Diruangan dengan pencahayaan yg temaram. Seorang gadis sedang sibuk menempelkan sesuatu di papan yg terlihat seperti mading.
Gadis itu menautkan sebuah tali berwarna merah untuk menyambungkan poto yg sudah ia tempel dengan poto yg lainnya.
" SMA Cendrawasih."
Setelah berkata demikian gadis itu menutup papan tadi dengan kain berwarna hitam. Misinya kali ini harus berhasil. Jika keluarganya tidak bisa menemukan pelaku yg sebenarnya maka ia sendiri yg akan menemukannya.
....
Sava mengerutkan dahinya ketika melihat Manda membuka lokernya diam diam. Kenapa gadis itu ada disini pikir Sava. Bukankah kelas gadis itu sedang olahraga dilapangan.
Tadinya Sava kebelet untuk ke toilet. Hingga dengan terpaksa ia izin untuk menuntaskan hajatnya. Namun matanya melihat hal yg menarik saat hendak kembali kedalam kelas. Dimana disana Manda sedang celingukan melihat sekitar dan diam diam membuka lokernya.
Beberapa menit kemudian Manda meninggalkan lokernya. Namun ekspresi yg ditunjukkan oleh Manda membuat jiwa keponya mencuat seketika. Apa yg gadis itu sembunyikan?
Meskipun rasa keponya lebih tinggi namun ia masih tau batasan untuk tidak mengusik privasi orang lain. Kecuali jika orang itu sudah mengusik privasinya maka ia akan mengusik balik.
" Kira kira Manda nyembunyiin apa ya? " Sava mengetuk dagunya seolah berpikir.
" Ihh gue kepo. Tahan Sav tahan. Jangan sampai Lo nekat buka loker orang. Ingat itu Privasi orang." Ucapnya pada diri sendiri.
" Udahlah mending balik kelas. Dari pada nanti gue khilaf buka loker orang." Sava akhirnya memutuskan untuk kembali ke kelasnya agar rasa keponya tak semakin tinggi.
" Lo kemana aja, Bocil." Tanya Jihan.
" Lama banget ke toilet doang. Bu Rita udah keluar kelas. Mampus Lo gak dikasih nilai." Tambah Jihan menakuti Sava.
" Beneran?" Tanya Sava kaget.
" Beneran lah. Makanya jangan singgah kemana mana ."
Mata Sava sudah berkaca kaca. Bagaimana nasib beasiswanya jika Bu Rita tak memberinya nilai. Apa beasiswanya akan dicabut. Tidak Sava tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
Dyra menggelengkan kepala melihat keusilan Jihan yg hampir membuat Sava menangis. Jihan memang sesekali harus diberi pelajaran agar tak keterusan menjahili bocil mereka.
" Jangan dengerin, Jihan. Bu Rita tadi cuman ngasih tugas doang buat dikumpul minggu depan." Ucap Dya. Sava menatap Dyra dengan mata berair sedangkan Jihan sudah tertawa sembari memegangi perutnya.
" Jihan jahat banget sih." Adu Sava menghapus air matanya.
" Haha. Maaf ya Cil. Lo lucu soalnya kalo nangis." Sava menatap kesal Jihan. Mana ada orang lagi nangis dibilang lucu. Rada gesrek memang sahabatnya satu ini.
" Sialan." Umpat Sava lirih namun masih bisa didengar oleh telinga tajam Jihan.
" Heh. Bocil gak boleh ngomong kasar." Sentak Jihan menatap tajam Sava.
" Gue bukan bocil, ya. Gue udah gede liat nih." Sava membusungkan dadanya seolah memberi tahu Jihan jika ia mempunyai dada yg lumayan besar.
" Bocil mana ada punya dada kayak gini." Sambungnya dan mendapat delikan tajam oleh kedua sahabatnya.
" Mulutnya." Sava menggaruk tengkuknya yg tak gatal ketika mendapat tatapan setajam silet dari Dyra.
" Hehe. Diajarin Jihan, Dyr. Katanya kalo udah gede itu tandanya punya dada besar." Ucap Sava polos.
Jihan yg namanya disebut seketika melotot dan langsung menatap Dyra dengan cengiran khasnya.
" Bohong si bocil , Dyr. Mana ada gue ajarin kayak gitu. Suer." Jihan mengacungkan dua jarinya untuk meyakinkan Dyra.
" Mana ada gue bohong. Kan Lo yg bilang ke gue kemaren. Gimana sih." Sava melipat kedua tangannya dan mengerucut kesal.
Aww
" Sesat Lo." Jihan memekik kesakitan kala telinganya ditarik oleh Dyra.
" Gak usah ngomong kotor kalo sama, bocil. Nanti dia ikutan sesat kayak, Lo."
" Iya. Aduh lepasin dulu telinga Gue." Dyra masih senantiasa menarik kuping Jihan hingga tampak kemerahan.
