Ajarilah kami
Bahasa cintamu
Agar kami dekat padamu
Andaikan aku lakukan yang luhur mulia
Jika tanpa kasih cinta hampa tak berguna
Ajarilah kami bahasa cinta-Mu
Agar kami dekat padaMu, ya Tuhanku
Ajarilah kami bahasa cinta-Mu
Agar kami dekat pada-Mu
Andaikan aku pahami bahasa semua
Hanyalah bahasa cinta kunci tiap hati
Ajarilah kami bahasa cinta-Mu
Agar kami dekat pada-Mu, ya Tuhanku
Ajarilah kami bahasa cinta-Mu
Agar kami dekat pada-Mu
Cinta itu lemah lembut sabar sederhana
Cinta itu murah hati rela menderita
Ajarilah kami bahasa cinta-Mu (Bahasa cinta-Mu)
Agar kami dekat pada-Mu, ya Tuhanku
Ajarilah kami bahasa cinta-Mu (Bahasa cinta-Mu)
Agar kami dekat pada-Mu
Ajarilah kami bahasa cinta-Mu (Bahasa cinta-Mu)
Agar kami dekat pada-Mu, ya Tuhanku
Ajarilah kami bahasa cinta-Mu (Bahasa cinta-Mu)
Agar kami dekat pada-Mu
Agar kami dekat pada-Mu
Terjemahkan ke bahasa Indonesia ( Lagi oleh Trio Narwastu)
Terdengar suara dari tape yang diputar di rumah Pak Harno, untuk menyambut para pemuda pemudi yang mau belajar membaca dan menulis.
Malam itu, Gibran sudah berkumpul bersama teman-temannya di rumah Tini. Rumah orang tua Tini memang sangat besar, karena rumah joglo asli, masih ada bagian pendopo, rumah depan, rumah belakang, dan lainnya. Dan malam ini, mereka belajar membaca di pendopo rumah pak Harno, bapak Tini.
"Eh, mas Gibran, akhirnya datang juga. Aku pikir mas Gibran ga jadi dateng." kata Tini dengan centilnya.
"Ya elah Nul, beberapa kali pertemuan, kita ada disini kamu biasa aja, kenapa giliran mas Gibran dateng, kamu sambut dengan suka cita?" protes Sugeng, teman Tini yang sudah terbiasa memanggil Tini dengan panggilan Tinul, Tini Minul, karena pipinya yang Cubi dan badannya yang memang berisi.
"Berisik!" kata Tini.
Tak lama kemudian pak Lukas yang ditugaskan dari yayasannya baru datang.
"Selamat malam." salam Pak Lukas.
"Selamat malam." jawab semua hadirin.
"Baik, malam ini kita lanjutkan ya. Namun, sebelumnya, kita nyanyikan dulu lagu bahasa Cinta nya ya. Mas Tio, bisa mainkan gitarnya?" tanya pak Lukas.
"Siap, bisa pak." jawab Tio.
Kemudian merekapun bernyanyi bersama, sedangkan Gibran hanya mengikuti saja dengan diam.
Selesai bernyanyi, pak Lukas memulai pembelajarannya namun, kemudian pak Lukas merasa ada anggota baru di pertemuan itu.
"Maaf, nak mas ini, baru ya?" tanya pak Lukas.
"Iya pak. Ya ini yang bapak tanyakan. Mas Gibran pak." jawab Tini. Gibran hanya mengangguk dan tersenyum tanpa kata.
"Oh, ini yang namanya mas Gibran? Pulang kapan mas Gibran, kabarnya mas Gibran ini merantau ke Jakarta ya." tanya pak Lukas.
"Baru datang kemarin sore pak." jawab Gibran.
"Saya direkomendasikan oleh keponakan saya untuk datang ke desa ini. Dia mengenal mas Gibran katanya, waktu di Kereta." kata pak Lukas.
"Keponakan? Di kereta?" tanya Gibran sambil berusaha mengingat-ingat.
"Oh... mbak Lia ya pak? Natalia? Yang kuliah di Jogja?" tanya Gibran.
"Iya mas. Benar sekali." jawab Pak Lukas.
"Oh, ya ya pak. Wah, langsung eksekusi aja nih mbak Lia." kata Gibran dengan senang.
"Nah, karena mas Gibran sudah datang, sedangkan pelajaran membacanya juga baru pengenalan huruf, mas Gibran bisa mengikuti dulu ya mas." kata pak Lukas.
"Baik pak."
Setelah perkenalan itu, Gibran dan teman-teman seusianya dan di bawahnya yang belum bisa membaca dan menulis, sangat antusias dalam mengikuti pembelajaran. Pak Lukas membimbing mereka dengan suka cita. Hingga hari sudah semakin malam, Gibran tinggal sendiri di rumah Tini, karena yang lain sudah pamit pulang.
"Mas Gibran." panggil pak Lukas.
"Ya pak?"
"Ehm, sebelumnya saya mau minta maaf. Saya dengar dari Lia, bahwa mas Gibran ini sebenarnya seorang muslim, apa benar?" tanya Pak Lukas.
"Iya pak.. tapi ya, seperti yang sudah saya katakan sama mbak Lia juga, kata ibu saya, kami sebenarnya muslim, tapi bapak ibu tidak pernah sholat, dan tidak pernah mengajari kami ajaran agama islam. Jadi ya, isalm cuma di KTP aja pak." jawab Gibran.
"Oh begitu?"
"Iya pak. Tapi kata mbak Lia, mbak Lia bisa sekolah, bisa pinter, bahkan sekarang kuliah jadi mahasiswa, katanya semua itu gratis, karena dibiayai dari yayasan. Apa itu benar pak?" tanya Gibran.
"Benar mas Gibran. Itu sebabnya, ini saya mau ngobrol dulu dengan mas Gibran. Mas Gibran mau tidak, jika mas Gibran ikut kepercayaan kami, kami akan menjamin pengetahuan mas Gibran, dan sedikit bisa membantu keluarga mas Gibran." kata pak Lukas.
"Apa saya boleh ikut bergabung pak?" tanya Gibran.
"Tentu boleh. Kami bahkan sangat senang." jawab pak Lukas.
"Ya pak, saya mau. Yang penting saya sudah tidak bodoh lagi, saya bisa membaca dan menulis, itu sudah lebih dari cukup." kata Gibran menggebu-gebu.
"Wah, sepertinya, mas Gibran ini sangat antusias ya, kalau boleh tau, apa alasan mas Gibran tidak bersekolah? Dan apa alasan mas Gibran ini pingin bisa membaca dan menulis?" tanya pak Lukas.
"Wah, kalau itu yang jelas, saya tu anak orang miskin pak, sudah jelas saya ga bisa sekolah karena terkendala biaya pak. Dan saya tu sebenarnya pingin sekali bisa sekolah, bisa baca tulis, bisa membaca, bisa mencari ilmu tentang cara mengobati sakitnya bapak. Bisa mendo'akan bapak biar cepat sembuh pak." kata Gibran, dan perkataan Gibran berhasil menyentuh hati Tini yang setia duduk di dekat Gibran.
"Memangnya, bapaknya mas Gibran sakit apa mas?" tanya pak Lukas.
"Entahlah pak, yang jelas, bapak sering hilang kesadaran, suka ngamuk sendiri kaya orang kesurupan. Kalau orang lain bilang, bapak saya tu gila pak." kata Gibran.
Seketika pak Lukas terperanjat dengan penyataan Gibran, tak menyangka kalau orang tua Gibran tidak dalam keadaan baik-baik saja.
"Sudah diperiksa kan mas?" tanya pak Lukas.
"Jangankan untuk berobat pak, untuk makan aja kami tu susah." keluh Gibran.
"Ehm, baiklah. Kalau boleh saya bantu, kapan ada waktu luang, ijinkan saya bertemu bapak anda. Saya akan mencoba untuk mengobati beliau dengan do'a-do'a dan ijin tuhan Yesus." kata pak Lukas.
"Oh, baik pak, dengan senang hati." jawab Gibran dengan antusias.
Sejak awal pertemuan nya dengan pak Lukas, Gibran menyatakan diri untuk mengikuti kepercayaan pak Lukas, yaitu menjadi jamaah kristiani. Begitupun dengan teman-teman yang mengikuti belajar membaca di rumah Tini. Keluarga Tini juga menganut kepercayaan yang sama, mereka dari kelompok Kristen Jawa, sama dengan pak Lukas, sehingga mudah bagi Pak Lukas memasuki kampung Gibran dengan bantuan pak Harno.
Tengah malam itu juga, Gibran dibaptis oleh pak Lukas, dan di sumpah janji. Sehingga malam itu juga Gibran resmi menjadi penganut agama Kristiani.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments