"Ternyata uang bisa merubah segalanya. Dan ini yang kurasakan saat ini." sambung Dara miris.
"Pokoknya mulai sekarang, kamu jangan sedih sedih deh, bahagiakan diri dan jalani hidup dengan santai, nikmatin saja prosesnya.
Biar si Haris saja nanti yang menderita." hahahaaa.
Dina menimpali dengan tawa cerianya.
"Kamu benar, Din. Bersikap tega itu jauh lebih baik, toh saat ini aku juga masih jadi istrinya yang sah. Tapi mirisnya justru saat ini aku seperti Gundik untuk suamiku sendiri. Tapi sudahlah, yang penting bisa membuat dia jatuh miskin." ucap Dara sambil menghembuskan nafasnya dalam, melonggarkan beban yang menghimpit di dadanya.
"Kamu bener juga ya, Menjadi Gundik Suami sendiri, ya ampun kayak judul novel saja sih, jadi inget novel yang di tulis author Za, aku baca ikut gemes sendiri. Eeeh ternyata kamu yang alami di dunia nyata, ternyata banyak laki modelan kayak si Haris. Semoga dijauhkan deh dari yang modelan kayak begitu." Dina bergidik sendiri, dan membuat Dara tertawa melihat ekspresi sahabat nya itu.
Saat asik ngobrol dengan Dina terdengar bunyi pesan masuk dari ponsel yang di pegang Dara. Siapa lagi kalau bukan Haris yang beranggapan lawan chating nya Riani. Gadis yang selalu di impikannya.
Meskipun berada dalam satu kantor, Riani tidak pernah keluar dari ruangannya, demi menjaga agar Haris tidak merayunya terang terangan dan agar tidak menimbulkan kecurigaan ketika Haris mengirim pesan.
[Cantik, kenapa tidak masuk kantor. Apa kamu sakit?] pesan yang harus kirim dan membuat Dara mengerutkan Dahinya.
"Din! Riani apa sakit?
Ini mas Haris kirim pesan menanyakan apa Riani sakit, karena dia tidak masuk kerja hari ini." tanya Dara yang memberitahu isi pesan dari Haris, suaminya.
"Sebentar, aku telpon Riani dulu." jawab Siska yang langsung menelpon Riani. Gak butuh waktu lama, panggilan kedua sudah terangkat.
"Hallo asalamualaikum, Riani!
Ni, apa kamu gak masuk kerja hari ini?" sapa Dina mengawali obrolan dengan sepupunya.
"Waalaikumsallm, mbak.
Iya aku gak masuk kerja, ada acara keluarga sambil merayakan hari ulang tahunku juga.
Oh iya, kebetulan mbak Dina telpon, nanti sore datang kerumah ya, sama mbak Dara juga mbak Sintia." sahut Riani dengan suara riang.
"Kirain kamu sakit loh. Ini si Haris chat nanyain kamu gak masuk kantor apa sakit." sahut Dina terkekeh.
"Haduh, tau saja laki laki itu. Gimana kalau kita kerjain saja, mbak?
Biar aku undang besok dia ke restoran yang paling mahal, kita kerjain tuh habis habisan. Biar dia tekor. Mbak Dara suruh atur saja deh, gimana.
Pokoknya besok kita pakai dia habis habisan.
Untuk hari ini jawab saja aku sedang repot sama keluarga gitu, siapa tau dia mau kasih uang lagi, iya gak? hihihi!" sahut Dara memberi ide jahilnya.
"Serius kamu, apa Tomi gak keberatan?" balas Dina memastikan.
"Iya mbak, gak papa, lagian kan nanti ketemu Haris nya gak sendirian, ada mbak Dina, mbak Dara juga mbak Sintia kan?
Jadi amanlah!" sahut Dara yakin.
"Oke kalau gitu, yasudah nanti sore kami datang ke acara kamu. Tapi kamu bilang Sintia ya, telpon dia biar lebih sopan. Yasudah mbak tutup dulu teleponnya, asalamualaikum!" balas Dina yang menutup telponnya dan tersenyum penuh arti ke arah Dara yang menunggu cerita darinya.
"Gimana?" tanya Dara penasaran.
"Riani baik baik saja, dia cuma sedang ada acara keluarga saja, nanti sore kita diundang untuk datang kerumahnya, Riani hari ini ulang tahun." sahut Dina santai.
"Alhamdulillah, syukurlah kalau Riani baik baik saja
Riani ulang tahun ya?
