Bel pulang sudah berbunyi 5 menit yg lalu. Namun Sava dan kedua sahabatnya masih bergulat dengan buku mereka.
" Gue udah selesai." Ucap Dyra meregangkan otot ototnya yg terasa kaku.
" Akhirnya. Tangan gue rasanya mau putus." Sambung Jihan meregangkan otot jari jarinya.
" Udah belum, Cil?" Tanya Jihan yg melihat Sava menulis dengan gerakan cepat namun anehnya tulisannya tetap rapi.
" Dikit lagi." Kata Sava seraya menulis ngebut seakan mengejar sesuatu.
" Akhirnya." Sambungnya ketika tulisannya selesai. Sava dengan cepat membereskan alat tulisnya agar kedua sahabatnya tak menunggu lama.
" Ayo." Ajak Sava.
Mereka berjalan sambil bercerita untuk mengusir rasa sepi yg menyapa. Karena sekolah yg memang sudah sepi karena bel pulang sudah berbunyi.
Ditengah jalan Sava tiba tiba berhenti. Dan hal itu membuat guratan kecil di kening Jihan dan Dyra.
" Gue kebelet." Ucap Sava sembari menahan rasa ingin buang air kecilnya.
" Hadeh bocil. Ayo kita temenin. Entar Lo ilang lagi di culik penunggu WC." Celetuk Jihan.
" Gak usah Gue sendiri aja."
" Kalian tunggu di parkiran aja." Sava sedikit berteriak karena dirinya yg sudah berlari menjauhi kedua sahabatnya.
" Si bocil."
" Udah kita tunggu di parkiran aja." Ajak Dyra.
Akhirnya mereka berdua menunggu Sava di parkiran sembari memainkan ponsel untuk menghilangkan rasa bosan yg menerpa.
Jihan mulai merasa khawatir. Ia menatap gedung sekolah berharap seseorang yg mereka tunggu segera muncul. Namun sudah hampir 30 menit Sava belum juga datang.
Terhitung sudah hampir 15 panggilan yg dilakukan Dyra dan Jihan namun tidak satu pun di jawab. Rasa khawatir serta takut semakin menghantui mereka. Mereka bertatapan sejenak dan berlari ke gedung sekolah untuk mencari Sava.
Jihan sudah berteriak histeris ketika melihat keadaan Sava yg tak sadarkan diri dilantai toilet dengan luka lebam di sudut bibirnya tak hanya itu darah yg telah mengering di hidungnya dengan seragam yg basah. Membuat Sava terlihat sangat mengenaskan.
" SAVA." Jihan langsung memangku kepala Sava dan menepuk wajahnya berharap gadis itu akan sadar.
" Hiks. Kenapa jadi gini." Air mata seketika meluruh dari pelupuk mata kedua gadis itu ketika melihat salah satu sahabat mereka terkapar tak berdaya.
" Han, Tenang kita harus segera bawa Sava kerumah sakit." Dyra berusaha tenang. Karena jika ia ikut panik seperti Jihan tak akan ada orang bisa berpikir jernih pada kondisi saat ini.
Dyra segera mengeluarkan ponselnya dan menelpon seseorang. Jihan masih berusaha membangunkan Sava. Namun Sava tak kunjung bangun.
Bibirnya yg pucat membuat rasa takut menerjang Jihan tiba tiba apalagi ketika merasakan napas Sava yg mulai melemah.
" Dyr. DYRA NAPAS SAVA MELEMAH. HIKS."
Dyra memeriksa napas Sava dan benar napas Sava mulai melemah.
" SAVA." Kedua gadis itu menoleh dan mendapati Pramu mendekati mereka dengan wajah panik. Pramu yg tak sengaja lewat di depan toilet perempuan tak sengaja mendengar suara tangisan.
Awalnya ia kira suara hantu namun ia kembali memperjelas pendengarannya dan mendengar suara teriakan Jihan yg mengatakan jika napas Sava melemah. Rasa panik dan takut tiba tiba merasuk ke hatinya dengan cepat Pramu berlari dan betapa kagetnya ia ketika melihat Sava yg tak sadarkan diri di pangkuan Jihan dengan kondisi mengenaskan.
Dunianya terasa berhenti melihat keadaan Sava. Air matanya ingin merembes keluar namun sekuat tenaga ia tahan. Yang terpenting saat ini adalah keselamatan Sava.
" Apa yg terjadi?"Pramu membawa Sava dalam gendongannya dan segera berlari keluar area toilet.
" Kita juga gak tau."
Tujuan mereka saat ini hanya satu . Yaitu rumah sakit. Pramu menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Pikirannya seketika kacau ia harus segera membawa Sava kerumah sakit. Sava harus baik baik saja jika tidak ia tak akan memaafkan dirinya sendiri.
....
" Kalian tunggu di parkiran aja." Sava sedikit berteriak karena dirinya yg sudah berlari menjauhi kedua sahabatnya.
Sava dengan cepat masuk kedalam salah satu bilik toilet untuk menuntaskan hajatnya yg sudah di ujung tanduk.
" Leganya." Sava mencuci tangannya di wastafel dan sesekali bercermin memperbaiki rambutnya.
Sampai sosok seseorang dibelakangnya berhasil mengentikan aktivitasnya. Sava berbalik dan menatap datar orang itu.
Apa yg perempuan ini lakukan bersama para antek anteknya di jam pulang sekolah seperti ini.
" Lihat siapa yg datang!! Wanita ****** yg gatel sama pacar orang." Ucap Amanda sarkas.
" Gak tau diri banget sih. Kalo gue pasti udah malu banget deketin pacar orang." Tambah Sila menambahkan minyak kedalam api.
" Orang urat malunya udah hilang. Pantes malunya ilang. Gak punya harga diri ya?" Sambung Vanti.
Namun Sava tak terpancing. Sava masih bersikap tenang membiarkan mereka mengeluarkan kotoran dari mulut mereka.
Bukankah anjing akan selalu menggonggong dan membuang kotoran disembarang tempat?
" Gak punya mulut ya, Lo." Manda menarik rambut belakang Sava hingga kepala Sava mendongak.
Shh
" Bisu kali." Tambah Vanti.
" Lo udah gue kasih tau . Jangan deketin Abian tapi Lo gak denger juga. Emang dasarnya Lo itu cewek murahan yg punya harga diri."
" Pacar? Siapa yg pacar Lo? Abian? Bukannya cuman Lo yg ngaku ngaku." Jawab Sava tak takut sama sekali.
Amanda yg geram karena Sava berani menjawabnya lantas menarik kuat rambut Sava hingga rontok.
" Jangan mentang mentang gak ada yg berani bully Lo. Gue harus takut sama Lo. Lo gak lebih dari sebuah debu di bawah kaki gue."
" Lebih tepatnya kotoran di rumah gue lebih berharga dari Lo." Balas Sava lagi.
Bugh
Plak
Amanda melotot kala Vanti tanpa tiba tiba memukul wajah Sava dan menamparnya hingga Sava jatuh tersungkur.
" Lo gila !! Kita cuman nakutin dia doang." Bentak Manda.
" Lambat. Tangan gue udah gatel." Balas Vanti cuek.
" Gak seru dong kalo kita cuman nakutin doang. " Tambahnya.
Manda lantas tersenyum miring dan menatap sinis Sava. Akhirnya mereka memukul Sava dan menyiramnya dengan air sisa pel hingga seragam Sava basah.
Tak hanya itu mereka juga membentur kepala Sava ke dinding toilet dan kembali menyiramnya dengan air.
" Udah. Biarin dia disini sampai mati." Desis Manda.
" Bener. Akhirnya dendam gue terbalas." Ucap Sila yg memang sudah geram dengan Sava.
" Buruan pergi sebelum ada yg datang." Vanti segera keluar di ikuti oleh kedua sahabatnya dan membiarkan Sava dengan kondisi yg mengenaskan didalam toilet.
Sava mendesis pelan kala rasa sakit menghantam kepalanya dengan darah keluar dari hidungnya. Kepalanya terasa berputar ia berusaha bangkit namun gagal hingga kegelapan menjemputnya.
.....
Pramu terus berjalan mondar mandir hingga membuat Jihan jengah melihatnya. Mereka berdua menunggu Dokter keluar untuk memastikan keadaan Sava. Sedangkan Dyra pergi ke kantin rumah sakit karena Jihan yg meminta makanan.
" Bisa gak sih Lo duduk diem. Pusing Gue liat Lo."
" Gak usah liat " Ucap Pramu cuek. Ia masih mondar mandir seraya menatap khawatir ruangan didepannya.
" Gimana Gue gak liat kalo Lo aja didepan gue." Sungut Jihan. Pramu akhirnya pasrah dan duduk tak jauh dari Jihan.
" Setress." Cicit Jihan dan memainkan ponselnya.
Ceklek
Pramu lantas berdiri dari duduk ketika pintu ruangan dibuka begitu juga dengan Jihan.
" Bagaimana keadaannya." Tanya Pramu.
" Ia Dok. Temen saya baik baik aja kan Dok."
" Jawab Dokter." Bentak Pramu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments