Seorang wanita berlari-lari dengan menyeret kopernya. Langkahnya terhenti, tubuhnya membeku menyaksikan apa yang ada di hadapannya. Kakinya terasa lemas hingga dia kini jatuh berlutut di hadapan sebuah peti mati.
"Kupikir ini mimpi unnie. Ku pikir kau hanya bercanda denganku supaya aku kembali. Ini...benar-benar tidak lucu unnie. Kenapa? Kenapa kau harus pergi seperti ini unnie?"
Air matanya mulai menetes hingga membanjiri wajahnya yang pucat pasi.
Seorang pria yang sedari tadi memperhatikan wanita itu segera menghampirinya dan membantunya berdiri.
"Bangunlah Da hae! Dia akan sedih jika melihatmu seperti ini."
Wanita yang dipanggil Da hae berdiri perlahan dibantu pria itu.
Pelayan keluarga Kang kemudian datang dan berkata.
"Tuan, persiapan sudah selesai. Kita bisa melakukan pemakaman Nyonya sekarang."
"Baiklah. Mari kita lakukan sekarang!" Ucapnya.
Setelah kepergian pelayan, tatapan pria itu kembali pada wanita yang kini dalam rengkuhannya.
"Kita pergi sekarang."
Wanita itu hanya mengangguk mengikuti kemana pria itu melangkah menuju ke tempat pemakaman.
Dan sepanjang jalan air mata Da hae tidak hentinya menetes, Da hae bahkan berulang kali menghapus kasar air matanya. Wajahnya mendongak berusaha menahan air mata yang bisa lolos kapan saja dari pelupuk matanya.
Begitu prosesi pemakaman selesai. Da hae berlari ke kamar mandi untuk mencuci
wajahnya tapi disana ia malah menangis sejadi-jadinya.
Kang joon pria yang sedari tadi bersama Da Hae begitu khawatir karena Da hae sudah hampir 30 menit tidak keluar. Dia dengan berjalan tergesa melangkahkan kakinya ke arah kamar mandi dan menunggunya di depannya. Tak butuh waktu lama, karena Da hae sekarang sudah keluar dan ia pun segera menghampirinya.
"Kau baik-baik saja?"
"Iya," Da hae mencoba bersikap tegar.
"Ada yang ingin aku beritahukan padamu, ikut aku!" Ucap Kang joon yang langsung membawa Da hae pergi dari sana. Dan Da Hae hanya menurut saja, apalagi saat Kang Joon menaikkan koper miliknya ke bagasi mobil pria itu.
"Kita mau kemana?"
"Masuklah! Aku akan memberitahumu di dalam."
Mobil lalu melaju menuju Moon Galeri. Sebuah galeri milik istri Kang Joon, wanita yang berada di dalam peti mati yang Da Hae tangisi tadi.
Begitu turun, mereka langsung disambut oleh beberapa staf dan seseorang yang Da hae kenal sebagai pengacara pemilik galeri.
"Aku sudah membawanya," ucap Kang joon yang membuat dahi Da hae mengernyit bingung.
"Ada apa?"
"Nona Lee Da Hae, benar?"
"Iya, benar."
"Karena anda tertulis di surat wasiat Nyonya Kang, jadi saya mengundang anda kemari," ucap pengacara yang sedikit bisa menjawab kebingungan Da hae.
"Aku? Tapi Kenapa? aku tidak ada hubungan keluarga apapun dengan unnie."
"Maaf Nona, saya hanya menjalankan tugas, silahkan duduk!"
"Anda tahu galeri sedang dalam keadaan tidak baik bukan? Masalah harus cepat diatasi supaya galeri tetap bertahan."
Mendengar itu membuat Da hae pun akhirnya duduk.
"Di sini dituliskan, saudara Lee Da Hae bisa mengambil alih Moon Galeri dan menjadi direktur Moon Galeri, jika anda menjadi Nyonya Kang dan tinggal di Korea."
"Apa?"
Da hae terkejut mendengar itu, bahkan wanita itu spontan berdiri. Da Hae menatap pria yang duduk di sebelahnya. Pria yang tak lain adalah suami pemilik galeri yang sudah banyak membantu kehidupan dirinya.