Em gimana kalau kita cari kado habis ini, mumpung masih jam segini?" usul Dara yang dijawab anggukan tanda setuju oleh Dina.
"Dan satu lagi. Besok siapkan dirimu, Ra!
Kamu harus dandan yang cantik, karena kita akan ngerjai di Haris. Riani bilang, besok kita harus malak Haris buat traktir di restoran paling mahal dengan dalih merayakan ulang tahunnya. Aku pingin lihat seperti apa reaksi Haris kalau kamu juga ada disana. Pasti seru!" sambung Dina antusias.
"Wah ide bagus. Yasudah, nanti pas beli kado buat Riani, aku mau beli baju sekalian buat dipake besok." balas Dara yang juga sangat antusias.
"Siplah, keren!" Dina mengacungkan jari jempolnya ke arah sahabat baiknya itu.
[Kok gak dijawab chatnya, mas?
Kamu sakit apa?
Nanti pulang dari kantor mas jenguk ya?
Boleh kan, sekalian mas pingin kenal deket sama keluarga kamu!] Haris kembali mengirim pesan, karena sudah hampir setengah jam, chatnya belum juga di balas, membuat Haris dirundung cemas.
"Mas Haris ngirim pesan lagi, segitu khawatirnya dia sama Riani. Padahal kalau aku atau Hilya yang sakit dia gak pernah perduli sama sekali. Huuuuft!" runtuk Dara yang merasakan sesak di dadanya.
"Kerjain saja, gimana caranya biar dia gelontorkan uang nya lagi. Biar nambah isi rekening kamu. Sudah, jangan dipikir atau bikin hatimu sakit, gunakan saja kesempatan bucin nya Haris untuk menghasilkan pundi pundi rupiah, biar kamu jadi janda kaya. Laki modelan suami kamu itu, gak pantas buat di tangisi, apalagi di sesali. Hempaskan!" sungut Dina yang tak mau Dara terpuruk hanya karena kaki kaki model si Haris.
Dara mengusap wajahnya dan membuang nafas kasar. Lalu membalas isi chat Haris setelah berpikir sejenak, agar Haris simpati dan mau mentransfer uangnya buat Riani, namun pada kenyataannya Dara lah yang menikmati uang tersebut bersama anaknya, investasi masa depannya sebelum saya menjanda.
[Maaf, mas, lama balasnya.
Aku lagi sibuk nih, dirumah lagi ada acara] balas Dara yang langsung terlihat centang biru.
Gercep juga di Haris balas pesan dari perempuan lain. Batin Dara perih.
[Ada acara apa?
Syukurlah kalau kamu gak sakit. Mas sejak tadi kepikiran kamu, takut kamu kenapa kenapa] balas Haris yang disertai emoticon senyum merona dan peluk.
[Wah nyetrum ya. Aku tadi juga sempat kepikiran sama mas Haris, gimana ya, lagi bingung aku tuh]
Balas Dara yang menirukan gaya bahasanya Riani.
Agar aktingnya lebih meyakinkan.
[Masak sih, kaku kepikiran mas?
Wah, bahagianya. Dipikirkan bidadari. Jadi kangen lihat senyum kamu!] gombal Haris yang langsung melonjak senang membaca isi pesan yang dikirim Dara alias Riani palsu.
[Biasa saja kali, mas!
Inget loh, ada anak istri. Jangan ganjen ganjen]
[Sebentar lagi, aku mau cerai sama si Dara kok.
Kamu mau ya jadi istriku nanti?]
Dara membulatkan mata saat membaca pesan Haris, dasar suami gak ada akhlak, rutuk Dara di dalam hatinya.
[Haduh yakin cerai nih, semoga kita jodoh ya?
Aku gak berani banyak berjanji, biarkan takdir yang menentukan. Kita cukup jalani saja alurnya.] balas Dara bijak, agar nanti tidak di tuntut karena tidak pernah menjanjikan apapun sama Haris soal masa depan.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.
#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)
#Cinta dalam ikatan Takdir (ongoing)
#Coretan pena Hawa (ongoing)
#Cinta suamiku untuk wanita lain (ongoing)
#Sekar Arumi (ongoing)
#Wanita kedua (Tamat)
#Kasih sayang yang salah (Tamat)
#Cinta berbalut Nafsu ( ongoing )
New karya :
#Karena warisan Anakku mati di tanganku
#Ayahku lebih memilih wanita Lain
#Saat Cinta Harus Memilih
#Menjadi Gundik Suami Sendiri
Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.
Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments