Bahasa CintaMu
"Mas, mas Gibran!" teriak seorang anak laki-laki berlari tergesa-gesa ke arah Gibran yang sedang mencari rumput untuk makan kambing milik bapaknya dan untuk di jual.
"Ada apa, Don?" tanya Gibran sambil mengusap keringatnya di kening.
"Anu mas, itu. Bapakmu mas." kata anak laki-laki bernama Gendon, dengan pakaian lusuhnya, dan berlari tanpa alas kaki.
"Bapakku kenapa Don?" tanya Gibran dengan wajah cemas.
"Bapak mu kesurupan mas." kata Gendong.
"Apa? Kesurupan?" Gibran seolah tak percaya.
"Iya mas. Kena sawan manten katanya." jawab Gendon.
"Udah dikasih pertolongan belum?" tanya Gibran sambil memanggul rumputnya, Gibran segera pulang ke rumah untuk melihat keadaan bapaknya.
"Belum mas, tapi tadi kata mbok Yati, mau dipanggilkan wong pinter dulu mas." jawab Gendon.
"Ya sudah, aku pulang sekarang." kata Gibran tergesa pulang sambil membawa rumput yang dia dapat.
Sesampainya di rumah, Gibran melihat seorang dukun sedang menangani bapaknya yang sedang tidak sadarkan diri. Dia melihat simboknya menangis berpelukan dengan adik satu-satunya, yaitu Gendis.
"Kok bapak bisa kaya gitu mbok. kenapa?" tanya Gibran kepada simboknya.
"Gibran? Kamu sudah datang?" mbok Yati langsung memeluk putranya dengan menangis. Gibran mencoba menenangkan simboknya, dengan mengelus punggung mbok Yati.
Tak berapa lama kemudian, bapak Gibran sudah mulai tenang, tidak lagi mengamuk dan memukuli dirinya sendiri.
"Bapak saya kenapa ki?" tanya Gibran pada Ki Cipto, orang yang dikenal sebagai dukun di desanya.
"Bapakmu kena sawan manten. Sudah tak kasih pager supaya sawan itu tidak kembali lagi." jawab Ki Cipto.
"Terimakasih Ki." kata mbok Yati.
"Sama-sama yu. Pokoknya, nanti kalau ada apa-apa sama bojomu lagi, jangan sungkan panggil aku yo." kata Ki Cipto.
"Iya ki." jawab mbok Yati.
Saat ki Cipto akan keluar rumah, ki Cipto melihat Gendis berdiri di ambang pintu.
"Ini. siapa?" tanya ki Cipto sambil menunjuk Gendis. Seketika Gibran yang tadinya terfokus dengan kondisi bapaknya, menoleh ke arah ki Cipto yang menanyakan Gendis.
"Anak saya ki. Adiknya Gibran." jawab mbok Yati.
"Lhoh, mbakyu sudah punya anak gadis to ternyata? Cantik sekali. Siapa namamu nduk?" tanya ki Cipto.
"Gendis ki." jawab Gendis menunduk malu.
"Oh, ya. Gendis. Nama yang cantik, secantik orangnya." puji ki Cipto dengan tatapan nakalnya, dari ujung rambut sampai ujung kaki Gendis. Dan hal itu diketahui oleh Gibran, tangan Gibran sudah mulai mengepal, rasanya ingin menghajar aki-aki genit itu. Tetapi kemudian dia urungkan, karena ki Cipto sudah melangkah pergi meninggalkan rumahnya.
"Le, Bran." panggil mbok Yati.
"Ya bu?" jawab Gibran.
"Ibu minta tolong sama kamu ya le." kata mbok Yati tak enak hati.
"Minta tolong apa bu?"
"Gantiin bapakmu di rumah hajatan kampung sebelah. Bapakmu sudah dibayar, kalau tidak diteruskan pekerjaannya kan ya ga enak to le? Nanti kalau uangnya diminta lagi bagaimana? Sedangkan uangnya sudah dipakai kemarin." kata mbok Yati.
"Aku bu? Gantiin bapak? Nyuci piring maksudnya?" tanya Gibran tak percaya.
"Iya le. Lha bapakmu keadaannya kaya gitu, ga memungkinkan kalau buat melanjutkan pekerjaannya. Ibu masih harus lanjut buruh lagi di sawah, ini tadi ibu tinggal dulu pas dikabari bapakmu kena sawan." kata mbok Yati.
Gibran tampak berfikir kerasa.
"Nyuci piring di tengah pasemuan orang hajatan? Apa kata orang coba? Aku kan masih muda, ganteng pula. Mau ditaruh mana mukaku? Bakal malu banget aku. Pasti para pemuda pemudi sinoman bakal mempermalukan aku nantinya." batin Gibran.
"Ibu harus balik ke sawah. Kamu gantiin bapakmu ya le, ibu mohon. Kalau engga, nanti kita harus mengganti uang yang sudah dipakai bapakmu kemarin." kata mbok Yati sambil bersiap pergi ke sawah.
"Hem." jawab Gibran masih tak bergeming.
"Masa' iya aku cuci piring? Di tengah hajatan pula? Hhhh." keluh Gibran di depan bapaknya yang masih terlelap karena pengaruh mantra dari ki Cipto tadi.
"Mas, udah sana. Berangkat, nanti keburu di cariin lho." kata Gendis menyuruh kakaknya berangkat ke tempat hajatan.
"Hem." jawab Gibran dengan wajah super bete.
"Biar Gendis aja yang jagain bapak." kata Gendis.
"Kalau ada apa-apa sama bapak, langsung panggil mas ya." pesan Gibran.
"Ya mas."
💞💞💞
Sesampainya di tempat hajatan, Gibran dengan setengah hati mengambil alih semua tugas bapak nya yang bekerja sebagai tukang cuci piring. Sejak Gibran dan Gendis masih kecil, pak Parto memang sudah menjadi buruh cuci piring di mana-mana. Dan sudah menjadi hal biasa bagi Gibran dan Gendis memakan sisa orang yang dibawakan bapaknya. Dahulu, Gibran sangat senang jika bapak nya pulang membawa makanan enak, seperti daging ayam, daging sapi, atau telur semur sisaan. Karena bagi mereka, itu adalah makanan mahal dan memang jarang mereka mendapatkannya.
Dahulu, Gibran sangat senang dengan profesi bapaknya, karena dengan begitu, bapaknya bisa mendapatkan banyak uang dan makanan enak. Namun tidak untuk saat ini, Gibran sangat membenci pekerjaan bapaknya ini. Dia merasa sangat malu jika harus menggantikan pekerjaan bapaknya. Tetapi mau bagaimana lagi, tidak ada pilihan lain, karena Gibran sendiri juga tidak mempunyai uang untuk mengembalikan uang yang sudah diberikan kepada bapaknya.
"Mas Gibran?" sapa seorang gadis cantik saat membawa piring kotor ke tempat dia berkecimpung dengan semua yang harus dia beresi saat itu juga.
"Eh, Sekar." jawab Gibran dengan meringis kuda sambil menahan malu yang sangat.
"Kamu kenapa di sini?" tanya Sekar ramah.
"Iya, ini aku gantiin bapak. Bapakku sakit. Jadi ga bisa nerusin kerjaannya." jawab Gibran sambil terus menggosok beberapa piring kotor dengan sabun cuci piring.
"Ya ampun Bran, kamu tu anak baik sekali ya. Sayang banget sama bapakmu, sampe kamu rela gantiin pekerjaan bapakmu kaya gini. Aku jadi salut sama kamu Bran." kata Sekar dengan penuh senyuman.
Sekar adalah kembang desa di desa sebelahnya Gibran, tempat Gibran mencuci piring saat ini. Sekar adalah anak seorang perangkat desa, lebih tepatnya anak Carik, atau sekdes. Dia cantik, dan berperawakan menarik, tinggi semampai dengan rambut hitam panjang, kulit kuning langsat dan lesung pipit di pipi kanan nya. Sekar memang terkenal ramah dan santun, dia tidak sombong, dan tidak suka membeda-bedakan orang dari kastanya. Sehingga, banyak pemuda baik dari desanya maupun desa lain yang juga tertarik dengan kembang Desa ini.
"Ehem, ehem. Ternyata ada artis nyasar di kubangan Lumpur sabun nih?" ejek seorang pemuda yang memang terkenal sebagai anak juragan sapi, bernama Dikto.
"Dikto, kamu nih apa-apaan sih?" kata Sekar dengans sedikit marah.
"Lhoh, emang iya kan, ni cowok yang sok kegantengan, sok jadi artis di kampung sebelah, ternyata, dia cuma seorang babu! Hahaha." cerca Dikto.
Plak!
"Dikto stop. Ga sepantasnya kamu ngomong kaya gitu sama Gibran!" kata Sekar marah sambil menampar Dikto.
"Aw...Awas aja lo Bran, gara-gara elo, pipi mulus gue kena tampar Sekar. Liat aja pembalasan gue nanti!" ancam Dikto yang tidak terima atas tamparan Sekar.
"Eh, maaf Dik, bukan gitu maksudku. Eh, kan aku yang salah, jangan salahin Gibran dong." kata Sekar mencoba meraih tangan Dikto, tetapi ditampik oleh Dikto dengan kasar.
"Liat aja nanti!" ancam Dikto tanpa menghiraukan kata-kata Sekar.
Sekar merasa bersalah atas sikapnya yang kasar terhadap Dikto yang akhirnya membuat Gibran yang menjadi tambah masalah.
"Maafin aku ya Bran." kata Sekar penuh sesal.
"Santai aja." jawab Gibran santai sambil terus menyelesaikan pekerjaannya. Lalu Sekar melanjutkan aktivitasnya sebagai pemudi untuk menjadi sinoman di acara hajatan itu. Sedangkan Gibran akhirnya sudah berhasil menyelesaikan semua tugasnya hingga senja tiba.
💞💞💞
Hai reader tercinta, ini adalah karya Dede yang baru ya. Cerita ini adalah unggahan kisah nyata di jaman dahulu, tetapi author bikin bahasa indonesia, agar tidak terlalu banyak menterjemahkan bahasanya. Sebenarnya kisah ini terjadi di tanah jawa tengah, sehingga semua bahasanya harusnya berbahasa jawa. Dan kisah ini Author sadur, dengan kisah yang menarik, dan unik. Semoga Reader suka ya. Ikuti terus cerita Bahasa CintaMu, ada maksud apa di setiap bahasa manusia? Cari jawabannya di cerita ini ya. love you😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Herry Murniasih
Gibran memang anak baik walaupun dia berat menggantikan tugas bapaknya masih tetap dia lakukan, duh rasanya sedih lihat keadaan keluarga Gibran, semoga ada kehidupan lebih baik lagi ke depannya, semangat Gibran
2023-03-29
1