Setiap kali dia meminta untuk ikut dalam sebuah pertemuan dan jika aku menolak dia akan mengadu kepada orang tuaku dan pada akhirnya mereka akan menjelekkan mantan istriku itu yaitu Kayla dan itulah yang membuatku tidak sanggup mendengarnya.
kulihat istri dan anakku sudah bersiap mereka memakai pakaian terbaiknya sambil menyeret koper menghampiriku. "Ayo kita berangkat aku udah siap,"kata Mirna padaku.
Tanpa bicara aku keluar dari rumah memasuki mobil yang sudah disiapkan oleh supirku. Aku duduk di kursi sebelah sopir sedangkan Mirna dan Naura duduk di bangku tengah tak lama kemudian mobil untuk jalan meninggalkan rumah kami menuju ke bandara.
Sesampainya di bandara kami pun masuk ke dalam terminal keberangkatan melewati pintu pemeriksaan dan masuk ke dalam pesawat kami, aku duduk dengan penumpang lain sementara istriku bersama putriku di bangku yang sama. tak lama kemudian pesawat pun lepas landas.
Aku sudah tidak bisa menikmati perjalananku lagi otakku berputar Bagaimana caranya agar aku bisa menemui anakku dan juga mantan istriku.
Pada akhirnya aku pun menyesali keputusanku, kenapa aku begitu cepat memutuskan untuk menikah kembali, padahal saat itu aku pun belum tahu apa yang terjadi tentang biduk rumah tangga kami. Sampai sekarang pun aku tak pernah tahu.
Setelah dua jam dalam perjalanan, kami pun tiba di Bandara Soekarno-Hatta. Kami turun dari pesawat dan berjalan menuju ke terminal kedatangan sebab di sana mobil dan sopir sudah menunggu, tiba-tiba istriku menjeda perjalanan kami. "Tunggu Dadd, aku mau ke toilet sebentar," kata istriku sambil pergi menuju toilet bersama putriku.
Aku menghembuskan nafasku dengan kasar, rasanya aku ingin berlari saja meninggalkan dua wanita itu di sini tapi itu jelas tidak akan pernah bisa. Aku menunggu mereka sampai mereka kembali dari toilet.
Kami pun kembali berjalan dan Naura tidak pernah melepaskan tanganku dari genggamannya ia berjalan sambil bergelayut manja, tiba-tiba saja ada seorang wanita berhijab menabrak istriku hingga jatuh terduduk membuat Mirna begitu murkanya.
"Hai apa kau tidak punya mata sehingga menabrakku sebegitu rupa, di mana matamu hingga tidak bisa melihatku, lihat bajuku robek karena kau, kau tahu baju ini sangat mahal harganya, jika kau menjual tubuhmu saja kau masih belum bisa membelinya, kau tahu itu," katanya pada gadis berhijab yang menatapku dengan Nanar, aku terkejut gadis itu tak lain dan tak bukan adalah putriku Nafizah, ingin rasanya saat ini, ku tarik dia dalam pelukanku.
Kudengar kembali istriku menghardiknya.
"Cepat kau ganti pakaian ku, hai gadis bodoh!"
Gadis itu dengan sangat berani menghampiri kami lalu menatapku dengan tajam. "Kau ingin aku mengganti bajumu itu, Nyonya. Mintalah pada lelaki ini yang mempunya hutang padaku lebih dari harga bajumu itu bahkan jika kau dan putrimu itu menjual tubuh kalian belum bisa melunasi hutangnya padaku. Kau dengar nyoya yang terhormat dan tuan yang terhormat," maki gadis itu pada istriku sambil menunjuk-nunjuk dadaku.
Seketika hatiku terasa perih, aku melihat kemarahan yang luar biasa padaku yang mungkin sudah lama dia simpan, sekarang meledak begitu dasatnya.
Aku tak mampu berkata-kata tubuhku serasa kaku, melihat kebencian di matanya.
Setelah memaki gadis itu pergi dengan langkah gontai. Aku menatap tajam istriku. "Kau sungguh memalukan, sudah ku bilang jangan ikut, tapi kau bersikeras, kau tahu di sini banyak CCTV jika ini sampai viral dan terdengar ayah dan ibuku kau tanggung sendiri! Naura ajak mamamu pergi dari sini, biar Daddy yang urus gadis itu!" kataku lalu berlari mencari putri sulungku itu.
Aku berlari mencari kesana kemari dengan hati gundah. Hingga telingaku mendengar isak tangis di balik dinding itu, aku melangkahkan kakiku mengikuti pendengaranku.
Aku melihat putriku menangis membelakangi ku. ku tarik tangannya hingga berbalik arah padaku dan aku memeluknya dengan sangat erat. "Maafkan Papi Nafizah, yang telah melukaimu terlalu dalam."
"Papi telah membakar rumah kami tapi membangun rumah yang indah untuk mereka. Menenggelamkan perahu kecil kami tapi mengemudikan kapal mereka.
papi buat kami menangis tapi memberikan banyak tawa untuk mereka.Menghapus warna kehidupan kami tapi coretkan begitu banyak warna pada mereka. Aku membencimu papi, sangat membencimu lepaskan aku!"
"Jangan pergi Nai! Papi tidak akan melepaskanmu, Papi merindukan mu Nak, sangat," kataku terus memeluknya erat.
"Aku pernah mengatakan hal yang sama tapi Papi tak mendengarkan ku, kenapa kau begitu tega pada kami, Papi? Bahkan kau tidak memberikan kesempatan pada Mami untuk membuktikan dia tidak bersalah, kau lepaskan tangan kami Papi, kenapa?" dia terus mengungkap kekesalan pada diriku sambil memukul bahuku, aku telah menorehkan luka yang sangat dalam pada hatinya.
Aku merenggangkan pelukanku untuk menatap raut wajahnya namun dia melepaskan pelukanku lalu berlari dan aku mengejarnya.
Nafizah masuk dalam mobilnya. aku menggedor-gedor pintunya. "Jangan mengemudi Nak, tolong biar Papi antarkan, kau mau kemana?" aku terus melarang. Namun, mobil itu bejalan dengan cepat meninggalkan ku dalam kepanikan.
Aku menelpon anak buahku untuk membuntuti mobil putriku.
Aku mengusap wajahku dengan kasar. 'Bukan seperti ini yang papi harapkan, Nak,' gumamku dalam hati. aku menghentikan taksi yang melintas dan menaikinya untuk menyusul putriku.
Sementara itu mobil yang di kendarai Nafizah melaju dengan kecepatan tinggi, Nafizah terkejut saat didepan ada mobil berhenti dengan cepat menginjak rem dan memejamkan mata, pasra apa yang akan terjadi.
BERSAMBUNG.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments