Mimpi buruk

Nafasnya masih terengah-engah, dengan keringat memenuhi wajah dan tubuhnya. Benar-benar menakutkan pikir Nisa, mimpi yang ia alami tadi seperti nyata.

Perlahan ia mulai mengedarkan pandangannya ke dinding menatap jam yang menggantung di sana. Jam dinding berbentuk bulat berwarna putih gading tersebut menunjukan saat itu baru pukul set 3 pagi.

Nisa yang masih terengah-engah mencoba untuk menstabilkan nafasnya, perlahan debaran jantungnya pun mulai berdetak dengan normal kembali.

Ia menolehkan kepalanya ke samping kirinya menatap gelas kosong yang teronggok di atas meja. Nisa pun kembali menghela nafas pelan, karena gelasnya sudah kosong berarti ia harus mengambilnya ke dapur.

Setelah itu, ia pun memutuskan untuk turun dari ranjangnya hendak berjalan ke arah pintu. Namun belum sempat ia memegang handel pintu, ia mendengar sesuatu samar.

Seperti suara gamelan jawa, namun semakin ia dengarkan suaranya semakin jelas. Tentu Nisa pun merasa keheranan, orang gila mana yang memutar musik gamelan di jam setengah 3 dini hari.

Nisa pun mencoba mengabaikan suara gamelan tersebut dan melanjutkan niatnya untuk pergi ke dapur dengan membawa gelas kosong di tangannya.

Begitu ia berhasil membuka pintu kamarnya pemandangan ruang keluarga dan ruang tamu begitu gelap karena lampu dalam rumah sudah di matikan oleh ibu sebelum mereka tidur.

Dengan langkah malas Nisa berjalan ke arah ruang keluarga, setelah itu ia berbelok ke arah kiri dimana dapur dan ruang makan berada.

Nisa tidak merasakan apapun, sampai ia tiba di dapur.

Suasana dini hari di desa dan di kota benar-benar terasa berbeda pikirnya. Karena jam berapa pun ia terbangun malam hari, setidaknya suara bising kendaraan pasti akan menemani.

Sedangkan di desa, Nisa hanya mendengar seruan suara jangkrik dan kodok saling bersahutan ketika malam. Sesekali burung hantu ataupun burung gagak yang membuat suasana terasa lebih menegangkan.

Nisa segera mengambil teko air dan mengisinya ke dalam gelas kosong yang ia bawa. Kemudian ia pun meneguknya hingga tandas tak bersisa dan kembali menuangkan air sampai penuh untuk ia bawa ke kamar.

Namun belum sampai penuh gelas yang ia isi, ia kembali mendengar suara gamelan yang tadi. Kini suaranya lebih jelas lagi dan lebih kencang, membuat Nisa kembali berpikir.

"Apa sih ini? Gak ngerti lagi deh." ujar Nisa sembari menaruh gelasnya di atas meja.

Nisa menduga-duga dari mana asal suara tersebut. Dan ketika ia sampai di ruang tamu ia mencoba mengintip di balik jendela melalui celah gorden yang ia singkap.

Jantung Nisa hampir berhenti ketika ia melihat di depan rumahnya ramai dengan orang-orang yang tengah berjoget di iringi gamelan. Ada beberapa wanita cantik menari di tengah-tengah menggunakan kebaya dan salah satunya tepat melihat ke arahnya.

Deg

Deg

Deg

Deg

perempuan itu terlihat sangat cantik dengan kebaya berwarna hijau daun. Rambutnya setengah tergerai, dan tubuhnya bergerak dengan sangat luwes dan lentur mengikuti irama gamelan.

Namun yang membuat Nisa begitu takut, seringai di wajah perempuan tersebut membuatnya tampak menakutkan di waktu yang bersamaan.

Padahal di luar sangat banyak orang dan gaduh tapi kenapa hanya ia yang bangun? pikir Nisa. Ia pun bergegas pergi ke kamar Nia berniat untuk membangunkannya, namun belum sempat Nisa mengetuk pintu Nia sudah membukanya.

"Ngapain lu jam segini?" tanya Nia heran melihat wajah Nisa tampak pucat dan berkeringat.

