15

" Lain kali kalo di bully lawan balik jangan cuman diem." Ucap Pramu gemes.

Sava seketika merenggut kesal ketika Pramu mengacak acak rambutnya karena gemas. Tak hanya itu Pramu juga mencubit pipi dan hidungnya hingga memerah. Sava tau Pramu jika sudah begini artinya ia kesal namun tak berani memarahi dirinya.

...

" Gak usah acak acak rambut, gue." Ucap Sava kesal.

" Giliran sama si bangsat ngomongnya pakai aku kamu-an, dasar bocil kematian." Pramu menarik pipi Sava agak keras hingga pipi putih mulus itu memerah.

" Argh Pramu sialan. Sakit udin." Sava menatap tajam Pramu seraya mengusap pipinya. Untung dirinya sedang sakit jika tidak sudah dipastikan rambut Pramu akan habis ia tari hingga botak.

Dyra yg menjadi penonton keduanya hanya menggeleng melihat tingkah keduanya. Mereka terlihat seperti pasangan yg satunya perhatian dan yg satunya gengsian. Sungguh ironis.

" Pram! gue titip Sava bentar. Gue mau ke toilet yg ada diluar sekalian mau liat Jihan udah dateng apa belum." Pramu dengan cepat mengangguk. Ini adalah yg ia tunggu dari tadi , bisa berduaan dengan Sava .

Setelah kepergian Dyra, Pramu menarik kursi agar lebih dekat dengan ranjang Sava. Suasana tegang seketika datang menerpa bak badai kencang. Wajah datar Pramu ditambah tatapan dalamnya membuat Sava menelan kasar Salivanya.

" Ng....Ngapain liatin gue kayak gitu?" Tanya Sava.

Wajah Pramu seketika berubah menjadi ingin menangis dengan mata berair. Jika sudah begini Sava tau apa yg terjadi meskipun Pramu tak memberitahunya.

" Di telpon Kak Adlin?" Pramu mengangguk dan menenggelamkan wajahnya di lengan Sava .

" Ngomong apa?" Sava mengusap kepala Pramu dengan tangan yg tak terpasang infus. Terasa sedikit keram karena terlalu lama tak digerakkan.

Pramu menggeleng dan semakin mendusel dilengan Sava. Pramu tak ingin bicara ia takut jika Sava akan menyetujui perkataan Kakaknya dan ia tak mau itu terjadi.

Pramu mendongak dan menatap Sava dengan mata memerah.

" Jangan kembali." Sava terdiam sesaat. Ia berusaha mencerna ucapan Pramu.

" Gue gak mau Lo kembali dan terluka." Ucap Pramu sungguh sungguh.

Sava terkekeh pelan dan mengusap pelan rambut Pramu.

" Gue gak akan terluka. Gue kan strong women." Canda Sava.

"Iih gue serius." Rengek Pramu dengan mata yg semakin memerah.

" Haha. Iya iya udah tidur. Lo belum istirahatkan?" Sava membawa kepala Pramu pada lengannya dan mengusapnya dengan lembut agar pemuda itu nyaman.

" Gue sayang Lo." Ketika melihat Pramu yg sudah mulai terlelap Sava juga ikut memejamkan matanya dan menyusul Pramu ke alam mimpi.

Ceklek

" Sav...Hmmm" Dyra menyumpal mulut Jihan dengan tangannya ketika melihat Pramu dan Sava yg tertidur dengan posisi Sava bersandar pada ranjang dengan tangan menepuk pelan kepala Pramu dan Pramu yg menenggelamkan wajahnya di lengan Sava.

" Shutt." Jihan mengangguk dan mengancing mulutnya menggunakan tangan.

" Gue berasa liat pasutri." Bisik Jihan.

" Makin kesini gue makin yakin kalo mereka ada hubungan." Dyra memperhatikan keduanya yg terlihat seperti sepasang kekasih.

" Lo ngapain?" Tanya Dyra sedikit berbisik ketika melihat Jihan memfoto kedua insan itu.

" Buat bukti siapa tau berguna." Ucap Jihan.

.....

" Enghh."

Sava membuka matanya perlahan ketika sinar mentari menerpa ringan wajahnya. Ia melihat kesamping dan mendapati Dyra yg sedang memanaskan bubur untuknya.

" Pagi." Ucap Sava dengan suara berat.

" Pagi too. Ayo gue bantu buat bersihin badan, Lo."

" Lo gak sekolah?" Tanya Sava ketika melirik jam yg menunjukkan pukul 08.00 pagi.

" Kalo gue sekolah yg jagain Lo siapa?" Ucap Dyra sembari membersihkan tubuh Sava menggunakan kain basah.

" Gue bisa sendiri, Dyr."

" Dan gue bisa jagain Lo. " Ucap Dyra menarik kursi dan bersiap menyuapi Sava bubur.

" Buka mulut!!" Sava saat ini hanya bisa pasrah. Ia bagaikan seorang anak yg takut dimarahi ibunya dan hanya bisa menurut.

Dengan telaten Dyra menyuapi Sava hingga buburnya sisa sedikit.

" Gue mau main ponsel." Pinta Sava.

" Lo lagi sakit jadi gak ada main ponsel." Tolak Dyra.

" Gue udah sehat. Lagian tangan gue gak patah sampai gak bisa main ponsel."

" Lo harus banyak istirahat biar cepet sembuh." Ucap Dyra lembut.

" Tapi gue mau main ponsel. Gak lama deh 5 menit ." Mohon Sava dengan menunjukkan lima jarinya.

Dyra menghela napas pasrah. Lebih baik ia mengalah daripada berdebat dengan Sava yg tak ada ujungnya.

" Ok 5 menit gak boleh lebih." Sava dengan cepat mengangguk semangat dan tersenyum lebar.

Tak lama kemudian.

Tok tok tok

Dyra melirik pintu ruangan yg diketuk dan melihat Sava yg tak terusik sama sekali.

Dyra berjalan mendekat dan membuka pintu. Ia tersentak kala mendapati Abian yg berdiri kokoh di tengah tengah pintu dengan buah ditangannya.

" Boleh gue masuk?" Dyra sedikit heran apakah manusia didepannya ini Abian yg biasanya tak pernah menanyai lawan bicaranya jika hal itu tak penting menurutnya.

" Boleh masuk aja." Dyra membuka lebar pintu ruangan Sava dan mempersilahkan Abian untuk masuk.

" Eh!!" Sava terkejut ketika ponselnya ditarik secara tiba tiba .

" Orang sakit gak boleh main ponsel." Ucap Abian.

" Gue udah sehat. Sini balikin ponselnya." Ucap Sava dan mendapat tatapan tajam dari Abian.

" Gue? Kau ingin hukuman, baby?" Suara berat Abian sesaat membuat Sava terpesona. Ingat hanya sesaat.

" Gu...Maksudnya aku udah sehat jadi siniin ponselnya."

" Gak ada main ponsel untuk hari ini." Abian menyimpan ponsel Sava di saku celananya hingga membuat Sava mendengus kesal .

" Dyraaa." Rengek Sava melihat Dyra dengan tatapan memohon.

" Bener kata Abian Lo gak boleh main ponsel sampai bener bener sembuh."

" Lo semua gak asik!!." Rajuk Sava melipat tangannya.

" Kalo ada Pramu pasti gue dibolehin main ponsel." Lirih Sava pelan.

Namun tanpa sadar Abian mendengar lirihan gadisnya dan hal itu seketika membuatnya geram.

" Gak usah sebut nama pria lain, aku gak suka." Delik Abian sembari menyodorkan buah yg sudah ia potong.

" Siapa?" Tanya Sava pura pura tak tau dan menerima suapan Abian.

" Gak ada." Pasrah Abian tak mau memperpanjang masalah.

Sava terus saja memperhatikan Abian yg menyuapinya dengan serius hingga membuat telinga pemuda itu memerah.

" Kok telinga kamu merah?" Polos Sava dan mengundang tawa Dyra.

" Panas." Elak Abian.

" Ac nya rusak ya? " Tanya Sava menatap Dyra.

" Perasaan gak deh." Jawab Dyra.

" Kamu demam?" Sava menempeli telapak tangannya di kening Abian.

" Gak panas." Jawab Sava membandingkan dengan suhu tubuhnya.

" Aku gak papa." Abian menurunkan telapak tangan gadisnya dan menggenggamnya erat.

" Jangan sakit. Aku gak mau liat kamu sakit kayak gini."

Dyra seketika merinding sekaligus merasa baper mendengar ucapan romantis dari manusia yg mendapat julukan Prince Ice disekolah mereka. Ternyata cowok dingin kalo udah romantis damage nya gak ngotak.

" Kan aku gak minta sakit. Lagian mana ada orang minta sakit."

Dyra tersenyum tertekan mendengar ucapan kelewat polos sahabatnya. Sungguh tidak bisa diajak romantis.

" Aku tau. Tapi yg pasti aku gak mau kamu sakit. Emang kamu mau sakit ?"

" Ya enggaklah. Orang setress kali yg mau sakit."

" Pinter. Jadi kamu harus nurut sama dokter sampai sembuh." Abian mengusap pelan hidung Sava hingga membuat Sava tersipu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!