" Sekali lagi Lo ngomong kotor sama Sava. Gue mutilasi Lo." Jihan mengelus telinganya yg terasa panas akibat tarikan maut Dyra.
Si bocil emang nyusahin. Perlu di rasukin otaknya biar polosnya ilang. Eh? Jihan menggeleng menghilangkan pikiran kotornya Bisa habis ia di bantai Dyra jika hal itu terjadi.
Sava menatap malas keduanya. Ia memilih duduk di bangkunya sebelum sebuah suara menghentikan gerakannya dan menarik antensi seluruh kelas.
" Sava." Suara serak dan berat masuk kedalam gendang telinga Sava. Sava seketika menelan kasar Saliva nya ketika suara itu begitu ber damage ditelinganya.
*AAAA DEMI APA ABIAN LAGI LAGI KEKELAS KITA.
KAYAKNYA GUE BAKALAN DAPAT JACKPOT PULANG INI.
MAK MANTU NYASAR KESINI.
GILE SUARANYA BIKIN RAHIM GUE HANGAT.
ALAH ALAY LO SEMUA.
KALAH GANTENG BILANG BOS*.
Dyra dan Jihan seketika memasang wajah datar mereka ketika tau siapa pemilik suara tersebut. Mereka berdiri didepan Sava agar Sava tak dapat melihat sosok Abian.
" Kayak kenal suaranya." Ujar Sava mengetuk dagunya.
" Tapi siapa ya? Eh!! Abian?." Monolognya. Sava berusaha mengintip dari sela tubuh kedua sahabatnya. Dan yap. Bisa ia lihat jika itu tadi memang suara dari ketua Black Wolf.
" Minggir." Suara dingin Abian berhasil membuat para siswi terdiam dan mundur perlahan. Namun tidak untuk dua gadis yg tetap berdiri kokoh ditempatnya.
Ayolah suara dingin Abian itu sangat menyeramkan ditambah dengan tatapan tajamnya itu. Behh. Para musuh saja gemetar dibuatnya bagaimana dengan mereka yg hanya murid biasa yg hanya bisa menjadi beban keluarga.
" Apa mau , Lo?" Tanya Dyra dengan raut datar.
" Mending Lo pergi. Kehadiran bikin berisik." Usir Jihan .
" Gue gak ada urusan sama Lo berdua. Minggir!!." Tekan Abian pada akhir ucapannya.
" Lo...." Ucapan Jihan terpotong kala Sava menyembulkan kepalanya.
" Abian? Ngapain?" Sava berdiri didepan kedua sahabatnya dengan mengangkat sebelah alisnya.
" Kantin."
" Ha?" Ayolah Sava bukanlah seorang ilmuan hingga bisa mengerti ucapan Abian. Dyra menepuk jidatnya melihat wajah polos Sava yg kebingungan.
" Kantin bareng." Jelas Abian.
"Oh. Bilang dong dari tadi. Lain kali kalo ngomong jangan disingkat Gue gak ngerti." Sava mengangguk setelah mengerti maksud ucapan Abian.
" Hm."
" Eh. Emang udah istirahat?" Tanyanya lagi.
" Jamkos."
" Emang boleh?"
" Siapa yg berani ngelarang, hm?"
Dyra dan Jihan mendelik tak suka. Memang siapa yg berani melarang seorang ketua Black Wolf sekaligus cucu dari pemilik sekolah.
" Sombong." Cibir Sava.
Abian seketika terkekeh melihat wajah menggemaskan gadis didepannya yg hanya sebatas bahunya itu.
*AAAA
MANIS BANGET
PANTES GULA DIRUMAH GUE ABIS. MANISNYA DI AMBIL ABIAN SEMUA.
ABIAAN SENYUM LO MANIS BANGET*.
Abian merasa telinganya pengang karena teriakan membahana para siswi dikelas Sava. Dengan cepat Abian menarik tangan Sava keluar kelas.
" Eh. Mau Lo bawa kemana bocil gue." Teriak Jihan.
" Abian bangsat." Umpat Dyra.
Dengan cepat mereka menyusul Sava yg ditarik oleh Abian. Tak akan mereka biarkan ketua Black Wolf itu menyakiti sahabat mereka.
Bukan tak percaya. Hanya saja mereka tau bagaimana liciknya geng itu dan bagaimana kejamnya Abian pada orang yg berani mengusiknya. Mereka tak ingin jika Sava bernasib sama dengan para musuh Abian.
Mereka yakin jika Abian mempunyai maksud tersembunyi mendekati Sava. Lantas kenapa Abian bisa tiba tiba mendekati Sava hanya karena tabrakan yg tak disengaja di parkir hari itu. Satu sekolah juga tau jika Abian tak pernah dekat dengan gadis manapun. Jangankan mendekat. Mendekat aura menyeramkan Abian sudah membuat nyali para gadis ciut.
Lalu kenapa Abian bisa tiba tiba mendekati Sava. Bukankah hal itu patut dicurigai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments