Mencari pertolongan

Setelah kejadian tersebut Nisa menjadi lebih pendiam dari biasanya. Ia enggan untuk pergi dan meninggalkan rumah walaupun untuk pergi ke sekolah. Nisa beralasan jika ia sedang sakit selama beberapa hari itu pada orangtuanya.

Karena pada kenyataannya ia memang merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Semua tulang dan persendiannya terasa linu dan setiap menjelang malam dia mengalami demam walaupun tidak separah sebelumnya.

Dia juga menolak menceritakan mimpi yang ia alami pada Nia. Nisa berubah menjadi orang yang lebih tertutup dan tidak banyak bicara. Tapi Nia tidak bisa berbuat banyak dan memaksa, karena itulah ia hanya diam dan mencoba mengawasi setiap tingkah laku saudara kembarnya itu.

Pagi itu, Nia memutuskan untuk berangkat ke sekolah sendiri. Karena Nisa masih belum merasa sehat dan ingin beristirahat di rumah. Pagi itu cuaca cukup mendung, sepertinya hujan akan turun karena sudah memasuki musim penghujan.

Nia pun menyiapkan sebuah mantel dan menaruhnya di dalam jok motor. Meskipun selalu menolak, tapi beberapa hari ini ketika berangkat sendiri ke sekolah Angga selalu mengantarnya.

Ia selalu mengikuti Nia dari belakang tidak peduli dengan penolakan Nia. Tapi setelah sampai di sekolah, Angga terlihat begitu acuh padanya. Nia pun sering di buat jengkel dengan hal tersebut.

Setelah meninggalkan tempat parkir, tiba-tiba saja Fitri, putri dan Anita menghampirinya. Mereka sudah datang sejak tadi dan menunggunya, walaupun mereka baru saling mengenal tapi mereka sudah akrab satu sama lain.

Karena para guru sedang mengadakan rapat, jam pelajaran pun di mundurkan selama 1 jam. Nia dan teman-temannya memilih untuk menghabiskan waktunya di rooftop sekolah yang berada di lantai 3, tentunya setelah memborong jajanan di kantin sebelumnya untuk bekal mereka selama 1 jam ke depan.

"Nisa masih sakit ya?" tanya putri.

"Iya, dia masih sakit." jawab Nia sambil membuka bungkusan keripik singkong di tangannya.

"Kita boleh jenguk gak sih? Udah mau seminggu loh dia gak masuk." tanya Fitri membuat Nia menoleh seketika.

"Boleh, kayaknya dia emang butuh hiburan." ujar Nia nampak berpikir.

Sejujurnya ia ragu bahwa Nisa benar-benar masih sakit. Tapi setelah kejadian-kejadian janggal yang mereka alami beberapa waktu lalu Nisa memang sangat berubah. Ia tidak banyak bicara ataupun mengeluh tentang banyak hal seperti biasanya.

Nisa tidak pernah turun dari tempat tidurnya kecuali untuk ke kamar mandi. Bahkan dia sudah tidak pernah ikut makan di meja bersama ayah dan ibunya. Meskipun begitu, tidak ada yang curiga tentang hal tersebut.

Ayah dan ibunya menganggap jika Nisa memang tengah sakit seperti biasanya. Memang sejak kecil, Nisa memang lebih lemah secara fisik dan mudah jatuh sakit di bandingkan dengan Nia.

Mereka pun akhirnya sepakat untuk pergi ke rumah menjenguk Nisa sepulang sekolah nanti. Ketika hendak kembali ke kelas Nisa pun menahan teman-temannya karena ingin menanyakan tentang sejarah desa lembah wangi.

Ia sudah memikirkannya dengan sangat matang sebelum akhirnya memutuskan untuk bertanya. Ia sudah tidak punya jalan keluar lagi selain bertanya pada teman-temannya karena hanya mereka lah yang saat ini ia punya.

"Sebenarnya ada yang aku ingin tanyakan, apa kalian bisa berjanji untuk merahasiakan apapun yang akan aku ceritakan ini pada siapapun." ujar Nia dengan serius.

"Ih Nia serius banget sih? memang ada apa sebenarnya? Apa yang mau kamu tanyakan dan apa yang mau kamu ceritakan?" tanya Fitri yang tiba-tiba menjadi penasaran.

"Ini tentang desa lembah wangi." jawab Nia langsung ke intinya membuat ketiga temannya saling menatap satu sama lain.

"Maaf Nia, sebaiknya kamu jangan mencari tahu apapun tentang desa ini. Kamu itu orang baru disini, kamu pendatang tidak baik mencari tahu sesuatu yang seharusnya tidak perlu kamu tahu." jawab Fitri pada akhirnya setelah terdiam cukup lama.

"Masalahnya ini menyangkut nyawa seseorang." ujar Nia pada akhirnya.

"Maksud kamu apa sebenarnya?" tanya putri yang sudah tidak bisa menahan rasa penasarannya.

Nia pun akhirnya menceritakan semuanya pada ketiga temannya. Ia bahkan memberitahukan teror apa saja yang mereka alami setiap hari bahkan setiap malam. Sontak saja ketiga wajah temannya pucat pasi mendengar cerita Nia.

"Kalian telah melakukan kesalahan fatal." ujar Fitri setelah cukup lama terdiam.

"Aku tahu dan sadar jika kami telah bersalah, tapi kami benar-benar tidak tahu apa yang kami langgar adalah sesuatu hal yang fatal di sini. Kami tidak tahu bagaimana sejarah desa ini, kami datang dari kota dengan pemikiran yang logis. Kami tidak pernah mendengar ataupun mempercayai takhayul." jelas Nia dengan putus asa.

"Tapi yang kamu hadapi sekarang bukanlah takhayul Nia, kamu menghadapi kutukan." Jawab Fitri akhirnya membuat kedua teman yang lainnya ikut mengangguk.

"Ritual apapun yang di lakukan di desa ini adalah hal yang sakral dan tidak boleh di langgar oleh warga pribumi apalagi warga pendatang seperti kamu." jelas Anita turut bersuara.

"Meskipun kami berdua tidak tinggal di desa lembah wangi, tapi hampir semua orang di kota ini tahu bagaimana sakralnya desa ini. Desa ini, memiliki tradisi budaya dan adat istiadat yang masih kental dan di sakral kan. Kamu tidak bisa main-main dengan pohon keramat apalagi ritual yang di lakukan di sana." sambungnya lagi membuat Nia semakin merasa putus asa.

"Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang? apakah tidak ada cara lain untuk menghindari teror tersebut? Bagaimana kalau kami pergi dari desa ini dan kembali ke kota?" tanya Nia penuh harap.

"Jangan pernah mencobanya. Satu langkah saja kamu meninggalkan desa ini untuk pergi, kematian akan mengejar kamu. Aku bukan menakut-nakuti kamu Nia, tapi semua yang kamu alami pernah terjadi beberapa tahun lalu menurut orang tua kami. Karena itulah jarang ada warga pendatang yang mau menetap di desa itu. Kalaupun di haruskan karena pekerjaan mereka pasti akan memilih untuk tinggal di desa lain di sekitar desa lembah wangi." jelas putri membuat Nia terdiam.

"Para sesepuh mungkin tidak mengetahui keberadaan kalian, tapi tidak dengan yang berkuasa di desa itu. Ia pasti merasa kalian telah lancang dan mengacaukan ritual sakral untuk mereka." jelas Fitri pada akhirnya.

"Lalu apa yang harus aku lakukan? Apa benar-benar tidak ada jalan keluar lain? tanya Nia lagi dengan lemas.

"Kamu harus menemui sesepuh desa kami, dia yang akan memutuskan hal apa yang harus di lakukan." ujar Fitri pada akhirnya.

"Sore nanti, selepas dari rumah kamu dan menjenguk Nisa ikutlah ke rumah ku. Kita ceritakan semua hal yang kamu alami pada nenek ku. Biar nanti nenek yang mengantar kamu ke rumah Mbah Karto." usul Fitri yang akhirnya di setujui oleh Nia.

"Tapi sampai saat ini, tidak ada kejadian yang mengancam nyawa kalian kan?" tanya Fitri memastikan.

Nia pun hanya menggeleng lemah, sampai sejauh ini memang gangguan dari makhluk-makhluk tersebut belum sampai pada tahap membahayakan, masih sebatas ancaman belaka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!