Isi Hati

Sepulang dari rumah Mayang, Gibran langsung memberi makan kambing-kambing bapaknya, lalu mandi. Malam harinya, seperti hari-hari sebelumnya, Gibran meluangkan waktunya untuk belajar membaca di rumah Tini.

Namun, selama proses ***, Gibran tampak banyak melamun dan tidak fokus. Saat teman-temannya sudah pulang, Gibran masih tetap di tempat, karena diminta pak Lukas untuk tidak segera pulang.

"Ehem." sapa pak Lukas yang melihat Gibran menatap rembulan sambil senyum-senyum sendiri.

"Sepertinya...ada yang lagi jatuh cinta ini." kata pak Lukas.

"Eh, Ehm...eng...engga kok pak. Biasa aja." jawab Gibran kikuk sambil mengusap tengkuknya.

"Saya pernah berada di posisi mas Gibran kok. Saya juga pernah muda, jadi saya tau bagaimana rasanya orang yang sedang jatuh cinta." kata pak Lukas. Gibran menoleh ke pak Lukas dan menatap laki-laki paruh baya itu.

"Jika memang mas Gibran menyukai seseorang, jangan dipendam sendiri mas. Utarakanlah mas. Sampaikanlah pada orang yang bersangkutan. Kalau malu, bisa dengan sindiran, kalau ga berani, lewat teman, atau lewat surat." kata pak Lukas.

"Hem...gitu ya pak?" Gibran tampak manggut-manggut.

"Pesan saya, sebagai laki-laki itu jangan cemen mas, harus berani. Salah satunya berani mengutarakan isi hati. Entah diterima atau tidak, yang penting dia harus tau isi hati kita. Dan, laki-laki itu yang dipegang adalah ucapannya mas, jadi jangan pernah sekalipun kita berbohong pada siapapun. Karena kunci kebahagiaan itu adalah kejujuran. Jangan pernah menyerah, dan terus berusaha. Jangan bermain curang dengan melalui jalan pintas, karena nanti perginya pun juga akan cepat. Pokoknya, tetap semangat mas Gibran." kata pak Lukas.

"Oh, ya pak. Terimakasih banyak atas nasehatnya pak." kata Gibran.

"Santai aja mas Gibran."

"Tapi... saya ini orang miskin pak, mana ada yang mau sama saya pak?" Gibran kembali pesimis.

"Nah, justru itu mas. Wanita baik-baik, itu ga akan memandang harta ataupun tahta kita. Yang penting, bagi wanita itu adalah setia. Tidak mau dikerasi, tetapi maunya dikasihi. Buktikan saja dengan kelebihan-kelebihan mu mas, bahwa kamu pantas menjadi suami orang." kata Pak Lukas.

"Gitu ya pak?"

"Ya." jawab pak Lukas.

Setelah itu, Gibran pun berpamitan untuk pulang, namun belum sampai di rumah, Gibran diajak teman gengnya untuk nongkrong di rumah Suti, anak pak Wiro yang maru pulang dari Jakarta.

"Bran, ayo ikut." ajak Bejo menarik tangan Gibran menuju rumah pak Wiro. Ternyata di sana sudah banyak pemuda yang duduk bersila sambil mengobrol dan main kartu.

"Eh, Bejo, kok baru nongol?" tanya Suti, sahabat Bejo sambil menyalami Bejo

"Iya mas bro, tadi masih ada perlu di rumah." jawab Bejo.

"Oh...Eh, ini bukannya mas...mas Gibran ya?" tebak Suti.

"Iya mas." jawab Gibran sambil menyalami Suti.

"Wah, makin ganteng beneran mas Gibran ini, lama ga ketemu ya. Pulang kapan mas dari Jakarta?" tanya Suti.

"Kemarin lusa mas." jawab Gibran.

"Oh...ya ya. Ini mas, disambi. Gratis kok." kata Suti menyodorkan sebungkus rokok pada Gibran.

"Ya mas, terimakasih." jawab Gibran.

"Ayo, ambil aja mas." kata Suti.

"Halah mas, Gibran kok ditawarin rokok, mana mau dia mas." celoteh Bejo.

"Lhoh, mas Gibran ga ngerokok?" tanya Suti heran.

"Dari dulu dia ga pernah mau merokok mas, sekalipun di kasih gratisan." kata Bejo.

"Oh, masih ada ya laki-laki muda jaman sekarang ga merokok? Wah, laki-laki langka ini. Ya sudah, saya ambilkan camilan dulu ya mas." kata Suti sambil beranjak ke dalam rumah.

Sutipun meminta adiknya, Mayang untuk mengantarkan kacang dan permen untuk Gibran yang tidak merokok. Lalu pada saat Mayang akan mengantarkan keluar, Mayang melihat sosok Gibran yang kalem meski duduk bersama teman-teman Suti.

"Mas." panggil Mayang pada Suti.

"Eh, sini May. Kasihkan mas Gibran dek." kata Suti.

Seketika Mayang melirik ke arah Gibran, dan ternyata Gibran juga sedang melihat dirinya. Dengan dada yang deg degan, Mayang berjalan ke arah Gibran dengan membawakan toples berisi kacang sangrai, dan sepiring permen.

"Monggo mas, disambi." kata Mayang pada Gibran.

"Terimakasih.... Mayang." kata Gibran.

"May, mas ga dikasih ini?" goda Bejo.

Mayang hanya diam saja.

"Heleh, modus. Udah May, sana kembali masuk." titah Suti.

"Ya mas." jawab Mayang.

Mayangpun kembali ke dalam sambil menundukkan kepalanya karena malu.

Sesampainya di dalam rumah, Mayang memeluk nampan sambil senyum-senyum sendiri.

"Ehem, kayaknya ada yang lagi jatuh cinta nih." goda Ani, kakak perempuan Mayang.

"Ih, apaan sih mbak." kata Mayang tersipu malu sambil berjalan meletakkan nampan.

"Mas Gibran ya?" tanya Ani.

"Mayang terdiam, dan menunduk.

"Mbak Ani kok tau?". batin Mayang.

"Wajar kok kalau kamu suka sama Mas Gibran. Dia itu laki-laki idaman di kampung ini. Banyak gadis yang jatuh hati padanya, karena dia itu laki-laki cool, ganteng, dan pekerja keras. Ga banyak bicara, ga suka godain cewek, dan senyumanannya itu lho May... bikin terhipnotis." kata Ani.

"Ish, mbak Ani ini...awas lho, aku laporin sama mas Anto." kata Mayang.

"Mas Anto udah ngerti. Lagian mas Gibran itu kan jauh dibawah mbak, ga masuk tipe mbak. Cocoknya sama kamu." kata Ani.

"Apaan sih mbak?" lagi-lagi Mayang tersipu malu.

"Kalau memang suka sama mas Gibran, mbak dukung deh." kata Ani sambil mengASIhi anaknya.

💕💕💕

Sepulang dari rumah Mayang, haru sudah mulai pagi, sudah jam dua malam. Gibran langsung masuk ke kamarnya tetapi tidak bisa segera tidur.

"Mayang... dia sederhana, ramah, cantik, dan...sepertinya dia bukan tipe gadis yang suka bersolek." gumam Gibran sambil membayangkan sosok gadis ayu bernama Mayang.

"Jika memang mas Gibran menyukai seseorang, jangan dipendam sendiri mas. Utarakanlah mas. Sampaikanlah pada orang yang bersangkutan. Kalau malu, bisa dengan sindiran, kalau ga berani, lewat teman, atau lewat surat." kata pak Lukas

Kata-kata Pak Lukas kembali hadir di ingatannya. Gibran jadi tertarik dengan saran dari pak Lukas, salah satunya menuliskan surat.

"Apa aku kasih surat aja ya?" gumam Gibran.

Lalu Gibranpun mengambil secarik kertas dari kamar Gendis dan juga bolpoin dari kamar adiknya. Lalu Gibran mulai menuangkan isi hatinya di atas selembar kertas putih itu. Kata demi kata dia tuliskan dengan sejujurnya, sesuai arahan pak Lukas. Singkat, padat dan semoga mengena, begitu kata Gibran berdo'a karena ini kali pertama dia mengirimi surat pada seorang gadis, dan bukan sekedar surat biasa, tetapi bisa dibilang, sejenis surat cinta.

Setelah menulis, Perlahan tapi pasti, akhirnya dengan membayangkan sosok Mayang, Gibranpun bisa tertidur juga.

💕💕💕

Hai reader, ini masuk BAB 20 ya, mohon dukungannya ya reader, agar novel ini bisa lulus kontrak🙏

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!