Bergantayangan

Happy reading....

Tak terasa sang mentari senja telah menyingsing, setelah ia menampakkan cahaya jingganya, sebagai isyarat bahwa kegelapan akan segera hadir.

"Bagaimana, An? Apa Arini juga belum memberikan kabar kepada mu?" tanya Juragan Karsa yang melihat sang putra bungsu berpangku tangan, sambil menatap benda pipih itu.

Andi pun hanya melirik ke arah sang Ayah, dengan gelengan kepala yang lemah.

"Belum, Pa. Setelah sampai rumah tadi siang hingga saat ini, ponsel Arini tidak bisa dihubungi sama sekali. Dan itu semua membuat Andi cemas dan tidak tenang, Pa. Andi benar-benar mengkhawatirkan keadaan Arini, Andi takut jika terjadi sesuatu yang buruk kepada Arini." ujar Andi dengan suara lemah.

Entah mengapa, Andi memiliki firasat yang buruk kepada Arini. Hatinya saat ini sangat resah dan gelisah, karena seharian Arini sama sekali tidak memberikan kabar apapun kepadanya.

Padahal biasanya sebelum bepergian, atau sekedar pergi ke pasar. Arini pasti selalu pamit kepada Andi.

Tetapi tidak dengan hari ini, baginya semua terasa janggal dan aneh dengan menghilangnya Arini secara tiba-tiba.

Anton yang tanpa sengaja mendengar pembicaraan antara adik dan Ayahnya, hanya bisa tersenyum smirk dengan perasaan yang sangat puas.

"Kalian cari saja dia sampai ke ujung dunia. Aku pastikan kalian semua tidak akan pernah menemukan gadis itu. Karena aku telah berhasil melakukan semuanya, tanpa meninggalkan jejak apapun." ujar Anton yang sangat merasa puas, saat melihat kehancuran Andi setelah hilangnya Arini.

***

Malam pun akhirnya semakin larut, suasananya pun terasa sangat berbeda dan lebih mencekam dari malam-malam sebelumnya.

"Kenapa malam ini horor sekali sih? Apa kamu juga merasakannya, Jang?" tanya kang Toro kepada Ujang.

"Iya nih, Kang. Rasanya kok serem gini ya? Seperti di film-film horor itu lho, Kang." sahut Ujang sambil memegangi tekuk lehernya yang merinding.

Saat ini adalah jadwal mereka berdua untuk bergilir, dan bertugas melakukan ronda malam di desa ini.

Akan tetapi, saat malam semakin larut, udara dingin pun berhembus kencang hingga menusuk ke tulang-tulang mereka.

"Jang, aku kebelet nih. Temenin yuk!" pinta Kang Toro sembari menyapu kegelapan malam.

"Dih, Kang Toro mah, badan doang yang gede. Tetapi nyalinya ciut banget deh," gerutu Ujang sambil mencebikkan bibirnya.

Meskipun Ujang menggerutu, tetapi dia tetap menemani Kang Toro untuk menuntaskan hajatnya di bawah pohon rindang dekat pos ronda tersebut.

Dengan perlahan mereka melangkahkan kaki menuju ke arah pohon rindang tersebut. Yang tanpa mereka sadari, bahwa ada sepasang mata yang merah menyala sedang mengawasi setiap pergerakan mereka.

"Jang, balik badan kamu. Masa iya kamu mau nonton ular ku sih?" gurau Kang Toro sambil terkekeh.

Ujang pun akhirnya mengikuti perintah jang Toro, sambil memutar bola matanya.

Saat sedang asyik menuntaskan hajatnya. Tiba-tiba kang Toro melihat sekelebat bayangan putih yang lewat di depannya.

Dengan cepat kang Toro mengusap-usap kedua matanya, untuk memastikan bahwa apa yang baru saja dia lihat hanya halusinasi semata.

"Huh! Aku kira apa? Ternyata hanya halusinasi ku saja." maki Kang Toro sambil membalikkan badannya, dan berjalan perlahan ke arah Ujang.

"Kang Toro.''

Namun, baru beberapa langkah kakinya terayun, dia mendengar suara perempuan yang memanggilnya.

Seketika dia pun membalikkan badannya kembali, dan mencari sumber suara tersebut.

Betapa terkejutnya, saat dia melihat sosok gadis berbaju putih yang berlumuran darah sedang menatap tajam ke arahnya.

Saat dia menyadari jika yang berada di depannya bukan manusia, dia langsung berjalan mundur. Tetapi sialnya, dia justru terjengkang ke belakang dan menindih tubuh kurus Ujang.

"Awh!"

"Kang Toro! Awas! Berat banget tau." maki Ujang sambil meringis menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya.

"Jang? U-jang? Cepat bangun! Kita harus segera pergi dari tempat ini!" titah Kang Toro sambil terbata.

Ujang yang merasa kebingungan, langsung mengalihkan pandangannya ke bawah pohon rindang yang berada tepat di depannya.

"I-itu 'kan Ne-neng Arini?" ucap Ujang dengan suara bergetar.

Ya, Ujang memang sedikit dekat dengan Arini, karena dia telah menganggap Arini seperti adiknya sendiri. Bahkan kasih sayangnya melebihi adik kandungnya sendiri.

"Kang Ujang?"

Gadis berbaju putih itu kini memanggil Ujang, setelah Ujang menyebutkan nama sosok yang berada di depannya.

Kaki yang tidak menyentuh tanah, dan baju yang berlumuran darah, kini meyakinkan kedua laki-laki itu jika yang di depannya adalah arwah penasaran yang saat ini bergentayangan.

"Kang, di-dia Arini." ucap Ujang sambil terbata.

BERSAMBUNG.....

Terpopuler

Comments

A B U

A B U

next.

2024-04-29

1

Pena Hitam

Pena Hitam

Yah arini gentayangan

2024-04-01

0

Mimik Pribadi

Mimik Pribadi

Kasian Arini,,,,semoga saja ada yng membantu menguak kejadian tragis itu sehingga arwah Arini bisa tenang

2024-03-02

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 69 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!