Nisa tidak langsung menjawab memilih untuk menerobos masuk ke dalam kamar Nia. Ia pun segera duduk di atas ranjang sambil menggigit kuku jarinya dengan panik.

"Lu kenapa Nisa?" tanya Nia mulai bersikap serius melihat Nisa yang tampak ketakutan.

"Lu denger kan?" tanya Nisa takut-takut.

"Denger apa?" tanya Nia tak mengerti karena memang ia terbangun hendak pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil.

"S.. suara gamelan?" ujar Nisa tergagap.

"Gamelan? Mana ada ah? malem-malem begini orang gila dari mana yang pasang musik gamelan." ujar Nia mengerutkan keningnya heran.

"D.. di depan rumah banyak orang, ada yang lagi pesta. Mereka lagi nari bareng-bareng di depan rumah kita." cicit Nisa mencoba memberanikan dirinya .

"Maksud lu?"

"Gue liat sendiri mereka lagi nari depan rumah kita. Dan salah satu penari ceweknya neglihatin gue terus serem banget tahu. "

Nia tidak menjawab langsung bangkit menuju ke arah ruang tamu. Ia tidak mendengar suara apapun yang di dengar oleh Nisa. Dan ketika ia mencoba mengintip melalui celah gorden, tidak ada apapun di depan rumahnya.

Hanya rerumputan yang tertiup angin tengah menari-nari di bawah langit malam yang terbuka. Nia pun kembali ke kamarnya untuk menemui Nisa.

"Bener kan yang gue bilang? Mereka semua serem kan?" tanya Nisa begitu melihat Nia masuk.

"Gue, gak lihat apa-apa di depan Nis. Dan gue juga gak denger suara gamelan yang elu bilang." ujar Nia jujur membuat Nisa semakin mengkerut takut.

"Udah gue bilang dari awal, lebih baik kita gak pindah. Kampung ini tuh aneh, semua orang di sini tuh aneh-aneh. Lebih baik kita ngomong sama bapak dan ibu." ujar Nisa sambil terisak dengan menahan kepanikannya.

"Nis, dengerin gue dulu."

"Gak bisa gue gak mau terjebak hal-hal yang lebih aneh lagi dari ini. Lebih baik kita pindah lagi, lebih baik kita keluar dari desa ini." ujar Nisa yang mengabaikan Nia yang sejak tadi hendak menyela.

"Nisa, tolong dengerin gue dulu!" sentak Nia sembari mengguncang tubuh Nisa.

"Tapi gue takut, gue takut bakal terjadi hal yang buruk sama kita. Lu gak tahu seberapa menakutkan nya mimpi gue tadi!"

"Dan gimana kalau mimpi gue jadi kenyataan kayak kemaren? gue gak bisa! gue gak bisa!" sambungnya lagi dengan ketakutan.

"Tapi kita harus pikirin semua ini dulu mateng-mateng. Gak bisa, kita gak mungkin bilang ke bapak dan ibu minta pindah cuma karena hal yang mungkin gak akan mereka percaya."

"Lu harus sabar dulu, kita cari solusi sama-sama tentang masalah ini. Besok kita temuin Angga lagi, kita harus cari tahu sesuatu." sambung Nia lagi memberi pengertian pada Nisa dan memeluknya.

Tangannya terangkat membelai punggung Nisa yang tampak bergetar naik turun karena isakan tangisnya yang sebisa mungkin ia tahan. Bagaimanapun ia tidak ingin membuat gaduh di tengah malam karena hal yang belum jelas seperti itu.

Nia melirik jam di dinding yang kini sudah menunjukkan pukul 3 pagi. Ia pun menyuruh Nisa untuk melanjutkan tidur di kamarnya. Walaupun ranjangnya kecil, namun tetap cukup untuk tidur mereka berdua yang memiliki postur badan tinggi, kurus.

Nia tidak dapat memejamkan matanya dan hanya termenung menatap langit-langit kamarnya sampai adzan subuh terdengar berkumandang. Sementara Nisa mulai terlelap, ketika jam menunjukan pukul set 4 pagi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!