A Love Affair

A Love Affair

Bab 1 Permintaan Menikah

Seorang wanita berlari-lari dengan menyeret kopernya. Langkahnya terhenti, tubuhnya membeku menyaksikan apa yang ada di hadapannya. Kakinya terasa lemas hingga dia kini jatuh berlutut di hadapan sebuah peti mati.

"Kupikir ini mimpi unnie. Ku pikir kau hanya bercanda denganku supaya aku kembali. Ini...benar-benar tidak lucu unnie. Kenapa? Kenapa kau harus pergi seperti ini unnie?"

Air matanya mulai menetes hingga membanjiri wajahnya yang pucat pasi. 

Seorang pria yang sedari tadi memperhatikan wanita itu segera menghampirinya dan membantunya berdiri.

"Bangunlah Da hae! Dia akan sedih jika melihatmu seperti ini."

Wanita yang dipanggil Da hae berdiri perlahan dibantu pria itu.

Pelayan keluarga Kang kemudian datang dan berkata.

"Tuan, persiapan sudah selesai. Kita bisa melakukan pemakaman Nyonya sekarang."

"Baiklah. Mari kita lakukan sekarang!" Ucapnya. 

Setelah kepergian pelayan, tatapan pria itu kembali pada wanita yang kini dalam rengkuhannya.

"Kita pergi sekarang."

Wanita itu hanya mengangguk mengikuti kemana pria itu melangkah menuju ke tempat pemakaman.

Dan sepanjang jalan air mata Da hae tidak hentinya menetes, Da hae bahkan berulang kali menghapus kasar air matanya. Wajahnya mendongak berusaha menahan air mata yang bisa lolos kapan saja dari pelupuk matanya.

Begitu prosesi pemakaman selesai. Da hae berlari ke kamar mandi untuk mencuci

wajahnya tapi disana ia malah menangis sejadi-jadinya. 

Kang joon pria yang sedari tadi bersama Da Hae begitu khawatir karena Da hae sudah hampir 30 menit tidak keluar. Dia dengan berjalan tergesa melangkahkan kakinya ke arah kamar mandi dan menunggunya di depannya. Tak butuh waktu lama, karena  Da hae sekarang sudah keluar dan ia pun segera menghampirinya.

"Kau baik-baik saja?"

"Iya," Da hae mencoba bersikap tegar.

"Ada yang ingin aku beritahukan padamu, ikut aku!" Ucap Kang joon yang langsung membawa Da hae pergi dari sana. Dan Da Hae hanya menurut saja, apalagi saat Kang Joon menaikkan koper miliknya ke bagasi mobil pria itu.

"Kita mau kemana?"

"Masuklah! Aku akan memberitahumu di dalam."

Mobil lalu melaju menuju Moon Galeri. Sebuah galeri milik istri Kang Joon, wanita yang berada di dalam peti mati yang Da Hae tangisi tadi. 

Begitu turun, mereka langsung disambut oleh beberapa staf dan seseorang yang Da hae kenal sebagai pengacara pemilik galeri.

"Aku sudah membawanya," ucap Kang joon yang membuat dahi Da hae mengernyit bingung.

"Ada apa?"

"Nona Lee Da Hae, benar?"

"Iya, benar."

"Karena anda tertulis di surat wasiat Nyonya Kang, jadi saya mengundang anda kemari," ucap pengacara yang sedikit bisa menjawab kebingungan Da hae.

"Aku? Tapi Kenapa? aku tidak ada hubungan keluarga apapun dengan unnie."

"Maaf Nona, saya hanya menjalankan tugas, silahkan duduk!"

"Anda tahu galeri sedang dalam keadaan tidak baik bukan? Masalah harus cepat diatasi supaya galeri tetap bertahan."

Mendengar itu membuat Da hae pun akhirnya duduk.

"Di sini dituliskan, saudara Lee Da Hae bisa mengambil alih Moon Galeri dan menjadi direktur Moon Galeri, jika anda menjadi Nyonya Kang dan tinggal di Korea."

"Apa?"

Da hae terkejut mendengar itu, bahkan wanita itu spontan berdiri. Da Hae menatap pria yang duduk di sebelahnya. Pria yang tak lain adalah suami pemilik galeri yang sudah banyak membantu kehidupan dirinya.

"Saya sama sekali tidak tertarik dengan galeri apalagi menjadi direktur disini"

Kang joon menatap Da Hae penuh permohonan. Da Hae menghela nafas memejamkan mata dan memberanikan diri menatap Kang Joon.

"Oppa, kau juga tahu itu kan?" Da Hae mencoba menelisik mata pria itu, mencoba mencari kejujuran disana.

"Da hae…"

"Maaf oppa, aku tidak bisa melakukan ini."

Da hae lalu bergegas keluar dari ruangan. Di luar ia sudah ditunggu oleh seorang wanita salah satu staf yang bekerja di galeri itu.

"Sadarlah! Kau tahu siapa yang membuat galeri ini hancur bukan? Bukannya bertanggung jawab kau malah kabur ke Amerika? Bahkan setelah apa yang semua direktur lakukan untukmu, dasar tidak tahu malu!"

"Aku tahu, dari semua orang tentu saja aku yang paling tahu. Aku sangat

berterimakasih karena itu aku tidak bisa menerima ini," jawab Da Hae lirih.

"Dasar pengecut! Setidaknya kau harus tahu membalas budi!"

Da hae lalu bergegas berlari meninggalkan tempat itu. Ia tidak kuasa menahan air matanya bahkan berteriak untuk meluapkan emosi yang selama ini terpendam. Dan dari lantai atas ada seseorang yang tengah memperhatikan hal itu.

Da Hae menyetop taxi dan langsung masuk, dia hanya bisa menuju ke satu tempat saat ini.

Da Hae menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan begitu turun dan melihat rumah sederhana di hadapannya. Ada keraguan dalam hatinya saat melangkah. Tapi hanya rumah itu, yang selama ini dia tempati.

Setelah berpikir cukup lama Dae berbalik hendak pergi, tapi langkahnya terhenti saat seorang pria paruh baya memanggilnya, pria itu juga menghampiri Da Hae dan memintanya segera masuk yang langsung disambut hangat oleh wanita yang usianya tidak jauh dari pria paruh baya yang tadi merangkulnya masuk.

Da Hae memeluk wanita itu dengan mata yang berkaca-kaca, betapa dia merindukan wanita itu.

"Ibu…"

"Akhirnya kamu pulang sayang," wanita tadi semakin memeluk Da Hae erat.

"Maafkan Da Hae bu."

Wanita itu mengurai pelukan menghapus air mata yang membasahi wajah Da Hae.

"Tidak perlu minta maaf, kami yang harusnya minta maaf padamu Nak."

Sedang melepas rindu dengan kedua orang tuanya. Tiba-tiba seorang pria datang menatap sinis pada Da Hae.

"Oppa…"lirih Da Hae.

Wanita itu mendekat dan hendak memeluk pria itu, tapi dengan cepat pria itu mendorong Da Hae.

"Jangan sentuh!" Pria itu mengibaskan pakaiannya yang tadi sempat Da Hae pegang.

"Oppa."

"Juga jangan memanggilku dengan panggilan itu, aku bukan kakakmu, kau hanya anak angkat yang membawa sial pada keluargaku."

"Lee jae wook!" Pria paruh baya yang tak lain ayah dari pria itu berteriak saat mendengar ucapan putranya yang bisa saja menyakiti perasaan Da Hae.

"Ish terus saja bela dia! Kadang aku bertanya-tanya siapa sebenarnya anak kalian," ucapnya lalu berlalu pergi.

Tapi saat sampai di ambang pintu, langkahnya terhenti.

"Jika tau diri sebaiknya tinggalkan rumah ini!" lagian sudah pergi ngapain juga balik lagi."

Setelah mengatakan itu, kakak Da Hae segera pergi dari sana

Da hae menatap nanar punggung pria itu yang semakin menjauh.

"Tidak perlu diambil hati ucapan kakakmu Nak," ayah Da Hae menenangkan sembari mengelus lembut punggung putrinya.

Da Hae menatap kedua orang tuanya bergantian, ada rasa sesal dan bersalah dalam hatinya, melihat sepasang suami istri di samping kiri dan kanannya yang harus menderita olehnya. Mungkin apa yang kakaknya katakan benar, dirinya hanya membawa kesialan dalam keluarga ini. 

"Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus menerima pernikahan itu?" 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!