Sejak kejadian pada hari itu, Kendrick tak pernah lagi datang ke toko. Dia juga tidak menggunakan momor lain untuk menghubungiku. Sepertinya, dia setuju jika hubungan kami benar-benar berakhir. Tidak ada interaksi lagi dan kembali menjadi orang asing.
Hari-hariku pun rasanya lebih tenang. Meski kuakui cinta dan rindu itu masih ada, tapi aku bisa mengalihkannya pada kegiatan lain.
Sedangkan untuk Mas Alfa, aku sudah nyaman ngobrol dengannya. Dia pun makin hari perhatian dan kepeduliannya makin besar. Namun, belum bisa menyentuh ruang hatiku yang paling dalam.
Selama lima bulan berlalu ini, hubungan yang kujalani dengannya masih tanpa cinta. Kendati begitu, tak ada sedikit pun niat dalam hatiku untuk selingkuh. Setiap waktu, aku selalu belajar untuk mencintainya.
'Aku sudah ada di bandara.'
Satu pesan masuk dari nomor Mas Alfa ketika ponsel kembali kuhidupkan.
Barusan ponsel memang kumatikan karena dalam penerbangan. Ya, saat ini aku sedang dalam perjalanan pulang. Selain mudik hari raya, tujuanku pulang kali ini juga menikah.
Beberapa hari yang lalu, orang tua Mas Alfa sudah menemui Ibu dan Mas Abercio. Mereka membahas hari pernikahan karena aku sudah memberikan keputusan pada Mas Alfa, yakni bersedia menikah dengannya.
"Ah, itu dia," gumamku setelah melihat sosok Mas Alfa sedang berdiri di antara orang-orang.
Aku pun bergegas menghampirinya, lantas menyapa dan menyunggingkan senyum termanis.
"Sayang," sambut Mas Alfa sambil memelukku erat.
Kubalas pelukannya dengan erat pula, seolah-olah aku juga menyimpan rindu yang membuncah. Sejak menyatakan kesediaanku menikah dengannya, aku juga mengutarakan kata cinta, walau itu hanya pura-pura.
Entah apa yang mendorongku untuk cepat-cepat melakukan ini. Ketulusan Mas Alfa yang tiada duanya atau malah luka yang sampai saat ini masih menganga. Entahlah. Yang kutahu hanya perasaan ingin dicintai dan ingin bahagia dalam cinta itu sendiri.
"Kamu makin cantik aja, Sayang," puji Mas Alfa ketika kami sudah melerai pelukan.
"Kamu bisa aja, Mas. Tiap malem juga kita VC-an, masa baru sekarang mujinya," godaku guna mengimbangi pujiannya.
"Kan cuma di ponsel, Sayang, bedalah. Kamu lebih cantik kalau ketemu langsung gini." Mas Alfa kembali menyanjung, sembari merapikan rambut yang sengaja kugerai.
"Gombal," cibirku sambil tertawa.
"Padahal aku serius, tapi dicurigain mulu," gerutunya dengan tampang yang dibuat-buat.
Aku makin tertawa dibuatnya. Merasa lucu dan ... ada nyaman juga. Namun, sekadar nyaman yang tak lebih dari seorang teman, belum meningkat pada level selanjutnya.
Akan tetapi, aku tak mau memikirkan itu. Kunikmati saja semua ini, toh tidak melukai. Sambil jalan pelan-pelan, aku yakin suatu saat cinta itu benar-benar ada.
Sambil tetap bercanda dan tertawa bersama, aku dan Mas Alfa berjalan menuju mobilnya. Dia melangkah lebih dulu karena membawakan tasku yang cukup berat. Memang semua barang kubawa, tidak ada yang tersisa. Untuk apa toh aku sudah berhenti kerja. Ke depannya akan hidup tenang di sini, bersama Mas Alfa tentunya.
"Silakan masuk, Calon Istri!" Mas Alfa membuka pintu mobil untukku, lengkap dengan lagaknya yang konyol.
Aku tertawa renyah, lantas masuk dan duduk di samping kemudi.
"Kita mampir makan dulu ya," ujar Mas Alfa ketika sudah duduk di sampingku. Dia menatap lembut, juga menggenggam tanganku dengan mesra.
"Boleh," jawabku.
Akhirnya, Mas Alfa melajukan mobil dan tak lama kemudian menghentikannya di depan warung makan. Kami masuk bersama-sama dan memesan menu yang tersedia di sana.
Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan restoran tempat kami makan saat ini. Tapi, ada satu hal yang membuatku sedikit risih, yakni keberadaan lelaki seusia Mas Alfa yang berada di meja paling ujung. Sejak tadi dia menatap ke arahku. Sorot matanya agak aneh, juga senyuman yang sempat ia sunggingkan ketika aku membalas tatapannya.
"Siapa dia? Wajahnya asing, tapi ... sikapnya kayak orang yang udah tahu aku," ucapku dalam hati.
"Setelah ini kita akan disibukkan dengan persiapan pernikahan, Sayang. Kalau kamu udah nggak lelah, nanti ikut aku beli seserahan. Kamu pilih sendiri mana baju dan kosmetik yang kamu mau," ujar Mas Alfa, membuatku mengalihkan perhatian dari lelaki aneh di seberang sana.
"Sebenarnya itu nggak usah, Mas. Aku nerima aja kok kamu bawakan apa. Kosmetik juga aku nggak pilih-pilih, apa aja masuk."
"Nggak bisa gitu dong, Sayang. Itu adalah seserahan, harus spesial dan berkesan untuk kamu. Oh ya, nanti sekalian tentukan maharnya juga, biar kusiapkan dari awal. Soalnya itu yang paling istimewa." Lagi-lagi Mas Alfa menggenggam tanganku, hangat rasanya.
"Makasih banyak ya, Mas." Akhirnya, hanya ucapan terima kasih yang lolos dari bibirku.
Namun dalam batin, banyak hal yang kuucap, salah satunya ucapan maaf
karena aku masih setengah-setengah. Sementara Mas Alfa, ibarat kata sudah seratus persen.
Tak lama kemudian, makanan kami datang. Aku terus sibuk menyantap sajian itu, hingga melupakan lelaki aneh yang tadi sempat mencuri perhatianku. Sekarang dia sudah tak ada, mungkin takut sendiri dan akhirnya pergi.
"Mas, aku ke toilet bentar ya," pamitku sambil beranjak.
"Perlu kuantar?"
"Nggak usah, Mas, aku sendiri aja. Cuma sebentar kok," jawabku, kemudian langsung pergi meninggalkannya.
Namun, belum sempat aku menginjakkan kaki di kamar mandi, tiba-tiba ada satu suara yang memanggilku dari belakang.
"Athena."
Aku menoleh dan kebingungan. Pasalnya, seseorang yang memanggilku adalah lelaki yang tadi. Entah apa maunya dia ke sini.
"Kamu siapa? Kenapa tahu namaku?" Kuberanikan diri untuk bicara.
"Kenalkan, namaku Zion. Aku adalah orang yang mengenal Alfa dengan baik. Aku tahu siapa dia, luar dalam. Dan ... kedatanganku ke sini untuk memperingati kamu. Aku beri tahu kamu, Alfa bukan lelaki yang baik. Apalagi sebagai suami, sama sekali nggak layak."
Aku sangat terkejut. Bahkan saking terkejutnya, tangan lelaki yang mengaku Zion itu tidak kutanggapi, tetap menggantung di awang-awang.
"Sebelumnya kita nggak pernah kenal. Atas dasar apa harus percaya sama kamu?" Kubalikkan omongannya.
Memang siapa dia, berani sekali mengatai Mas Alfa. Padahal, aku tahu benar dia adalah lelaki yang baik.
Lelaki itu tersenyum, "Percaya atau nggak itu urusan kamu. Yang penting aku udah mengingatkan. Asal kamu tahu ya, dari dulu sampai sekarang, Alfa nggak punya kesetiaan. Bahkan, cinta yang sering diagung-agungkan, hanyalah bentuk dari rasa penasaran. Jadi, cobalah berpikir ulang sebelum nikah sama dia, dari pada menyesal di kemudian hari. Lebih menyakitkan."
Tanpa menunggu jawaban, lelaki itu pergi begitu saja, meninggalkan aku yang masih digeluti rasa bingung.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Rima baharudin
lah ...... napa nasibnya athena gitu banget ya
2023-10-02
1
ria
semangaat athena..
2023-04-21
0
ria
😘😘😘
2023-04-21
0