"Saya sama sekali tidak tertarik dengan galeri apalagi menjadi direktur disini"
Kang joon menatap Da Hae penuh permohonan. Da Hae menghela nafas memejamkan mata dan memberanikan diri menatap Kang Joon.
"Oppa, kau juga tahu itu kan?" Da Hae mencoba menelisik mata pria itu, mencoba mencari kejujuran disana.
"Da hae…"
"Maaf oppa, aku tidak bisa melakukan ini."
Da hae lalu bergegas keluar dari ruangan. Di luar ia sudah ditunggu oleh seorang wanita salah satu staf yang bekerja di galeri itu.
"Sadarlah! Kau tahu siapa yang membuat galeri ini hancur bukan? Bukannya bertanggung jawab kau malah kabur ke Amerika? Bahkan setelah apa yang semua direktur lakukan untukmu, dasar tidak tahu malu!"
"Aku tahu, dari semua orang tentu saja aku yang paling tahu. Aku sangat
berterimakasih karena itu aku tidak bisa menerima ini," jawab Da Hae lirih.
"Dasar pengecut! Setidaknya kau harus tahu membalas budi!"
Da hae lalu bergegas berlari meninggalkan tempat itu. Ia tidak kuasa menahan air matanya bahkan berteriak untuk meluapkan emosi yang selama ini terpendam. Dan dari lantai atas ada seseorang yang tengah memperhatikan hal itu.
Da Hae menyetop taxi dan langsung masuk, dia hanya bisa menuju ke satu tempat saat ini.
Da Hae menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan begitu turun dan melihat rumah sederhana di hadapannya. Ada keraguan dalam hatinya saat melangkah. Tapi hanya rumah itu, yang selama ini dia tempati.
Setelah berpikir cukup lama Dae berbalik hendak pergi, tapi langkahnya terhenti saat seorang pria paruh baya memanggilnya, pria itu juga menghampiri Da Hae dan memintanya segera masuk yang langsung disambut hangat oleh wanita yang usianya tidak jauh dari pria paruh baya yang tadi merangkulnya masuk.
Da Hae memeluk wanita itu dengan mata yang berkaca-kaca, betapa dia merindukan wanita itu.
"Ibu…"
"Akhirnya kamu pulang sayang," wanita tadi semakin memeluk Da Hae erat.
"Maafkan Da Hae bu."
Wanita itu mengurai pelukan menghapus air mata yang membasahi wajah Da Hae.
"Tidak perlu minta maaf, kami yang harusnya minta maaf padamu Nak."
Sedang melepas rindu dengan kedua orang tuanya. Tiba-tiba seorang pria datang menatap sinis pada Da Hae.
"Oppa…"lirih Da Hae.
Wanita itu mendekat dan hendak memeluk pria itu, tapi dengan cepat pria itu mendorong Da Hae.
"Jangan sentuh!" Pria itu mengibaskan pakaiannya yang tadi sempat Da Hae pegang.
"Oppa."
"Juga jangan memanggilku dengan panggilan itu, aku bukan kakakmu, kau hanya anak angkat yang membawa sial pada keluargaku."
"Lee jae wook!" Pria paruh baya yang tak lain ayah dari pria itu berteriak saat mendengar ucapan putranya yang bisa saja menyakiti perasaan Da Hae.
"Ish terus saja bela dia! Kadang aku bertanya-tanya siapa sebenarnya anak kalian," ucapnya lalu berlalu pergi.
Tapi saat sampai di ambang pintu, langkahnya terhenti.
"Jika tau diri sebaiknya tinggalkan rumah ini!" lagian sudah pergi ngapain juga balik lagi."
Setelah mengatakan itu, kakak Da Hae segera pergi dari sana
Da hae menatap nanar punggung pria itu yang semakin menjauh.
"Tidak perlu diambil hati ucapan kakakmu Nak," ayah Da Hae menenangkan sembari mengelus lembut punggung putrinya.
Da Hae menatap kedua orang tuanya bergantian, ada rasa sesal dan bersalah dalam hatinya, melihat sepasang suami istri di samping kiri dan kanannya yang harus menderita olehnya. Mungkin apa yang kakaknya katakan benar, dirinya hanya membawa kesialan dalam keluarga ini.
"Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus menerima pernikahan itu?"
Setelah melepas rindu dengan kedua orang tuanya, Da Hae berpamitan untuk ke atas, dan disinilah Da Hae, dia tengah berjalan mondar-mandir di kamarnya, memikirkan apakah keputusan yang akan dia ambil adalah yang terbaik. tapi Da Hae memang tidak punya pilihan lain, dia tidak mau menyusahkan keluarga yang sudah membesarkannya. Setelah berpikir cukup lama, Da Hae memantapkan diri, mengambil ponsel yang sedari tadi tergeletak di atas meja. Men Scroll layar mencari nama Kang Joon lalu segera menghubunginya. Tak perlu waktu lama, panggilannya kini sudah terhubung.
"Ya Da Hae."
"Oppa, ada yang ingin aku sampaikan," Da Hae menarik nafas dan menghembuskannya perlahan, meyakinkan dirinya sekali lagi, apa keputusannya ini sudah benar. Setelah dirinya sudah kembali yakin, Da Hae melanjutkan ucapannya.
"Oppa, aku menerima pernikahan itu."
"Baiklah, terima kasih Da Hae, aku akan segera mempersiapkan segala keperluannya," dari seberang telepon terdengar suara Kang Joon yang begitu senang mendengar keputusan Da Hae itu.
"Oppa, kita tidak perlu acara mewah, keadaan sedang berduka, dan tentang Ha Neul…"
"Kamu tidak perlu memikirkan tentang anak itu, aku yakin Ha Neul akan setuju, ini juga karena permintaan ibunya bukan. Kamu jangan khawatir dan persiapkan dirimu saja Da Hae."
"Baik oppa."
Da Hae mengakhiri telepon mereka, menghela nafas kemudian menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Dengan posisi telentang, dia menatap langit-langit kamar berharap inilah yang terbaik. Ya, inilah jalan satu-satunya saat ini, Da Hae sungguh tidak nyaman di rumah ini karena kakak angkatnya, Lee Jae wook sangat membencinya, semenjak keluarga ini bangkrut, kakaknya selalu menyalahkan Da Hae atas masalah yang terjadi dalam keluarganya, karena menurut Jae Wook dia hanyalah pembawa sial, semenjak dirinya masuk ke dalam keluarga ini, semua masalah datang bertubi-tubi. Dan karena salah satu alasan itu, Da Hae pernah meninggalkan negara kelahirannya, dan baru tadi pagi dia kembali, tepatnya setelah dia mendapat telepon dari Kang Joon bahwa Moon Ji Hee, istri pria itu meninggal. Da Hae banyak berhutang pada wanita itu. Dan mungkin dengan pernikahan itu pula, dia bisa membayar hutangnya.
*
*
Sementara itu di tempat lain
Seorang pria terus saja menggedor pintu juga berteriak meminta keluar sejak siang tadi, tapi sepertinya sama sekali tidak ada yang mendengarkannya. Teriakan terasa sia-sia karena beberapa pengawal yang berjaga di depan pintu terus mengabaikannya.
Gedoran itu kian melemah seiring tubuh pria itu yang kini merosot ke lantai.
"Kenapa kalian tega? Kenapa kalian tidak mengizinkanku untuk menghadiri pemakaman ibuku sendiri?"
Sekuat-kuatnya pria itu, kini akhirnya air matanya tumpah juga. Hatinya begitu sakit, terlebih sebelumnya tidak ada seorang pun yang memberitahu dirinya tentang kondisi sang ibu sebenarnya. Di tambah dia mendengar sendiri dari dokter yang merawat ibunya, bahwa selama ini ayahnya tidak pernah mengunjungi ibunya yang tengah di rawat, ayahnya juga sama sekali tidak berusaha melakukan apapun untuk kesembuhan ibunya.
Tangan pria itu mengepal, memukul-mukul lantai kamarnya guna melampiaskan segala amarahnya di dalam dada.
"Ibu…kenapa bu? Kenapa ibu meninggalkan Ha Neul secepat ini? Kenapa?" Pria yang bernama Ha Neul memukul dadanya yang tiba-tiba merasa sesak.
Suara kunci yang diputar dua kali terdengar. Dengan sekuat tenaga, Ha Neul mencoba untuk berdiri, benar saja tak lama pintu terbuka, ayahnya muncul dari balik pintu. Ha Neul menatap tajam pria yang kini masuk ke dalam kamarnya. Kedua tangannya masih mengepal di samping kanan dan kiri tubuhnya, nafasnya naik turun tak beraturan, emosi masih menguasai diri Ha Neul saat ini, tapi dia berusaha menahannya, dia ingin mendengar penjelasan dari ayahnya, mencari tahu apa sebenarnya terjadi, apakah benar ayahnya melakukan hal itu.
"Ayah datang untuk memberitahumu jika ayah akan menikah," ucap Kang Joon ayah Ha Neul tanpa berbasa-basi.
Bukan mendengar penjelasan, Ha Neul justru mendengar kalimat yang menyakitkan. Bagaimana mungkin ayahnya mengatakan hal itu, baru sehari ibunya meninggal dan ayahnya mengatakan akan menikah? Setidak berperasaan kah pria itu?
"Hanya itu yang bisa ayah katakan?" Teriak Ha Neul saat melihat ayahnya hendak berlalu pergi.
Kang Joon menghentikan langkahnya, dan berbalik, berjalan mendekati putranya.
"Ha Neul tenanglah! Ayah mengatakannya karena kau adalah anak ayah. Ayah tidak mengharapkan apapun. Kau juga tidak perlu menghadiri pernikahan ayah."
Ha Neul tak percaya mendengar apa yang baru saja ayahnya katakan.
"Dan berhentilah bersikap kekanak-kanakan!" Tekan Kang Joon pada sikap Ha Neul.
"Apa? Kekanak-kanakaan?"
Ha neul berjalan cepat meraih kursi di dekat meja belajarnya, mengangkat dan mengayunkannya, hendak melemparkannya pada Kang Joon.
Seorang pengawal yang melihat itu, segera berlari dan menghentikan aksi Ha Neul, merebut kursi yang ada di tangan anak bos nya itu. Ha Neul mendorong kedua orang yang menahannya itu, berjalan cepat menarik kerah kemeja Kang Joon.
"Apa hanya aku yang merasa kehilangan disini? Apa ayah tidak sedikitpun merasa sedih saat ibu pergi. Kenapa? Kenapa yah?"
Ayah Ha Neul tidak menjawab apa-apa, wajahnya datar, dan sama sekali tidak Ha Neul temukan kesedihan di mata ayahnya.
Tubuh Ha Neul merosot, hingga duduk bersimpuh di atas lantai yang dingin. Ha Neul masih tidak percaya dengan apa yang terjadi saat ini, rasanya seperti ini, ada banyak hal yang dia lewatkan saat dirinya tidak berada di rumah ini.
"Ha Neul! Dengarkan selagi ayah masih berkata baik-baik. Ini adalah keinginan ibumu."
"Tidak mungkin!" Ha Neul mengangkat kepalanya, sorot matanya begitu tajam serta penuh luka. Tidak percaya dengan alasan yang baru saja dikatakan ayahnya.
"Kalau kau tidak percaya pada ayah, kau bisa bertanya pada pengacara keluarga kita," Ucap ayah Ha Neul.
"Dan perlu kamu tahu, ayah tidak berharap kau akan datang, ayah tahu kau masih sedih dengan kematian ibumu. Jadi cukup hargai keputusan ayah dan permintaan ibumu."
Setelah mengatakan itu ayah Ha neul pun berlalu pergi.
"Jangan sampai dia keluar!"
Bahkan Ha neul masih mendengar ucapan ayahnya itu sebelum benar-benar pergi dari kamarnya.
Ha Neul berjalan cepat menuju ke arah meja, meraih apapun yang ada di kamarnya, menjatuhkan semua barang-barang yang dilihatnya, emosi Ha Neul benar-benar meluap, hingga dia tidak bisa menahannya lagi.
"Kenapa? Kenapa? Kenapa bu? Hal itu tidak mungkin kan bu? Ha Neul yakin ibu tidak mungkin meminta permintaan aneh itu, iya kan bu?" ucap Ha Neul di sela amukannya.
Dia yakin, bahkan sangat yakin, jika itu hanya alasan ayahnya, ayahnya pasti punya selingkuhan dan ingin menikahinya, ya Ha Neul berpikir mungkin saja, ayahnya sudah merencanakan semua ini setelah ibunya meninggal, itu mungkin juga alasan yang membuat ayahnya tidak melakukan pengobatan apapun terhadap ibunya. Dan dalam hati Ha Neul bersumpah bahwa dia akan membuat pernikahan ayahnya tidak bahagia, dia akan membuat ayahnya merasakan bagaimana rasanya ditinggalkan.
Pernikahan berlangsung di hotel mewah dengan mengundang rekan dan kerabat dekat saja karena suasana sedang berkabung.
Keluarga Da Hae sangat senang terutama kakaknya yang terus tersenyum menyeringai sambil memandangi Da hae. Dan hanya Da hae satu-satunya orang di ruangan itu yang merasa tidak senang.
Sesekali Da Hae mengedarkan pandangan mencari keberadaan putra Kang Joon yang sebentar lagi juga akan menjadi putranya, tapi sampai saat ini, Kang Joon belum juga memperkenalkan putranya itu. Da Hae memang pernah melihat Ha Neul, tapi itu dulu, saat Ha Neul masih kecil. Da Hae kemudian menatap Kang Joon, memberanikan diri bertanya tentang anak pria itu.
"Oppa, dimana Ha Neul, apa dia tidak datang?"
Kang Joon terkejut dengan pertanyaan Da Hae, tapi dia berusaha bersikap setenang mungkin.
"Dia tidak akan datang, sejak kepergian ibunya, dia selalu mengurung diri di dalam kamar," jelasnya.
Da Hae merasa iba, tentu saja, apalagi baru kemarin ibu Ha Neul meninggal, dalam hati Da Hae merasa bersalah, Ha Neul mungkin saja membencinya, terlebih karena pernikahan ini.
"Kamu tidak perlu khawatir, Ha Neul hanya butuh waktu," Kang Joon menambahkan saat melihat kesedihan di wajah wanita yang kini telah resmi menjadi istrinya.
Da Hae hanya mengangguk dengan memaksakan senyumnya. Bagaimana mungkin dia tidak khawatir akan hal itu.
Para tamu sudah mulai berpamitan, bahkan kedua orang tua Da Hae serta kakaknya pun sudah meninggalkan tempat sekitar sepuluh menit yang lalu.
Kang Joon meraih tangan Da Hae mengajaknya untuk pulang ke mansion, status Da Hae kini telah berubah menjadi Nyonya baru di rumah itu. Kedatangan Da Hae dan Kang Joon disambut oleh para pelayan yang berjajar rapi menundukkan kepalanya. Dan Da hae benar-benar tidak terbiasa dengan hal itu.
Kang Joon lalu mengajak Da Hae untuk menikmati makan malam yang sudah disiapkan oleh para pelayan. Dia menarik kursi untuk Da hae dan mempersilahkan istri barunya itu untuk duduk.
"Ha Neul dimana?" Tanya Da Hae saat tidak melihat anak sambungnya bahkan setelah tiba di mansion.
"Biarkan saja. Dia butuh waktu sendiri, takutnya jika dia dipaksakan untuk bergabung bersama kita, mungkin justru akan membuatnya marah tanpa alasan padamu. Menurutku, sebaiknya kalian tidak bertemu dulu," jawab Kang Joon yang mulai menyantap makanannya.
"Tidak bisa begitu oppa, setidaknya panggil dia terlebih dahulu. Kalaupun Ha Neul marah, wajar saja bukan, aku menikahi ayahnya di saat ibunya baru saja meninggal," lirih Da Hae.
Kang Joon menghela nafas panjang yang akhirnya mengalah, dia meminta pelayan untuk memanggil Ha Neul.
***
"Tuan muda, Nyonya memanggil Anda untuk makan malam bersama," ucap pelayan yang tadi diperintahkan Kang joon sambil mengetuk pintu kamar Ha neul.
Tiba-tiba pintu terbuka dan menampakkan Ha neul dari dalam sana.
"Baiklah aku akan turun."
"Hah?"
"Katakan sebentar lagi aku akan turun!" ucap Ha Neul mengulang perkataannya tadi.
"Ah iya, baik Tuan Muda," pelayan yang diperintahkan Kang Joon akhirnya melangkah pergi.
Tidak lama kemudian Ha neul melangkah menuju tangga bersiap untuk turun. Ia merapikan rambut dan pakaiannya yang berantakan, Ha Neul tertawa menyeringai mengingat tujuannya turun untuk memberi pelajaran pada wanita yang ia kira adalah selingkuhan ayahnya. Sampai saat ini, dia masih tidak percaya pada wasiat yang dikatakan ayahnya.
Sembari menunggu kedatangan Ha Neul, Da Hae kini memutuskan melihat-lihat sekitar hingga pandangannya tertuju pada beberapa foto keluarga yang ada di atas meja yang tidak jauh dari ruang makan. Da Hae awalnya terkejut, tapi dia berusaha menetralkan keterkejutannya. Ia kemudian teringat perkataan Kang Joon yang mengatakan bahwa Ha Neul sempat tinggal di Amerika.
"Ayo duduk!" Kang joon mengagetkan Da hae, meminta sang istri untuk kembali duduk sambil menunggu Ha Neul turun.
Sedangkan Ha Neul kini menuruni anak tangga satu persatu, langkahnya terdengar semakin dekat ke ruang makan.
Seiring dengan suara langkah kaki yang semakin mendekat, semakin kencang pula degupan jantung Da Hae saat ini. Da Hae bahkan tanpa sadar meremas kedua tangan yang ada di atas pangkuannya.
*
*
Ha neul datang dengan membawa sampanye yang kemudian sengaja dia buka tepat berada di samping Da Hae sehingga membuat baju wanita itu basah kuyup karena semburannya.
"Apa kau sudah gila?" Kang Joon segera bangkit sampai kursi yang didudukinya terjungkal ke belakang.
Sementara Da Hae hanya terus menunduk, menarik pakaiannya agar tidak menjiplak badannya.
"Cepat minta maaf!" Suara menggelegar dari Kang Joon menggema, tapi Ha Neul tidak gentar sekalipun, dia kini justru kembali berucap dengan santainya.
"Ah padahal aku hanya bermaksud merayakan kedatangannya."
"Kau bercanda? Cepat minta maaf padanya!"
Ha neul kemudian menghadap ke arah wanita itu lalu sedikit membungkukkan tubuhnya.
"Maafkan aku." Ucapnya dengan tidak serius.
Ha Neul bahkan kini mengulurkan tangannya untuk minta maaf. Da hae menarik nafas dan menghembuskannya perlahan. Wanita itu kini mengangkat tangannya membalas uluran tangan Ha neul dan menampakkan wajahnya.
Dan Begitu melihat wajah wanita itu, Ha neul benar-benar terkejut.
"Setidaknya biarkan dia berlutut agar belajar menghormatimu" ucap ayah Ha Neul pada Da hae dengan masih menggebu-gebu.
Da hae yang tidak ingin terjadi pertengkaran antara anak dan ayah itu segera memegang lengan suaminya untuk menenangkannya.
Ha neul semakin terkejut dengan pemandangan di hadapannya. Ia seakan tidak rela tangan gadis itu menyentuh tangan ayahnya.
"Tidak perlu sampai seperti itu, aku baik-baik saja," Da Hae masih terus mencoba membujuk Kang Joon.
"Aku Lee Da Hae," ucap Da hae kemudian memperkenalkan dirinya untuk mencairkan suasana.
Kang joon menatap Da Hae yang sekarang terlihat berantakan. Ia segera memanggil pelayan untuk membawa Nyonya mereka mengganti pakaiannya.
Sementara itu, Ha Neul hanya berdiri mematung dengan tangan gemetar memegang sampanye, dirinya masih sangat shock melihat wanita tadi.
Dering ponsel mengalihkan perhatian Kang joon yang tadi tengah menatap tajam putranya.
"Bicara dengan ayah nanti!" Setelah mengucapkan itu, Ia lalu bergegas ke ruang kerjanya.
Lamunan Ha Neul buyar, Ha Neul kini melangkah pergi. Bukannya kembali ke kamarnya ia malah berjalan ke kamar ayahnya. Ia berhasil menyelinap masuk dari para pelayan dan langsung menuju walk in closet dimana wanita itu sedang mengganti pakaiannya.
Da Hae terkejut saat mendapati Ha Neul yang tiba-tiba berada disana. Da Hae akan berteriak, tapi Ha Neul lebih dulu membungkam mulut Da Hae dengan telapak tangannya.
Da Hae mencoba melepaskan tangan Ha Neul dan menyentaknya kasar.
Ha Neul berbisik padanya, "Jika kau berteriak, dan ayah tahu aku ada disini, Kira-kira apa yang akan ayah pikirkan?" Bisik Ha Neul meyakinkan agar Da Hae tidak berteriak
Setelah Da Hae cukup tenang, Ha Neul melepaskan tangannya.
"Apa kau sudah gila? Apa yang kau lakukan disini?"
"Jelaskan padaku apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana kau bisa ada disini dan.. dan tiba-tiba saja menjadi istri ayahku? Kau Sunny yang ku kenal kan?"
Bukannya menjawab pertanyaan Da Hae, Ha Neul justru mencecar Da Hae dengan banyak pertanyaan.
"Apa maksudmu?" Wanita itu mengalihkan pandangannya asal tidak bertatapan dengan Ha Neul yang menatapnya penuh intimidasi.
"Sudah ku bilang namaku LEE DA HAE! Aku tidak mengerti apa yang kau
katakan," ketus Da Hae menekankan setiap katanya.
Ha Neul hanya menatap wanita itu semakin dekat, berusaha memojokkannya agar dia tidak terus-terusan menyangkal
"Tapi kenapa kau terlihat terkejut saat melihatku?"
"A-apa maksudmu? Ah.. aku memang terkejut, tapi.. aku terkejut karena kau meledakkan sampanye di atas kepalaku, dan siapa Sunny yang kau maksud? Aku benar-benar tidak mengerti."
"Bohong! Aku yakin kau adalah Sunny gadis yang ku kenal, ya walaupun penampilan kalian berbeda," Ha Neul memindai penampilan wanita yang memperkenalkan namanya sebagai Lee Da Hae. Rambut hitam lurus yang panjang, pakaiannya yang rapi dan formal tapi tetap elegan, ya walaupun penampilannya yang berbeda dengan Sunny, tapi entah kenapa Ha Neul merasa bahwa wanita yang kini di hadapannya adalah Sunny yang dikenalnya.
"Jawab aku, kau benar Sunny kan?"
Ha Neul memegang bahu Da Hae dengan keduanya tangannya yang membuat wanita itu semakin terkejut.
"Lepaskan! Jika ayahmu tahu kau tidak akan lolos dari ini," peringat Da Hae.
Ha Neul mendekatkan wajahnya ke wajah Da Hae.
"Tidak apa-apa. Lagipula semua orang menganggapku gila sekarang, jadi aku bahkan bisa melakukan hal yang lebih gila dari ini," ucap berbisik di telinga Da hae membuat bulu kuduk wanita itu seketika merinding. Da Hae semakin panik saat mendengar pintu kamarnya dibuka, dilanjut dengan panggilan Kang Joon padanya.
"Da Hae!"
"Da Hae!"
Ayah Ha neul terus memanggil-manggil nama istrinya itu.
Da Hae menggelengkan kepala saat Ha Neul terus memojokkannya bahkan akan melakukan ancamannya tadi sekarang juga.
"Da Hae kau sudah selesai?"
Mendengar suara Kang Joon yang semakin mendekat, Da Hae mencoba memberontak agar terlepas dari Ha Neul, saat berhasil dan hendak melangkah keluar, Ha Neul justru kembali menarik lengan Da Hae, memepetkan tubuh wanita itu di dinding dan menciumnya dengan paksa.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!