ini tinggal disini?”

“Oh, benar. Dia penghuni di kamar 310.”

“Jadi benar, dia tinggal disini?”

“Ya, benar. Dia tinggal disini. Apa ada masalah?” tanya Eli.

“Tidak. Hanya beberapa hal yang ingin kutanyakan padanya,” jelas Rose.

“Astaga. Apa dia membuat onar lagi? Aku pernah menemuinya beberapa kali menyiksa kucing dan anak anjing. Padahal aku sudah melarangnya, tapi sepertinya dia mengulangi lagi. Maafkan aku, Detektif Cantik.”

“Tak masalah, Nyonya. Bisa aku bertemu dengannya?” ucap Rose dengan tersenyum kecil.

“Tentu saja. Astaga. Dia sebenarnya orang baik, hanya mentalnya saja yang agak terganggu.”

“Oi, Penghuni kamar 310, keluarlah! Kembar, apa kau mendengarkanku? Disini ada polisi yang sedang mencarimu.”

Eli berteriak dari lorong memanggil Si Autis.

Beberapa saat kemudian, Si Autis keluar dari kamarnya dengan cekikian. Melihat kearah Eli dan Rose yang sedang berdiri bersebelahan.

“Bukankah aku sudah berkata padamu? Jika kau menyiksa dan membunuh hewan-hewan lagi, kau akan dikenai sanksi,” teriak Eli.

“Tidak. Aku hanya bermain dengan mereka,” ucap Si Autis dengan cekikikan seperti biasanya.

“Kemarilah! Kau harus menuju  ke kantor polisi untuk diinterogasi lebih lanjut,” lanjut Eli.

Rose pun hanya diam karena melihat tingkah laku yang sangat aneh dari Si Autis.

***

Di kantor polisi terdekat, terlihat Si Autis yang telah datang dan sedang diinterogasi dengan Rose.

Rose mengintrogasinya di kantor bagian depan, agar mendapat petugas kepolisian, jika terjadi hal yang tak diinginkan.

Si Autis duduk di depan Rose. Masih cekikikan dengan membawa pistol mainan di tangannya.

Rose menghela nafas panjang dan hanya bisa bersabar menghadapi Si Autis yang seperti itu.

“Pak, jika kau terus menyiksa dan membunuh beberapa anak anjing dan kucing, menurut hukum hewan yang berlaku, kau bisa dihukum maksimal dua tahun penjara dan denda sebesar seribu dollar. Apa kau paham?”

Si Autis tak menjawab dan terus cekikikan. Mengangkat senjata pistol mainannya ke atas.

“Tolong berhenti bermain-main, Pak. Aku sedang berbicara serius padamu. Sudah 7 kucing dan 5 anak anjing yang menjadi korban. Kau menyiksa dan membunuh semuanya secara kejam. Apa kau tak merasa kasihan pada mereka?”

Rose mulai berbicara dengan nada tinggi.

“Tidak. Bukann. Aku tidak membunuh 13. Aku hanya membunuh satu ekor anak anjing saja,” ucap Si Autis sambil memainkan pistolnya.

“Detektif Rose, kemarilah!” salah satu atasan Rose memanggilnya.

“Tetaplah disini, Pak. Jangan kemana-mana. Kau mengerti?”

Rose meninggalkan Si Autis. Berjalan untuk berbicara pada atasannya di kantor polisi setempat.

“Menurut petugas lain, tidak ada bukti yang akurat bahwa dialah pelakunya.”

Atasan Rose memberikan sebuah berkas dokumen yang menunjukkan bahwa Si Autis bukanlah tersangka utama dalam kasus ini.

“Menurut laporan dari catatan yang masuk, tak ada bukti sama sekali.”

“Akan tetapi, tetap saja aku harus menyelidikinya, Pak,” ucap Rose yang masih ingin menyelidiki hal itu.

“Astaga. Bagaimana kau akan menyelidikinya? Apa kau tak melihat kondisinya? Dia saja tak bisa berkomunikasi dengan baik. Cukup beri sanksi dan suruh saja dia pulang.”

“Baik, Pak.”

Rose pun tak bisa membantah lagi perintah dari atasannya itu.

Sebelum mengantar Si Autis kembali, Rose melihat beberapa berkas yang menunjukkan berita tentang kehilangan orang.

Berkas itu juga menunjukkan lokasi menghilangnya orang tersebut di dekat SALOKA RESIDENT. Rose pun bingung dan bertanya-tanya di dalam kepalanya.

***

Kembali di SALOKA RESIDENT. Di kamar, tempat pemuja setan.

Terlihat Wick yang sudah diikat di atas kursi dengan kepala yang berlumuran darah, dan mulut yang disumpal dengan kain lusuh.

Roy, saudara kembar Si Autis datang membawa ember, lalu menyiramkannya pada Wick agar ia tersadar.

Roy mengambil sebuah golok, lalu memainkannya di depan Wick yang sedang terikat.

“Astaga. Seharusnya kugorok saja lehermu.” Roy mengarahkan golok itu ke leher Wick yang membuat Wick ketakutan.

“Akan tetapi, aku tak akan menggorok lehermu, kareka, aku ingin menjadikanmu tumbal untuknya.”

Roy meletakkan goloknya. Menatap simbol satanic yang terpampang besar.

Wick hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia sangat ketakutan, jika Roy akan benar-benar memotong tangannya.

“Kenapa? Apa kau takut? Hahahahaha. Astaga. Kau benar-benar takur ternyata.”.

“Astaga. Kalau bukan karena dia, aku akan langsung memotong kedua tanganmu,” ucap Roy yang lalu pergi meninggalkan Wick.

Entah siapa DIA yang dimaksud oleh Roy. Sepertinya adalah seseorang yang mungkin ditakuti olehnya di kos itu.

Wick hampir menangis karena ketakutan dan melihat pergelangan tangannya yang berdarah, karena tergores kapak.

Wick terus berusaha melepaskan ikatan dari tubuhnya, tapi tetap saja tak mampu. Semua tubuhnya terikat di kursi dengan erat.

Di lorong lantai 2, Roy bertemu dengan kembarannya, saat ia akan pergi dari lantai itu.

Roy pun langsung bertanya padanya, karena mendengar kembarannya dibawa ke kantor polisi.

“Kudengar kau dibawa ke kantor polisi. Kenapa itu terjadi?” tanya Roy dengan ketus.

“Aku… Aku hanya ditanya beberapa pertanyaan di kantor polisi. Aku bilang aku tidak tahu apa-apa, lalu dilepaskan begitu saja. Xixixixixi. Katanya, tak ada masalah sama sekali,” ucap Si Autis yang terus cekikikan.

“Aku sudah bilang padamu, kau harus berhati-hati agar tidak ketahuan. Apa kau masih belum mengerti?” Roy membentak saudaranya.

“Tenang… Kau tenang saja. Tak ada yang mengetahuinya,” jawab Si Autis.

“Dasar, Idiot. Bukan dengan polisi maksudku. Jangan sampai ketahuan oleh orang itu. Kau mengerti?”

“Xixixixi. Baiklah, aku mengerti.”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!