Happy reading....
Aku sudah di kantor Shahila Corp dan berhenti di area pakir. Aku keluar dari mobilku serta melirik jam tanganku. 'Masi 15 menit lagi aku tidak terlambat,'pikirku.
Aku berjalan ke lobi dan berbicara pada resepsionis kantor. “maaf mbak saya mau bertemu dengan tuan Hardian, kami sudah ada janji,” kataku pada resepsionis itu
“Dengan, Mbak Nafizah? Ya ... sudah di tunggu di ruangannya Bapak Mbak, silakan...." Resepsionis itu mempersilakanku untuk memasuki lift.
Aku mengangguk sambil mengucapkan terimakasih pada repsepsionis itu lalu masuk kedalam lift yang membawaku keruangan tuan Hardian. Tak lama kemudian, aku sudah sampai didepan ruangan tuan Hardian, Mira sekertaris tuan Hardian mempersilakkanku untuk masuk setelah mengetuk pintu ruangan tersebut.
Saat sampai di ruang itu aku di sambut dengan seyuman dari tuan Hardian yang mengembang di sudut bibirnya, tuan Hardian berdiri dari sofa tempat duduknya terpana menatapku yang berjalan menuju padanya. “Assalamulaikum tuan Hardian, maaf jika saya terlambat, Tuan,” sapaku padanya
“Oh, tidak, Nona Nafizah. Anda tidak terlambat, saya saja yang kepagian, silakan duduk, Nona,” jawab Hardian dengan melirik jam di pergelangan tangannya sambil terseyum. Aku duduk di depan pria itu dan menyerahkan berkasku kepadanya.
Pak Hardian membaca sepintas lalu meletakan di atas meja kemudian dia mengambil perjanjian yang sudah persiapkannya untuk diberikan kepadaku. Aku membaca surat perjanjian tersebut dan terbelalak dengan nominal dana yang tercamtum dalamnya.
“ini lebih dari cukup, Tuan. Malah dana ini terlalu besar,“ kataku sambil menatap pria itu dengan tatapan tak percaya.
“Tidak masalah Nona senang bisa membantu dan bekerja sama dengan Anda,” jawab Hardian lalu menyambung perkataanya, "Berarti besok saya sudah bisa memantau kerja Anda, bukan yang rapat kembali, dia berkata dalam hatinya, 'Akan ku pikat kau dengan pesonaku Nafizah,'
Aku berjalan dan masuk ke dalam lift yang membawaku ke lantai dasar gedung Shahila Crop.
Sesampainya di lantai dasar aku berjalan melewati lobi menuju ke tempat parkir lalu memasuki mobilku dan memacu dengan kecepatan sedang menuju rumah produksi untuk bertemu dengan Tini mengajaknya untuk rapat hari ini juga.
Membutuhkan waktu satu jam untuk bisa sampai ke rumah produksi, setelah terlihat sudah cukup dekat dengan rumah itu kubelokan mobilku dan berhenti di halaman rumah besar yang sederhana yang kubeli tiga tahun yang lalu.
Terlihat beberapa karyawati yang terlalu lalang di sekitar halaman rumah dengan kesibukannya masing-masing. Kuedarkan pandanganku untuk mencari sesosok tubuh dari teman semasa kecilku yang selalu membuatku tertawa disaat hatiku sedang risau, ya aku sedang mencari Tini.
Kubuka pintu mobil dan keluar berjalan menuju rumah besar itu, aku pun masuk ke dalamnya. Namun, tak kutemukan dia yang kucari lalu aku bertanya pada salah satu karyawati ku. "Mbak ke mana Mbak Tini Kok nggak kelihatan," tanyaku
"Oh, Mbak Tini, ada di ada di kebun belakang, Mbak," jawab salah satu karyawati ku.
"Terimakasih ya Mbak aku langsung ke sana saja," kataku padanya
Aku menaruh tasku di atas meja lalu berjalan menuju dapur dan keluar dari pintu belakang.
Aku melihat Tini dari kejauhan sedangkan memandang sesuatu sambil mulutnya berbicara sendiri, entah aku tidak tahu apa yang dikeluhkanya saat ini, aku menghampirinya dan bertanya setengah berteriak, "Ada apa to Mbak Tini Kok dari tadi tak lihat sampeyan itu bicara sendiri?"
"Ini lho Mbak coba Mbak lihat! Banyak sekali daun pisang yang dipotongin dan tidak dipakai, dibuang begitu saja di sini, coba lihat itu! Ada empat pohon pisang yang sudah gundul semua dipotongi daunnya Dia kira pohon pisang ini milik siapa? Seenak perutnya aja potong sana potong sini emang potong bebek," kata Tini ngedumel
Aku tertawa. "Yo wis biarin saja, Mbak. Sudah terlanjur dipotong nggak bisa disambung lagi," kataku.
"Walah yo tenan to, Mbak. Nggak bisa disambung, lah disambung pakai apa? pakai lem juga daunnya nggak bisa tumbuh," katanya sambil tertawa.
"Ini lho Mbak yang paling menjengkelkan itu, ngambil tapi daunnya nggak dipakai, dibuang ke sini loh, semuanya. Nah ini untuk apa sebenarnya? Gitu loh, aku kok jadi bingung, sayang loh, mbak. Kalau daunnya itu dibuang begitu saja, terus diinjak-injak seperti ini, nah kita itu butuh banyak daun, Mbak. Kalau pas lagi masak pepes," kata Tini dengan logat modoknya.
"Ya terus kita bisa apa? kalau orangnya sudah enggak ketahuan, kamu marahi daun pisang juga percuma, daun pisangnya juga nggak bisa jawab siapa yang naruh dia di sini?" jawab ku dengan muka datarku.
Tini tertawa. "Mbak, sampeyan nggak lagi ngelawak, 'kan?" tanya Tini.
BERSBUNG....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments