Tamu Pagi

Sesampainya di rumah, Gibran langsung menyerahkan bahan makanan pokok yang dititipkan sang pemilik acara tadi kepada ibunya. Dan menyerahkan tambahan upah itu kepada ibunya juga. Gibran mendekati bapaknya,

"Bagaimana pekerjaanmu hari ini le?" tanya pak Parto.

"Yah, gitu lah pak." kata Gibran dengan wajah lesu.

"Kamu dipermalukan?" tanya pak Parto.

"Ya...gitulah. Sudahlah, yang penting bapak cepet sembuh." kata Gibran sambil memijit tangan bapaknya yang masih terbaring di dipan.

"Bapak, berhenti aja ya jadi buruh cuci piring." pinta Gibran.

"Kenapa le? Kamu ga siap gantiin bapak lagi?" tebak pak Parto.

"Bukannya gitu pak..."

"Kamu malu? Jadi buruh cuci piring, gantiin bapak mu?" tanya mbok Yati menyela ucapan Gibran.

Gibran hanya diam. Sesungguhnya dia sangat malu, tapi dia tak sanggup mengatakan hal itu kepada bapaknya, khawatir kalau bapaknya sedih mendengar ucapannya.

"Hal yang wajar, ketika seorang pemuda tampan sepertimu, berkecimpung di air kotor dengan tumpukan piring kotor merasa Malu. Ibu mengerti le." kata mbok Yati mengelus punggung putranya.

"Tapi sudah menjadi kebiasaan warga, kalau punya hajat, orang yang diminta untuk cuci piring itu bapakmu." kata mbok Yati.

"Le...Bran." panggil pak Parto.

"Kamu sudah dewasa. Kamu sudah saatnya bisa membantu mencari uang untuk kebutuhan keluargamu. Kalau hanya mengandalkan menjual rumput saja, itu tidak seberapa le." kata pak Parto.

"Maksud bapak?" tanya Gibran.

"Jika suatu saat nanti ada orang mengajakmu merantau ke luar dari desa ini, ikutlah le. Laki-laki itu harus berani mati, demi berjuang menafkahi keluarga." kata pak Parto.

"Tapi pak..." sergah mbok Yati.

"Biarlah anak lanang kita ini mencari pengalaman di luar bu. Biarkan dia belajar hidup jauh dari keluarganya, dia itu laki-laki. Harus berani." kata pak Parto.

Mbok Yati hanya terdiam, sebenarnya mbok Yati berat melepas anak laki-lakinya yang belum lama di khitan itu pergi jauh darinya. Naluri seorang ibu, ada banyak kekhawatiran jika anaknya jauh dari dirinya.

💞💞💞

Tok tok tok

"Permisi." salam seseorang dari luar rumah Gibran.

Gendis membuka pintu utama, dan melihat sosok perempuan cantik dengan rambut panjang yang tak asing baginya.

"Ya? Eh...mbak Sekar?" kata Gendis terkejut karena adanya Sekar di rumahnya.

"Iya dek." jawab Sekar sambil tersenyum.

"Mau cari siapa ya mbak?" tanya Gendis.

"Ehm, mas Gibrannya ada dek?" tanya Sekar.

"Mas Gibran? Ehm, mas Gibrannya belum pulang mbak. Baru ke sawah." jawab Gendis.

Tampak Sekar menoleh ke seorang laki-laki paruh baya disampingnya.

"Kira-kira, pulangnya jam berapa ya mbak?" tanya laki-laki itu.

"Kalau tadi sih bilang, rencananya mau ikut kerja tukang bangunan pak, jadi kemungkinan sebentar lagi juga pulang." jawab Gendis.

"Oh, ya sudah, kami tunggu mas Gibran saja sampai pulang." kata laki-laki itu.

"Oh, ya silakan masuk pak. Bisa ditunggu dulu, maaf tepatnya berantakan." kata Gendis.

"Sebentar ya pak, mbak, saya tinggal dulu." kata Gendis undur diri. Sedangkan Sekar dan laki-laki itu duduk di dipan yang berada di teras rumah pak Parto.

Tak berapa lama kemudian, Muncul sosok laki-laki paruh baya yang keluar dari gubuk sederhana itu.

"Selamat pagi. Pak, mbak." sapa pak Parto.

"Eh, selamat pagi pak." jawab Sekar sambil menyambut uluran tangan pak Parto, begitupun dengan laki-laki itu yang juga menyambut uluran tangan pak Parto untuk berjabat tangan.

"Silakan duduk pak, mbak. Maaf, tempatnya seadanya." kata pak Parto.

"Ah, tidak masalah pak. Tempat sederhana, yang penting nyaman pak." jawab laki-laki itu.

"Ehm, ini kok njanur gunung, ada putrinya pak Carik, mbak Sekar ya?" Tanya pak Parto.

"Iya pak." jawab Sekar ramah.

"Ehm, maaf, bapak ini...siapa ya? Sepertinya bukan warga sini ya?" tanya pak Parto.

"Oh, iya pak. Perkenalkan, saya Gito, saya temannya pak carik Joyo, bapaaknya nduk Sekar." jawab pak Gito.

"Oh, ya. Ehm maaf sebelumnya, ini kalau boleh saya tau, ada apa ya mbak Sekar dan pak Gito ini mencari anak saya Gibran, apakah Gibran membuat masalah? atau..." tanya pak Parto cemas, karena gubuk mereka kedatangan orang tak dikenal.

"Oh, tidak pak, tidak ada masalah. Mas Gibran kan anak yang baik, dia tidak mungkin membuat masalah. Justru kedatangan kami kemari ini, karena kami mau minta tolong sesuatu sama putra bapak, Gibran." kata pak Gito.

"Minta tolong? Minta tolong apa ya pak?" tanya pak Parto.

Belum sempat pak Gito menjawab, Gendis sudah datang membawakan nampan berisi tiga gelas teh hangat untuk tamunya.

"Maaf mbak Sekar, bapak, dianggurin. Ini hanya ada air teh, silakan diminum." kata Gendis sopan.

"Ya ampun dek, malah jadi ngerepotin lho." kata Sekarang sungkan.

"Tidak apa-apa mbak, tidak repot. Hanya air saja. Maaf, hanya disuguh anggur, nganggur." kata pak Parto sambil tersenyum getir.

"Tidak apa-apa pak, malah kami terimakasih sudah dibuatkan minum." kata Sekar.

"Nduk, Gendis, mas mu kok belum pulang, coba kamu susuli dia ke sawah ya." perintah pak Parto.

"Ya pak."

"Santai saja pak, tidak buru-buru kok, kami tunggu saja sampai mas Gibran pulang." kata pak Gito.

"Oh, ya pak. Maaf, karena saya masih belum mampu ke sawah, jadilah anak laki saya yang mengerjakan sawah." kata pak Parto.

Saat Gendis bersiap dengan sepedanya akan menyusul Gibran, ternyata Gibran sudah muncul di pelawangan halaman rumahnya.

"Ada motor, ada tamu ya?" batin Gibran saat akan memarkirkan sepedanya di sebelah rumahnya.

"Selamat pagi." sapa Gibran sambil masuk ke teras.

"Selamat pagi mas." jawab Sekar dan Gito bersamaan.

"Eh, mbak Sekar. Ada apa ini kok tumben?" tanya Gibran sambil melepas capingnya.

"Saya cuma nganter paklik Gito kok mas." jawab Sekar sambil tersenyum malu.

"Oh, pak Gito? Bapak yang tadi malam nolongin saya ya?" tanya Gibran sambil mengingat-ingat.

"Iya mas, benarm" jawab pak Gito.

"Oh, ya. Silakan duduk pak. Wah, ada apa ini pak Gito ke gubuk kami, maaf pak, kondisi rumahnya seperti ini." kata Gibran yang sungkan dengan kondisi rumahnya yang terbuat dari anyaman bambu dan papan.

"Ah, tidak masalah mas, yang penting kenyamanan nya." jawab pak Gito.

"Ehm, baru pulang dari sawah ya mas?" tanya pak Gito berbasa basi.

"Ah, ya cuma lihat-lihat saja pak. Karena bapak sakit, jadi tadi saya hanya mencangkul sedikit saja daripada tidak ada kegiatan, ya hitung-hitung sambil olahraga." jawab Gibran.

"Kata adiknya mas Gibran, mas Gibran nanti mau kerja bangunan juga ya?" tanya pak Gito lagi.

"Oh, iya pak. Tapi ya...beginilah pak, cuma kerja serabutan. Kebetulan aja ada yang ngajakin jadi kernet, jadi ya saya terima aja. Daripada nganggur." jawab Gibran.

"Ehm, begitu? Ehm...begini mas. Kedatangan saya ke sini, saya tu ada maksud untuk minta tolong sama mas Gibran." kata pak Gito.

"Minta tolong? Minta tolong apa pak?" tanya Gibran.

"Ehm, jadi, saya tu sebentar lagi mau hajatan mas. Sedangkan saya punya usaha yang baru saja dirintis dan mulai ramai oleh pelanggan, rasanya sayang kalau saya tutup, karena saya harus mengurus hajatan saya. Makannya, saat nduk Sekar cerita tentang kepribadian mas Gibran, saya jadi tertarik untuk mengajak mas Gibran membantu saya merintis usaha saya." kata pak Gito.

"Memang usahanya apa pak? Masalahnya, saya tu... tidak bisa baca dan menulis lho pak." kaya Gibran jujur.

"Oh, begitu? Tapi...angka uang, mas Gibran mengerti kan?" tanya pak Gito.

"Oh, kalau itu tau pak. Anak kecil saja tau, masak saya tidak tau pak." jawab Gibran sambil tertawa.

"Hahaha, yah yang penting itu mas. Kalau mas Gibran mau, besok lusa mas Gibran saya ajak ke Jakarta, saya punya usaha jualan bakso di sana. Mas Gibran bisa ikut saya dan bantu-bantu saya di sana." kaata pak Gito.

"Oh, begitu? Siap pak, dengan senang hati, saya akan ikut pak, saya akan membantu pak Gito." jawab Gibran mantab.

"Bagus. Baiklah, saya tunggu besok ya mas. Besok kita berangkat dari rumah saya." kata pak Gito.

"Tetapi saya tidak tau rumah bapak."

"Nanti biar diantar nduk Sekar. Siap to nduk?" tanya pak Gito menoleh ke arah sekar.

"Siap paklik." jawab Sekar.

Lalu kesepakatan sudah disetujui, Sekar dan pak Gito mencicipi teh hangat buatan Gendis lalu pamit pulang, saat keperluannya sudah dirasa cukup.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!