"Iya, deh Pak ongkosnya berapa nanti saya bayar,'' kataku pada Pak Angga. Namun, tiba-tiba Pak angga menyentil keningku.
''Saya tidak minta bayaran uang. Saya sudah punya banyak, Zah. Lebih banyak dari uangmu," Pak Angga menjeda pembicaraannya sambil menatapku aku menjadi gelisah Apa yang sebenarnya dia inginkan.
Kenapa kamu pucat, Zah. Sakit ...? tanyanya lagi dan aku menggeleng
"Temani saya makan siang lalu mengantar saya ke bandara terima atau tidak," kata pak Angga mengajukan pilihan.
Aku pun bernapas lega sambil sambil tersenyum aku pun berkata, ''Hanya itu saja, Pak. Syukurlah kalau begitu,'' kataku sambil tersenyum.
Pak Angga menatapku sembari menyipitkan mata. "Memang kamu kira apa Za?"
"Enggak, Pak. Enggak mengira apa-apa, maaf," kataku sambil terkekeh.
"Jangan-jangan kamu mengira saya minta itu," tanyanya padaku
Aku menelan salivaku kembali rasanya tenggorokanku terasa gatal dan kering seperti dikuliti, pak Angga tahu ke mana arah pikiranku. "Enggak Pak pikiran saya bersih kok, Pak. Tidak kotor, beneran Saya tidak punya prasangka seperti itu ke Bapak," kataku semakin gugup dan kalang kabut, takut pak Angga tidak mau memberiku bimbing skripsi lagi.
"Bersih apanya, Zah dari kemarin aja kamu sudah prasangka buruk ke saya, Ya sudah kasih tahu konsepmu yang mana?" kata Angga dan mengarahkan laptop ke arahku Aku mengetik konsep skripsiku lalu memutar laptopku kembali ke arah Pak Angga.
Pria itu mulai fokus dengan konsep skripsiku dengan seriusnya dia memberikan penjelasan tentang apa yang harus ku revisi dan apa yang harus aku tambahkan di situ, hingga tak terasa terdengar Adzan dhuhur berkumandang, Pak Angga menyuruhku untuk shalat di kamar tamu yang sudah dia sediakan.
Setelah selesai aku pun kembali ke ruang tamu, di sana sudah tersedia dua kotak makan siang yang ada di depan duduk kami masing-masing.
Aku duduk di sofa menunggu Pak Angga keluar dari kamarnya, tak lama kemudian pria itu keluar dan berjalan ke ruang tamu lalu duduk di kursinya dan membuka kotak makanannya sambil berkata, "Makan, Zah! Biar otakmu gak oon, kamu nggak lapar saja otakmu sudah nggak berfungsi apalagi kamu lapar! sarkasnya padaku.
"Dari tadi pagi perut saya kosong pak, otak saya juga kosong jadi maklum deh kalau saya agak oon hari ini," kataku sedikit ketus
"Kenapa nggak bilang dari tadi kalau kamu tuh lapar biar saya belikan sarapan, susah soalnya kalau bicara sama orang yang perutnya kosong, ngerti kamu!" kata pak Angga dengan tatapan tak terbaca.
"Iya Pak saya ngerti maaf," kataku padanya.
"Jangan terus bilang maaf, bicara saya itu memang begini, jangan kamu masukkan hati, itu tandanya saya perhatian sama kamu, orang pintar saja kalau perut kosong jadi nggak pinter, ngerti kamu! Bukan niat hina kamu kalau kamu tuh oon," kata sambil terus menyuap makanannya.
"Iya Pak saya tahu saya oon, jangan diulang terus dan jangan diingatkan! Sedih saya jadinya," kataku sambil sambil pasang muka memelas, pak Angga pun tertawa lalu meneruskan makannya.
"Setelah selesai Pak Angga meneruskan pengarahannya mengenai konsep skripsiku Ia menjelaskan panjang lebar poin-poin yang dia tandai dengan blok-blok berwarna di laptopku. "Zah, kok bengong, tulis apa yang saya jelaskan kamu, nanti kalau kamu nggak ingat, ini bisa salah skripsimu, jangan sampai saya dibilang dosen yang nggak becus kasih bimbingan kamu!" kata pak Angga sedikit meninggi membuatku terkejut.
"Iya Pak Saya masih ingat," kataku
"Tulis Zah!" perintahnya padaku.
''Maaf Pak, saya nggak bawa buku tulis dan bulpoin," kataku sambil terkekeh.
"Jadi kamu ke sini itu hanya membawa laptop dan dirimu sendiri begitu?" tanyanya sambil menggelengkan kepala lalu bangun dari duduknya dan pergi ke ruangannya, tak lama kemudian Pak Angga kembali dengan membawa beberapa kertas HVS dan bolpoin.
"Catat di sini! Jangan sampai lupa apa yang saya jelaskan, dan jangan sampai tertukar dengan poin lainnya! Ngerti kamu Zah!'' tandas Pak Angga.
Aku pun larut dengan penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh Pak Angga tidak terasa waktu sudah menunjukkan jam 02.00 siang Pak Angga pun menutup sesi bimbingannya lalu berdiri sambil berkata tunggu saya saya ganti pakaian dulu setelah itu kalau kau sudah lapar kita mampir dulu ke restoran kata Pak Angga.
"Tidak usah Pak saya belum lapar," kataku.
"Oke, tunggu sini ya," katanya lalu berjalan menuju kamarnya.
Aku pun segera memasukkan laptopku dan catatan yang diberikan Pak angga padaku dengan sedikit gelisah aku menunggu Pak Angga.
Tak lama kemudian Pak Angga pun keluar dengan balutan pakaian formal yang membuat dirinya semakin tampan aku sedikit terpaku menatapnya. "Zah ayo mau di sini sendirian?'' tanya padaku
''Tidak Pak, saya punya rumah sendiri,'' kataku menyembunyikan rasa maluku karena diam-diam mengaguminya.
Pak Angga tertawa mendengar jawabanku yang menungguku keluar mendahuluinya, dia pun keluar sambil mengunci pintunya lalu dengan gagahnya berjalan mengiringi langkahku menuju lift,
Kami pun sampai di lantai dasar pintu terbuka dan kami pun keluar di dalam menuju area parkir. "Pakai mobil saya saja ya Pak,'' kataku pada Pak Angga lalu dia meminta kuncinya dan segera masuk serta duduk di belakang kemudi, aku pun duduk di sebelahnya.
Pak Angga menjalankan mobilku dengan kecepatan sedang meninggalkan apartemennya menuju bandara, dalam perjalanan kami pun berbincang-bincang dengan banyak hal, sehingga tidak terasa kami sudah berada di area parkir bandara. Aku mengantarkan Pak Angga sampai di terminal keberangkatan.
Setelah aku pastikan Pak Angga sudah melewati ruang pemeriksaan, aku pun kembali ke area parkir menuju ke mobilku, tak sengaja netraku menangkap sosok tubuh yang mirip dengan Papi, berjalan keluar Bandara bersama keluarga kecilnya, istri dan putrinya yang berumur 15 tahun, aku pun penasaran ingin memastikan, dengan berpura-pura menabrak wanita itu, hingga terjatuh.
BERSAMBUNG....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments