Disebuah warung bakso Asli Wonogiri, seorang pemuda sedang sibuk melayani penjual dengan banyak pesanan. Seperti biasa, Setiap siang hari, jam makan siang, Gibran selalu di sibuk kan dengan pelanggan dari berbagai kalangan. Dan Gibran dengan cekatan memasak bakso dan meraciknya, sedangkan Joko sibuk bolak balik mengantarkan pesanan untuk para pelanggan. Setelah melewati waktu makan siang, warung sudah tidak terlalu ramai, sehingga Gibran bekerja tidak sesibuk tadi.
"Hai Gib." sapa seorang gadis yang ternyata adalah Lia.
"Eh, mbak Lia. Kapan datang dari Jogja?" tanya Gibran.
"Baru aja kok Gib, dari stasiun langsung mampir ke sini. Karena perut udah laper." kata Lia.
"Oh ya ampun. Sendirian aja mbak?" tanya Gibran.
"Iya lah, emang mau sama siapa coba?" jawab Lia.
"Ya...siapa tau kan, dijemput pacar lagi, kaya waktu itu." kata Gibran.
"Oh... engga. Kita udah putus." kata Lia datar.
"Oh...ya maaf mbak." jawab Gibran.
"Eh ya, mau pesen apa mbak?" tanya Gibran mengalihkan pembicaraan.
"Bakso jumbo Gib, kaya biasanya." jawab Lia.
"Okey mbak Lia, silakan ditunggu dulu ya mbak." kata Gibran.
"Okey." jawab Lia sambil berjalan ke tempat duduk di pojokan.
Tak lama kemudian, Gibran sudah datang membawakan pesanan Lia.
"Ini mbak, baksonya. Mau minum apa mbak? Air mineral seperti biasa?" tanya Gibran.
"Okey, makasih Gib. Iya Gib, air mineral aja." jawab Lia. Lalu Gibran ke lemari es, mengambilkan air mineral kemasan untuk Lia.
"Ini mbak minumnya." kata Gibran sambil menyajikan pesanan Lia.
"Makasih Gib."
"Sama-sama mbak."
"Ehm, Gib. Kata Tasya, beberapa waktu lalu, elo pulang ke Solo ya?" tanya Lia.
"Iya mbak. Tapi ya cuma seminggu sih. Abis itu balik sini lagi." jawab Gibran.
"Oya mbak Lia, aku udah ketemu sama pak Lukas dan Mas Nico, kata pak Luka mereka itu masih kerabat ya sama mbak Lia. Dan kata pak Lukas, pak Lukas bisa sampe di kampung ku juga karena info dari mbak Lia." kata Gibran.
"Oh, kalian udah ketemu? Iya, om Lukas itu om gue, dan bang Nico itu sepupu gue." kata Lia.
"Makasih ya mbak, karena info dari mbak Lia, akhirnya sekarang aku udah bisa baca tulis lho mbak." kata Gibran dengan bangganya.
"Beneran? Serius lo Gib?" tanya Lia ikut bahagia, dan refleks tangannya memegang tangan Gibran.
"Iya mbak."
"Syukur deh kalau gitu...gue seneng dengernya. Eh, tapi kok elo juga bisa kenal sama bang Nico sih? Bang Nico kan tugasnya di Semarang." tanya Lia heran, namun rasa herannya belum terjawab, ponsel nya berdering.
📞Om Lukas
"Halo om?"
'Halo Li, apa kamu punya nomer HP orang yang dekat sama mas Gibran? Nomernya bos nya mungkin?' tanya pak Lukas.
"Ada sih om, tapi ini kebetulan Lia lagi bareng sama Gibran juga. Kenapa om?" tanya Lia penasaran.
'Oh, ini kamu lagi bareng sama mas Gibran?'
"Iya om."
'Om mau bicara penting sama mas Gibran.' kata Pak Lukas.
"Okey om, ini orangnya."
"Gib, om Lukas nelpon, mau bicara penting sama elo." kata Lia, sambil menyerahkan ponselnya berlabel apel bekas gigitan kepada Gibran. Gibran tampak terkejut, karena pak Lukas mencarinya dan katanya penting? Sepenting apa? Batin Gibran.
"Oh, ya mbak." jawab Gibran sambil menerima ponsel Lia.
"Halo pak Lukas. Ini saya Gibran. Ada apa ya pak?" tanya Gibran.
"Mas bisa segera pulang ke Solo ga? Ini adik mas Gibran sakit di rawat di rumah sakit. Kondisinya tergolong kritis, karena katanya keracunan mas." kata Pak Lukas.
"A-apa? Masuk rumah sakit? Keracunan? Ya ya pak, saya segera pulang sekarang." kata Gibran.
"Nanti kami kabarin lagi ya mas." kata Pak Lukas.
"Baik, pak. Terimakasih banyak pak Lukas. Saya titip keluarga saya dulu ya pak." kata Gibran sambil mengakhiri panggilannya, lalu menyerahkan ponsel Lia kepada si empuny.
"Kenapa Gib?" tanya Lia kepo sambil menerima ponsel dari tangan Gibran.
"Adik saya masuk rumah sakit, katanya keracunan mbak." jawab Gibran.
"Ya Tuhan...Semoga Tuhan memberkati, mengangkat rasa sakitnya." kata Lia.
"Saya harus segera ijin sama pak Gito dulu mbak, saya harus ke Solo sekarang juga." kata Gibran dengan wajah cemas.
"Tanang Gib. Elo yang tenang, coba gue bantu pesenin tiket dulu ya." kata Lia sambil memesankan tiket kereta untuk Gibran melalui ponselnya.
"Ya mbak. Kalau begitu, saya ke pak Gito dulu ya mbak."
"Iya Gib."
Gibran mendekati pak Gito yang sedang sibuk membuat racikan bakso pesanan pelanggan.
"Ehm, pak Gito." kata Gibran dengan maju mundur ingin menyampaikan maksud tujuannya.
"Eh, ya Mas? Ada apa mas Gibran?" tanya pak Gito masih dengan aktivitasnya tanpa menoleh.
"Ehm...anu pak...barusan saya dapet kabar kalau adik saya Gendis, masuk rumah sakit pak, dan keadaannya kritis. Kalau pak Gito mengijinkan saya mau minta ijin pulang dulu ke Solo pak." kata Gibran.
"Adikmu sakit? Sakit apa mas Gibran?" tanya pak Gito.
"Kalau informasi yang saya dapat, adik saya keracunan pak." jawab Gibran.
"Keracunan? Kok bisa?"
"Ya saya juga masih belum mengerti paka penyebabnya. Ya, kalau bapak mengijinkan, ini saya mau langsung ke Solo pak." kata Gibran.
"Ya sudah, sana, kamu boleh pulang kampung dulu." kata pak Gito.
"Baik pak, terimakasih pak. Kalau begitu saya pamit ya pak." kata Gibran sambil mencium tangan Pak Gito.
Gibranpun berpamitan kepada Lia, setelah Lia memberitaukan nomer Tiket Gibran.
"Hati-hati ya Gib " kata Lia memberi pesan.
"Ya mbak."
Sepanjang jalan, Gibran sangat mengkhawatirkan keadaan adiknya, hingga dia benar-benar tidak fokus dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Pikirannya hanya Gendis, Gendis dan Gendis, dan Gibran tak henti-henti nya memohon pertolongan kepada Tuhan Yesus untuk kesembuhan adiknya. Dia amalkan do'a-do'a yang diajarkan pak Lukas padanya.
Sesampainya di stasiun Solo, Gibran langsung menuju rumah sakit tempat dimana Gendis dirawat, dengan menaiki kendaraan umum, akhirnya Gibran sampai juga di rumah sakit tujuan. Gibran langsung ke resepsionis, mencari tau ruangan tempat Gendis di rawat. Saat mengetahui Gendis di ICU, Gibran langsung menuju ke sana atas arahan petugas rumah sakit.
"Bapak..." panggil Gibran saat tiba di depan ruang ICU, dimana disana sudah banyak yang hadir di sana. Sudah ada Tini, Nico, Sutris dan pak Lukas.
"Gibran?" seketika semua kaget atas kedatangan Gibran yang terbilang cepat.
"Gimana keadaan Gendis pak?" tanya Gibran pada bapaknya.
"Syukurlah, Gendis baru saja melewati masa kritisnya. Itu ibu juga baru saja masuk." kata pak Parto.
"Terimakasih ya, semuanya, sudah menolong adik saya." kata Gibran.
"Sama-sama." jawab teman-teman Gibran serempak.
Gibranpun meminta ijin untuk masuk menjenguk kondisi adiknya. Lalu Gibran masuk ke dalam.
"Gendis..." panggil Gibran saat membuka pintu ruang ICU, yang di dalam hanya ada ibunya yang berjaga.
"Mas..." jawab Gendis dengan tatapan sayux wajah pucat dan banyak selang medis menempel di tubuhnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments