The Village Secret
Suasana pagi hari di sebuah desa yang terletak di salah satu kaki gunung di pulau jawa itu terlihat asri dan juga teduh. Beberapa warga tampak berlalu lalang begitu sibuk dengan aktifitas paginya masing-masing.
Ada beberapa bapak tua yang hendak pergi ke ladang dengan menenteng cangkul di pundaknya, serta hilir mudik anak-anak yang tengah berlarian untuk pergi bersekolah.
Pemandangan yang terlihat biasa jika sekilas kita melihatnya tanpa mengetahui bagaimana sebenarnya desa tersebut. Hampir 95% penduduk yang bermukim merupakan warga asli yang lahir dan besar di sana.
Hampir tidak ada warga baru yang menetap di sana selain 1 keluarga yang baru saja 3 hari pindah ke sana. Mereka adalah keluarga pak Herman yang saat ini menetap di sebuah rumah yang terletak tidak jauh dari kantor desa.
Rumah tersebut merupakan rumah dinas yang di sediakan untuk tenaga medis yang bertugas di desa tersebut. Pak Herman atau yang dikenal warga sebagai dokter Herman adalah warga baru yang kedatangannya cukup di sambut dengan baik di sana.
Dokter Herman tidak datang seorang diri ke desa tersebut, ia memboyong semua anggota keluarganya untuk tinggal dan menetap di sana. Istrinya yang bernama bu Nirmala dan juga kedua putri kembar mereka Vania dan Vanisa yang saat ini duduk di bangku sekolah menengah atas.
**
Di rumah pak Herman,
Pagi ini bu Nirmala tampak sibuk membuatkan sarapan untuk keluarganya sementara kedua putri nya sedang bersiap untuk pergi ke sekolah mereka yang baru.
"Nia, Nisa ibu sudah buatkan sarapan untuk kalian. Cepat kesini! " ujar bu Nirmala sedikit berteriak memanggil kedua putri nya.
"Iya bu, sebentar." jawab Nia sang kakak sembari berjalan keluar dari kamar.
Sebenarnya si kembar memiliki seorang kakak laki-laki, namun ia tidak bisa ikut tinggal di desa tersebut lantaran baru saja di terima bekerja di sebuah rumah sakit di kota besar.
Ia adalah seorang dokter spesialis bedah Jantung yang sangat berbakat. Karena itu pak Herman merasa enggan untuk mengajaknya ikut pindah bersama mereka.
Dokter Herman sudah memutuskan pensiun sebagai ahli bedah Jantung karena kecelakaan yang pernah ia alami sekitar 1 tahun lalu. Yang menyebabkan ia tidak bisa menggunakan tangannya secara maksimal untuk menjalani operasi.
Karena itu ia memutuskan setelah pemulihan jika ia akan pindah ke sebuah desa kecil, dimana ia akan mengabdikan seluruh sisa hidupnya sebagai dokter yang benar-benar mengabdikan diri untuk masyarakat.
Itulah bagaimana akhirnya keluarga mereka terdampar di sebuah desa yang bernama "Desa Lembah Wangi". Tempat dimana mereka akan memulai kehidupan mereka yang baru.
"Nia, mana adikmu? " tanya bu Nirmala sembari menyajikan segelas susu hangat di depan putrinya.
"Iya bu, Nisa baru selesai ini." jawab Nisa yang berjalan dengan malas-malasan ke ruang makan.
"Pagi-pagi muka cantik anak ibu kok udah di tekuk aja." ujar sang ibu sembari menata piring di meja makan.
"Yah ibu, pura-pura gak tahu aja kalau si Nisa tuh masih bete gara-gara kita pindah kesini." celetuk Nia di sela menyuap sendok yang berisi nasi goreng di tangannya.
Sedangkan yang di bicarakan hanya diam sambil mendelik menatap tajam sang kakak yang selalu bersikap menyebalkan baginya.
Sementara bu Nirmala hanya bisa menghela nafas pelan melihat kedua putrinya.
"Nisa, bukankah kita sudah membicarakannya dengan baik-baik tempo hari dan kita semua sudah sepakat." ujar ibu dengan lembut membuat nisa tertunduk dengan wajah yang sendu.
Ia tidak berani lagi menjawab apalagi mendebat keputusan kedua orangtuanya itu. Mereka pun melanjutkan sarapan paginya tanpa pembicaraan sedikit pun.
Semuanya terlihat sibuk dengan pikirannya masing-masing. Dan setelah mereka selesai sarapan bersama, pak Herman datang dengan seorang anak laki-laki yang cukup tampan namun terlihat pendiam.
pak Herman pun memperkenalkan anak laki-laki tersebut dengan keluarganya sebagai anak kepala desa di sana. Namanya adalah Angga, usianya selisih 1 tahun lebih tua dari si kembar.
Angga merupakan anak kepala desa yang kebetulan bersekolah di sekolah yang sama dengan si kembar. Karena ini adalah hari pertama mereka, pak Herman pun berinisiatif meminta tolong pada Angga untuk berangkat bersama si kembar.
Karena mereka belum mengetahui dimana sekolah mereka yang baru, dan mereka juga belum mengenal jalan di desa tersebut. Angga pun menyanggupi permintaan pak Herman tersebut.
Akhirnya mereka bertiga berangkat ke sekolah menggunakan 2 buah sepeda motor yang berbeda. Nia dan Nisa berboncengan bersama dengan sepeda motor maticnya sementara Angga menuntun mereka di depan dengan sepeda motor bebek yang terlihat sederhana.
Sepanjang perjalanan Nia dan Nisa tampak tertegun melihat beberapa pemukiman yang mereka lewati untuk menuju sekolah. Angga pun nampak terlihat dingin dan hanya fokus mengendarai sepeda motor nya itu.
"Nia, lo ngerasa aneh gak sih dengan suasana di desa ini." ujar Nisa sembari memperhatikan di kiri kanan jalannya yang masih begitu asing.
"Apaan sih Nis, pagi-pagi udah parno aja lo. Kebanyakan nonton film horor sih lo." timpal Nia sang kakak sambil mengendarai sepeda motor nya.
"Ih, gue serius tahu. Perasaan gue tuh gak enak tahu begitu kita sampai di desa ini. Emang sih pagi-pagi gini semua pemandangan kayak gini kelihatannya indah-indah aja. Tapi bayangin deh lo, kalau malem-malem nanti kita harus lewatin jalan kayak ginian lagi. Yakin lo masih bilang indah?" sungut Nisa kesal pada kakak kembar nya itu.
"Iya sih, tapi ya udah lah jangan mikirin hal yang terlalu jauh dulu. Kita kan baru di sini, karena itu kita masih asing dan gak nyaman sama suasananya. Nanti juga lama kelamaan gue yakin kok enggak." timpal Nia berusaha meruntuhkan kekhawatiran adiknya itu.
Sementara Nisa hanya terdiam menyimak ucapan kakak nya, dan tiba-tiba mereka melihat sebuah jembatan seperti penghubung desa yang melewati sebuah sungai dan bendungan yang cukup besar.
Terdapat beberapa pepohonan besar di sekitar bantaran sungai, membuat suasana di jembatan tersebut nampak cukup gelap walaupun di siang hari.
Seorang nenek tua terlihat memperhatikan mereka dengan tatapan tajam dari pinggir jembatan. Ia tampak berdiri sambil berpegangan pada tongkat dengan tubuh yang sudah membungkuk. Ia mengenakan setelan kebaya tua dengan kain yang lusuh dan tanpa memakai alas kaki.
Nia dan Nisa berusaha untuk menyapa dengan ramah pada nenek tersebut dengan tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Sampai akhirnya tiba-tiba mereka di kagetkan dengan seekor kucing berwarna hitam yang melompat tepat ke depan motor mereka.
Sontak saja kedua nya berteriak sambil Nia menekan keras kemudi rem agar motor berhenti. Suara decitan motor begitu keras di selingi suara teriakan kedua nya membuat Angga pun berhenti untuk melihat si kembar di belakangnya.
BRUUGGH,
Angga langsung turun dan berlari menghampiri si kembar yang telah jatuh dari sepeda motor dan membantunya. Nia dan Nisa tidak terluka parah hanya beberapa luka lecet di lutut dan tangannya.
"Kalian gak apa-apa? " tanya Angga sembari membantu membangunkan mereka yang terduduk di jalan dengan separuh badan tertimpa motor.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
128 √e980
Hai kak, ijin mampir🥰🙌
2023-05-09
0