Jarum jam sudah menyentuh angka sepuluh, tapi aku masih setia mematut pantulan diri di depan cermin. Menatap gambaran wajah yang lumayan cantik meski pipi terlihat chubby.
Bukan narsis, tapi semenjak menikah, penampilanku memang lebih baik. Kulit lebih putih dan lebih sehat, rambut pun lurus dan mengkilap, tidka kering seperti dulu. Mungkin, karena perawatannya lebih teratur. Selain itu, aku tidak pernah bekerja keras seperti dulu lagi.
"Harusnya aku bersyukur punya suami seperti Mas Alfa. Dia menyayangiku dan memperlakukanku seperti ratu. Tapi ... aku bodoh," gumamku sambil menggeleng-geleng.
Setelah mendengar perbincangan Mas Alfa dan Bu Mirah tadi sore, hatiku benar-benar sesak. Aku ingin mencintai Mas Alfa seutuhnya, tapi kenapa begitu sulit?
Sebenarnya apa yang membuat Kendrick terus ada dalam ingatanku? Matanya yang hijau, rambutnya yang cokelat terang, atau rahangnya yang ditumbuhi bulu-bulu tipis itu? Ahh, apa aku sama seperti Ibu, yang terobsesi dengan sosok ala-ala Yunani?
"Sadar, Athena, dia itu cuma bagus di fisik aja, enggak di hati. Apa yang bisa diharapkan dari lelaki seperti dia? Apa mau seumur hidup cuma jadi simpanan?" Kupegangi kepala yang sedikit pening, lalu kuembuskan napas berulang kali, berharap beban juga ikut menguar bersamanya.
Andi saja tahu akan seperti ini akhirnya, aku tak akan pernah dekat-dekat dengan Kendrick. Atau kalau perlu tidak usah bertemu sekalian. Jujur, aku sangat menyesal pernah mengukir bersamanya. Ternyata menghapus kenangan dan perasaan, tak semudah saat aku menguntainya dulu.
"Sekarang udah kepalang tanggung untuk mundur. Kami udah menikah dan Mas Alfa cukup banyak berkorban untukku. Yang bisa kulakukan sekarang hanya memperbaiki semua ini." Aku lantas menunduk, menatap dan mengusap perut yang tampak rata.
"Ya, aku akan siap hamil anak dia," sambungku sesaat kemudian.
Aku tidak tahu itu akan membantuku mencintai Mas Alfa atau tidak, tapi ... apa lagi yang bisa kulakukan? Melepaskan dia, terus menjadi orang ketiga dalam pernikahan Kendrick? Ahh, itu sangat buruk. Atau ... mundur dan menjanda. Memangnya di kemudian hari yakin ada yang mencintaiku seperti Mas Alfa? Yakin aku bisa mencintai orang lain tanpa dibayang-bayangi Kendrick?
"Sayang, kamu belum tidur?"
Suara Mas Alfa sedikit mengejutkan. Rupanya lamunanku terlalu larut, sampai-sampai tak mendengar suara pintu yang dibuka.
"Aku menunggu kamu, Mas," jawabku, tak lupa sambil mengulas senyuman lebar.
"Kan aku udah bilang, mau ngurus kerjaan dulu sama Papa, sampai malem. Kamu jadi ngantuk dong nungguin aku." Mas Alfa duduk di sebelahku, sembari mengusap rambutku dengan lembut.
Kutatap matanya dengan lekat, sebagai bentuk ungkapan dari bermacam hal yang kurasakan, yang tak mampu kuucap secara lisan.
"Kenapa, hmm?" tanyanya.
Aku menggeleng pelan, "Nggak apa-apa, cuma ... kepikiran sama satu hal aja."
"Apa itu?"
"Diam-diam ... aku pengin punya anak," jawabku. Namun, entah mengapa dia malah terdiam, sampai kupanggil ulang baru ia tersadar.
"Mama ada ngomong apa sama kamu?" Suara Mas Alfa sedikit tertahan.
"Mama nggak ngomong apa-apa. Memangnya kenapa, kok ... Mas Alfa nanya gitu?" tanyaku berpura-pura.
Yah, andai saat ini ada audisi casting untuk pemain antagonis yang penuh tipu muslihat, mungkin aku bisa masuk jadi kandidat, karena setiap hari sudah terlatih untuk berpura-pura dan berdusta.
"Ya nggak apa-apa sih, Sayang, cuma heran aja, kok tiba-tiba kamu pengen punya anak? Bukannya kemarin-kemarin masih mau berdua dulu?"
"Ini gara-gara kita ke rumah Ibu tempo hari. Aku melihat Mbak Yuna hamil besar, jadi ikutan pengin. Bahagia kayaknya kalau nanti ada buah hati di antara kita," jawabku, dengan kepura-puraan lagi.
"Kamu yakin?"
Kulihat tatapan Mas Alfa berbinar. Aku yakin dia sangat bahagia dengan ucapanku barusan.
"Yakin, Mas." Aku mengangguk dan meyakinkan dia bahwa perkataanku tadi bukan sekadar candaan.
Tanpa bicara lagi, Mas Alfa langsung memelukku dengan erat. Kurasakan napasnya menyembur hangat di pundak, yang saat ini terbuka lebar karena yang kukenakan hanya gaun tidur tanpa lengan.
"Terima kasih banyak, Sayang. Aku sangat terharu mendengar keinginanmu ini," bisiknya tepat di dekat telingaku.
"Jangan bilang makasih, Mas, karena seharusnya aku yang ngomong gitu. Makasih d
udah mencintaiku setulus ini, mau bersabar demi kenyamananku."
"Sayang, jangan bilang gitu." Mas Alfa melerai pelukan, kemudian menatapku sambil menggenggam kedua bahu. "Aku mencintaimu, sudah tentu prioritasku adalah kebahagiaanmu," sambungnya.
Aku tersenyum, merasa sangat beruntung punya suami sebaik dia. Namun, juga terselip rasa bersalah karena ingat bahwa kebaikan itu belum kubalas.
Demi menepis rasa bersalah itu, aku berinisiatif memulainya lebih dulu. Setelah selama ini, aku lebih banyak pasif.
Dari beberapa artikel yang pernah kubaca, terkadang laki-laki juga ingin pasangannya yang berperan aktif. Itu sebabnya malam ini aku akan mencobanya. Mana tahu dengan begitu aku bisa membuatnya bahagia, ya meski belum sebanding dengan pengorbanan yang ia lakukan untukku.
Di luar dugaan, ternyata dengan begitu aku malah bisa merasakan keberadaan dia seutuhnya.
"Untuk pertama kalinya aku bisa merasakan ini, Mas," batinku di tengah permainan yang belum usai.
Setelah tiga bulan lamanya, malam ini aku benar-benar menerima dia. Bukan bayangan Kendrick lagi yang menjadi tokoh utama, melainkan Mas Alfa sendiri. Aku bisa terpancing dan menikmati apa yang kami lakukan, tanpa harus melibatkan bule itu.
Satu langkah lebih baik atas pernikahan yang kujalani.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
ria
semangaat athena alfa..
bahagia selalu😘😘
2023-04-25
0
Kendarsih Keken
semua harus di awali dngn kesungguhan hati jngn ada kepura pura an lg
2023-04-11
1
rutia ningsih
klau sampai alfa tersakiti awas kmu thorrr tak blok akunmu🤣🤣
2023-04-10
2