Dukun Cabul

Gibran menggedor pintu rumah ki Cipto dengan penuh amarah.

"Ki Cipto, keluar kamu!" teriak Gibran, yang menarik perhatian warga kampung sekitar yang tinggal di dekat rumah ki Cipto.

Lama tak ada sahutan dari dalam, Gibran semakin emosi, diapun mencoba mendobrak pintu berukir itu dengan paksa, namun masih sulit. Hingga datang Dikto, keponakan ki Cipto yang mendapat laporan dari temannya, bahwa Gibran datang ke rumah Ki Cipto dengan marah-marah.

"Heh, apa-apaan kamu, gedor-gedor rumah orang, malah mau ngedobrak juga, dasar orang miskin ga punya etika!" hardik Dikto.

"Diem kamu!" bentak Gibran dan menunjuk Dikto dengan penuh amarah.

"Heh, dukun cabul, keluar kamu, jangan kamu pikir kamu aman bersembunyi di dalam rumah ya. Aku sudah urus penangkapan kamu oleh polisi atas apa yang udah kamu lakukan." kata Gibran.

"Heh, jaga bicaramu, apa salah pakdeku hah?" tanya Dikto.

"Aku bilang diam, Diam! Kamu ga tau urusannya!" gertak Gibran lagi.

"Heh, kalau berurusan sama pakde ku, kamu juga berurusan sama aku!" tantang Dikto.

"Aku bilang diam, diam! Ini bukan urusanmu!" kata Gibran geram.

"Mas Gibran, tenang Polisi sudah menuju kesini." bisik Nico menenangkan Gibran.

Namum Gibran terus berusaha mendobrak pintu rumah Ki Cipto, dan akhirnya pintu itu bisa jebol juga, Gibran menemukan Ki Cipto duduk ketakutan di pojok ruangan.

"Heh, Dukun Cabul, ba*****n, kamu sudah menodai adikku, kamu harus bertanggungjawab bang***t!" umpat Gibran penuh amarah sambil mencekal kerah baju ki Cipto.

"A-apa? Ka-kamu pu-punya bukti apa menuduh ku yang sudah hamili adikmu?" kata Ki Cipto penuh rasa takut.

"Halah, ga usah berkilah! Kalau bejat tetep aja bejat, Aku percaya adikku, daripada kamu!" kata Gibran dengan melayangkan tangan kan nanya ke muka Ki Cipto.

Bugh Bugh Bugh

Beberapa kali Gibran memukuli Ki Cipto sampai babak belur. Sampai Nico berhasil menenangkan Gibran untuk meredam emosinya. Saat Gibran akan menghajar Ki Cipto lagi dengan bogem mentahnya, polisi sudah datang dengan beberapa mobil dan petugas. Polisi langsung memborgol kedua tangan ki Cipto yang sudah mengangkat kedua tangannya pasrah.

"Pak, saya ga salah. Orang ini ga ada bukti pak." kilah ki Cipto.

"Nanti saja dijelaskan di kantor." kata polisi.

"Pak Nico tolong anda segera siapkan saksi-saksi nya ya." pinta pak polisi.

"Siap pak." jawab Nico.

Setelah ki Cipto dibawa ke kantor polisi, beberapa warga berkerumun mendekati, namun tak ada satupun yang berani berkomentar.

"Kurang ajar kamu Gib! Fitnah ini semua, fitnah!" Dikto mengamuk tidak terima atas perbuatan Gibran terhadap pakdenya. Sedangkan Gibran juga membela diri demi membela kehormatan adiknya.

Gibranpun diamankan Nico dari amukan Dikto. Hingga sampai di rumahnya, Gibran mengontrol emosinya yang meletup-letup. Setelah menenangkan Gibran, ada beberapa warga yang datang ke rumah Gibran, menanyakan keadaan Gendis dan apa yang sudah dilakukan ki Cipto padanya. Ternyata warga yang datang, adalah mereka yang juga sudah pernah menjadi korban ki Cipto, dan mereka siap menjadi saksi untuk menguatkan pihak Gibran.

"Anakku juga pernah di lecehkan sama ki Cipto mas, tapi kami ga berani berbuat lebih, kami takut nanti kami yang akan di masukkan penjara, karena ki Cipto sudah mengancam anakku mas." kata seorang ibu yang menangis berterimakasih atas apa yang sudah dilakukan Gibran.

"Anakku bahkan sudah sampai melahirkan mas, tapi karena dia sudah punya pacar, jadi saya langsung nikahkan dia mas sama pacarnya." kata ibu itu lagi

"Kep***t, jadi ga cuma Gendis korbannya?" tanya Gibran.

"Engga mas, masih banyak gadis miskin di sekitar sini yang juga jadi korban. Mereka diiming-imingi bisa dapet uang banyak, mau minta apa aja di turutin, asalkan mereka mau menemani ki Cipto di malam hari mas." kata seorang ibu yang lain, yang juga menjadi saksi, karena dirinya pun Pernah dipaksa menyerahkan putrinya untuk membayar hutang-hutang nya

"Dia pantas mendapatkan hukuman itu mas Gibran." kata Ibu yang anaknya di paksa menemani dukun cabul itu tidur geram.

💕💕💕

Waktu terus berlalu, Gendis sudah kembali dibawa pulang, dan urusan Ki Cipto sudah diurus oleh Nico, pak Lukas dan teman Nico yang menjadi pengacara. Hingga sudah fix, bahwa Ki Cipto di penjara beberapa tahun lamanya karena kasus pelecehan seksual.

Satu bulan sudah berlalu, Gibran langsung kembali ke Jakarta lagi, setelah kejadian itu, karena pak Gito membutuhkannya. Selain itu, mengingat Gendis sudah akan lulus sekolah, tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sehingga Gibran memutuskan untuk kembali ke Jakarta.

Tahun ini, Gendis lulus sekolah. Malam itu, Gendis memberanikan diri untuk meminta ijin ikut merantau anak dari pakliknya.

"Pak, bu..."

"Ya?" jawab mbok Yati.

"Ehm, Gendis... Gendis mau minta ijin merantau pak, bu, boleh?" tanya Gendis.

"Merantau? Merantau kemana?" tanya pak Parto.

"Ehm...ke...Sumatra pak." jawab Gendis.

"Sumatra? Jauh sekali nduk?" tanya pak Parto.

"I-iya pak. Tapi, kata mbak Lastri, nanti kalau Gendis mau ikut ke sana, Gendis akan dapet upah yang banyak pak, bisa buat bangun rumah kita ini pak, jadi bangunan tembok." kata Gendis.

"Kalau sejauh itu, bapak tidak berani memutuskan nduk." kata pak Parto.

"Ibu juga ga berani."

"Lha terus?"

"Lha emang kamu mau kerja apa to nduk?" tanya mbok Yati.

"Ijazahmu kan cuma SMP to nduk. mau kerja apa kamu nanti?" tanya mbok Yati ragu.

"Kalau kata mbak Lastri, Gendis disuruh momong anaknya mbak Tika bu, mbak Tika anaknya paklik Riyadi. Suami mbak Tika kan kerja di kelapa sawit bu, gajinya gede. Mbak Tika juga mau kerja ikut suaminya, Makannya Gendis ditawarin untuk mengurus anak-anaknya bu." kata Gendis.

"Iya, ibu ngerti. Tapi itu jauh nduk, Sumatra itu harus nyebrang laut. Nanti kalau kamu kenapa-napa, kejadian kaya dulu terulang lagi, gimana?" kata mbok Yati.

"Ibu tenang aja to bu, Gendis merantau kan juga ga sendiri bu, Gendis kan ikut paklik sama anak-anaknya juga." kata Gendis.

"Ya wis, tapi nanti ibu sama bapak bilang dulu sama masmu ya." kata mbok Yati.

"Yah, bu. Kalau minta ijin sama mas Gibran, pasti ga diijini to bu." keluh Gendis.

"Lha yo gimana, mau berangkat apa tidak?" tawar mbok Yati.

"Iya. Hem..." Gendis menjawab dengan kecewa.

"Ya sudah, sudah malam. Istirahat aja dulu, besok baru tanya mas Gibran." kata mbok Yati.

"Yah...bu... " keluh manja Gendis sambil merajuk ibunya.

"Sudah sana, sudah malam. Tidur saja dulu." kata mbok Yati, dan di anggukan oleh pak Parto.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!